Kembar
***
Rio mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja. Sudah beberapa
kali ia menguap. Matanya terasa berat, bahkan ia sempat tertidur beberapa saat
yang lalu.
Dilihatnya gadis yang sedari tadi duduk di depannya. Gadis
itu masih terlihat seperti pertama kali ia duduk. Tetap tenang dengan buku yang
sama. Sesekali ekspresinya berubah. Kadang ia mengerutkan keningnya, tersenyum,
bahkan samapai melotot.
“Fy, kamu kapan selesainya sih?” akhirnya Rio bicara. Gadis
di depannya itu langsung mendongak, memalingkan wajahnya dari buku yang
sedaritadi menjadi fokus penglihatannya.
“Sampai buku ini selesai di baca.”
Rio tak bisa
menyembunyikan matanya yang langsung melotot mendengar ucapan kekasihnya itu?
Serius menunggu sampai bukunya selesai? Setengahnya aja Ify belum selesai
membacanya, paling baru seperempat bagian, dan itu sudah menghabiskan waktu
hampir dua jam. Bisa dibayangkan bukunya setebel apa? Jangan ditanya deh itu
buku jenis apa. Rio sama sekali gak ngerti sama semua buku yang pernah Ify
baca. Bisa mati bosan Rio menunggu Ify sampai menghabisakan buku itu.
“Kenapa?” suara Ify kembali menyadarkan Rio dari bayangan
betapa bosannya kalau memang ia harus menunggu Ify. Rio langsung tersenyum
masam.
“Gak papa kok..” jawabnya. Sebenarnya Rio sama sekali gak
rela bilang ‘gak papa kok’ pada Ify. Padahal aslinya di bosan setengah mati.
“Kamu bosen ya?” kalau boleh Rio jujur, ia akan bicara ‘Iya,
gue dari tadi udah bosen Ify!!’. Sayangnya Rio tak akan setega itu pada
kekasihnya ini. Dari awal Rio tahu Ify suka membaca, suka menghabiskan waktu
berjam-jam untuk tenggelam pada bacaannya itu. Kalau kalimat tadi sampai di
telinga Ify, sama saja Rio mengecewakan gadis yang sangat disayanginya itu.
“Enggak kok Fy. Lanjutin aja bacanya.. aku tungguin kok
beneran. Gak bosen kok..” jawabnya dengan wajah seceria mungkin.
“Beneran mau nunggu sampai selesai?”
“Iya dong Fy. Masa aku ninggalin kamu sih? Gak mungkin
banget kan. Hehehe…”
Rio melihat Ify mengangguk kecil dan kembalin pada bukunya.
Muka ceria yang susah payah dibuatnya langsung hilang entah kemana. Rio
menghela napas berat. Mungkin ini sudah nasibnya.
“Mau kemana?” Rio melihat Ify berdiri. Jangan sampai Ify
berdiri untuk kembali mencari buku lain.
“Pulang. Yuk, aku bacanya entaran aja.” Ify tersenyum.
“Pulang?” Ify mengangguk. Tangannya sudah terulur mengajak
Rio untuk meninggalkan tempat ini.
Tentu saja Rio langsung tersenyum lebar. Ah, kenapa gak dari
tadi sih Ify mengajaknya pulang? Rio langsung mengambil alih beberapa buku yang
ada di tangan Ify. Dengan langkah riang, Rio merangkul kekasihnya itu untuk
keluar dari tempat mengerikan ini.
***
“Alvin!!! Sini…” baru saja Alvin, laki-laki yang di panggil
itu duduk. Sungguh ia tak tahu apa yang di konsumsi gadis itu sampai ia bisa
sekuat itu. Kuat yang dimaksud bukan kuat memiliki otot besar seperti Ade
Rai,tapi stamina gadis itu tak habis habisnya padahal sejak tadi pagi merekan
sudah berkeliling Taman Mini dan sekarang sudah hampir pukul setengah lima
sore.
Hampir semua tempat dan wahana yang ada sudah mereka datangi.
Alvin merasa kakinya sudah mau copot. Saat Sivia bilang mau ke toilet, akhirnya
ia punya waktu untuk beristirahan sebentar. Namun baru saja ia menempelkan
pantatnya pada kursi taman besi yang baru ia temukan –karena kebanyakan kursi
taman yang disediakan juga di duduki orang lain- Sivia sudah kembali
memanggilnya.
“Vin, kita belum lihat ke anjungan Jawa Barat kan? Tadi kan
kita lewatin dulu. Yuk mumpung belum sore..” mungkin karena tadi Alvin tak
menghampirinya, Sivia melangkah mendekati Alvin. Gadis itu menarik tangan Alvin
dengan sekuat tenaga, menggandengnya lalu kembali berjalan menuju tempat yang
ia maksud.
“Vi, kita naik apa kek gitu. Jangan jalan kaki.”
“Kalau naik kendaraan, gak kerasa Vin. Kan kalau jalan kaki
semuanya jadi keliatan jelas. Jalannya pelan-pelan, semuanya bisa teramati.”
Jawab Sivia bersemangat.
“Kamu gak suka ya jalan-jalan sama aku?” di tengan
perjalanan Sivia tiba-tiba melontarkan pertanyaan seperti itu. Tentu saja
membuat Alvin sedikit bingung. Awalnya ia memang senang menemani Via yang baru
pertama kali ke Taman Mini karena Via memang baru setahun ada di Jakarta. Tapi
setelah seharian berkeliling dan nyaris tak beristirahat tentu saja membuat Alvin
kelelahan. Tapi kalau bilang cape,
gengsi dong masa kalah sama cewek sih?
“Enggak kok Vi. Udah ini kita pulang ya? Aku ada janji sama
Rio..” Sivia tersenyum dan mengangguk. Alvin mngusap sayang puncak kepala
Sivia. Setidaknya melihat Sivia yang tersenyum membuat dirinya sedikit
bersemangat.
***
“Kenapa sih kalian berdua? Baru juga gue datang mukanya gak
enak banget. Bukannya baru jalan sama pacar kalian masing masing?”
“Jalan sih jalan. Tapi liat dong kaki gue sampe lecet
begini.” Gabriel tertawa keli menyadari kaki Alvin yang sedang di rendam di
sebuah baskom. “malah ketawa lagi lo!”
“Sorry, Sorry Vin. Emang lo dari mana sih? Abis marathon?”
“Abis muterin Taman Mini seharian! Sivia tuh gak ada
cape-capenya! Istirahat cuma pas makan siang, beli minuman, atau pas dia ke
toilet. Sumpah rasanya kaki gue udah mau copot.”
Gabriel kembali tertawa kecil. Gabriel tahu sekali Alvin
seperti apa. Adiknya yang satu ini tak terlalu suka jalan-jalan. Dia lebih
senang membaca buku, mendengarkan music atau memetik gitarnya sampai
berjam-jam. Alvin tak terlalu suka dengan kegiatan yang membutuhkan banyak
tenaga. Dan sekarang Alvin malah dapat cewek yang atraktif seperti Sivia.
Pandangan Gabriel beralih melihat Rio yang terkantuk-kantuk
dengan wajah super duper tak enak untuk dilihat. “Lu kenapa Yo? Jangan
mentang-mentang kalian kembar, yang satu bad mood yang satu ikutan bad mood
juga.”
“Bosen nungguin Ify selesai baca bukunya. Baru kali ini gue
date sama cewek cuma diem-dieman.”
“Lo di cuekin gitu?” Rio mengangguk. Gabriel kembali tertawa
dengan nasib dua adik laki-lakinya ini.
Rio dan Alvin sangat bertolak belakang. Yang satu senang
berdiam diri, yang satu gak tahan lama-lama diam di satu tempat. Yang satu suka
jalan-jalan, yang satu malas jalan-jalan.
Yang Gabriel heran, kenapa bisa kebetulan Rio dan Alvin
punya cewek yang juga bertolak belakang sama mereka. Kalau mendengar cerita
tentang Ify atau Sivia dari mulut keduanya, dan Gabriel mencocokan dengan kriteria
cewek Rio dan Alvin, rasanya kreteria cewek idaman Rio itu ada di Sivia,
sedangkan cewek idaman Alvin ada di Ify.
“Eh Yo, lo pernah cerita pengen punya cewek yang punya hobi
sama kan?” Rio mengangguk. “Lo juga kan Vin?” Alvin pun mengangguk.
“Kenapa kalian gak tukeran pacar aja sih?”
“Apa?” Rio dan Alvin sama-sama terkejut. Tukeran pacar?
Maksudnya Rio harus pacaran sama Sivia dan Alvin pacaran dengan Ify? Yang benar
saja!
“Enak aja! Gue sayang banget tuh sama Ify!” tolak Rio tak
setuju.
“Iya, gue juga sayang banget sama Sivia.” Alvin tak mau
kalah.
“Seenggaknya elo berdua pernah ada pengalaman pacaran sama
orang yang sehobi sama kalian. Ify suka baca kan? Dia juga suka ngarang-ngarang
lagu, cocok banget sama Alvin. Sedangkan Sivia suka banget jalan-jalan, cocok
sama Rio yang gak bisa diem.”
Alvin dan Rio saling pandang. Mereka sebenarnya gak mengenal
baik pacar kembarannya sendiri. Sivia dan Alvin kan baru pacaran kira-kira
sebulan yang lalu. Jadi Alvin belum sempat mengajak Sivia untuk menganal dua
saudara laki-lakinya ini. Sedangkan Rio dan Ify memang sudah pacaran lumayan
lama. Sekitar empat bulan. Tapi karena jadwal Rio dan Ify yang sering bentrok,
Rio juga belum sempat mengenalkan Ify pada Gabriel dan Alvin. Ia hanya pernah
bercerita punya dua kakak laki-laki. Dan Rio pernah bilang bahwa satu kakak
laki-lakinya adalah kembarannya sendiri.
“Kalian kan kembar identik. Susah lah bedain kalian. Ify
belum kenal sama lo kan Vin? Sivia juga belum kenal Rio kan? Mereka gak akan
ngeh deh.”
Rio dan Alvin masih terlihat ragu.
“Seminggu deh. Sekalian ngetes kalian juga. Bisa gak tuh
bertahan sama cewek kalian masing-masing. Kalau kalian bisa tahan, dan gak
bikin Ify juga Sivia gak curiga motor gue boleh lo bawa deh seminggu deh Yo. Lo
Vin, softwere musik gue boleh lo pake deh buat bikin satu lagu. Gimana?” Gabriel manaikan alisnya. Sedangkan Rio dan
Alvin saling pandang. Jarang-jarang Gabriel mau meminjamkan barang pribadinya
pada mereka. Alvin dan Rio melihat Gabriel tersenyum menantang.
“Seminggu aja kan?” Gabriel mengangguk.
“Oke, gue setuju!” Alvin setuju. Tinggal Rio yang masih
tampak berpikir.
“Gimana Yo? Kalau elo gak setuju, Alvin gak mungkin jalanin
misi ini.”
“Oke..” akhirnya Rio setuju.
***
Hari pertama.
Rio bilang setiap hari senin Ify selalu meminta di antarkan
ke perpustakaan dekat kantor balai kota. Entah apa itu namanya Alvin tak
terlalu memperhatikan ucapan Rio. Sebelum jam kuliah Ify selesai, Alvin sudah
siap sedia menunggu Ify di depan gedung fakultas Ify.
“Hey…” Alvin terlonjak kaget saat tiba-tiba ada yang
menyentuh bahunya. Dilihatnya Ify tersenyum padanya.
“Eh emmm.. jalan sekarang?” Alvin sedikit gugup. Ini kali
pertama ia bertemu langsung dengan Ify. Walaupun sebenarnya Alvin satu kampus
dengan Rio dan Ify, ia jarang sekali bertemu dengan adik kembarnya apalagi
dengan Ify.
“Kamu kenapa?” tanya Ify yang merasa ada yang aneh dengan
sosok Rio di hadapannya ini.
“Eh emm.. ngak papa kok. Ayo jalan sekarang.” tak ambil
pusing, Ify menerima uluran tangan Rio –Alvin.
Sampailah mereka di perpustakaan yang dimaksud. Ternyata
Alvin yang motabene sering bolak-balik perpus kampus baru tahu ada perpustakaan
di daerah sini. Apalagi melihat tempatnya yang bersih dan luas. Pasti sangat
nyaman berlama-lama di tempat ini. Apalagi melihat koleksi bukunya juga yang
terhitung lengkap.
“Koleksinya lengkap juga ya Fy?” sambil membuntuti Ify yang
sedang mencari buku, Alvin ikut melihat-lihat koleksi yang dimiliki
perpustakaan ini.
“Kamu kemana aja sih?” Komentar Ify. Gadis itu kembali
membawa buku tebal yang dulu belum selesai dibacanya saat datang bersama Rio.
“Ya kan gak tahu Fy.” Balas Alvin juga ikut menganbil sebuah
buku dan duduk di sebelah Ify.
“Tumben bawa buku. Biasanya kamu juga duduk di depan aku.”
“Ehh…”Alvin menggaruk belakang lehernya. “Pengen duduk aja
deket kamu. Hehehe..” jawab Alvin ngeles. Emang Rio gak pernah baca bareng Ify
sekalipun?
“Makan permen disini gak papa kan?” tanya Alvin karena tadi
ia sempat melihat tanda tidak boleh membawa makanan ke dalam perpustakaan.
“Biasanya juga makan permen kan?”
“Haha. Ngetes aja..” Alvin mengeluarkan permen karet dari
dalam saku celananya. “Mau?”
Ify menggeleng. Mereka langsung tenggelam dalam dunianya
masing-masing. Sampai akhirnya mereka pulang, Alvin tak merasa Ify curiga
padanya. Ternyata menjalani sehari dengan Ify tak terlalu sulit. Menunggui Ify
sampai selesai membaca? Itu sih kecil.
Hari pertama Alvin? Clear !!
***
“Lihat deh. Bagus kan?” Rio mengangguk kecil. Ia sangat
terpukau dengan semua lukisan yang ada di pameran ini. Semuanya memiliki nyawa.
Lukisan itu seolah bercerita tentang apa yang ingin diungkapkan pelukis dalam
lukisannya itu.
“Panas nih. Aku beli es krim dulu deh diluar.”
“Oke,,” Rio pun meninggalkan Sivia yang masih terkagum-kagum
dengan lukisan yang sedang dilihatnya. Jadi gini ya gaya pacarannya Alvin?
Kayaknya Via selalu punya tempat baru untuk dikunjungi. Walaupun dia terhitung
baru tinggal di Jakarta, tapi sepertinya Via punya segudang informasi tentang
tempat-tempat unik yang tentunya pas di kantong untuk dikunjungi.
“Fy, nih..” Rio menyodorkan es krim coklat pada Sivia.
Sedangkan ia sendiri memegang es krim rasa vanilla.
“Kamu gak lupa aku alergi coklat kan Vin?”
Eh, Rio tersadar. Ia bukan jalan bersama Ify. Es krim coklat
kan memang eskrim kesukaan Ify. Tadi pun ia sempat memanggil Via dengan ‘Fy’.
Untung saja bunyinya sama.
“Eh, maksudnya yang ini.” Menyodorkan es krim ditanga
kirinya. Untung belum Rio jilat di jalan tadi.
Rio kembali melihat Sivia tersenyum. Untung aja nama
panggilan Ify bunyinya sama dengan panggilan Sivia. Bisa gawat kalau sampai
ketahuan.
Mereka kembali asik jalan-jalan kesana kemari. Sesuatu yang
jarang Rio lakukan bersama Ify.
Hari pertama Rio? Clear !!
***
Hari pertama sih oke-oke aja. Hari kedua, lumayan seru. Hari
ketiga, Rio mulai pusing dengan tingkah laku Sivia. Apalagi hari ini. Sivia
minta di temani belanja ke supermarket. Awalnya Rio iya-iya aja. Sivia bilang
mau belanja buat satu bulan. Paling Cuma beli makanan Ringan, makanan cepat
saji, pokoknya barang-barang yang bisa di simpan dalam jangka waktu yang lama.
Maklum lah, Sivia kan anak Kos.
Tapi ternyata belanjanya Sivia tuh lama banget. Dia jalan
kesana kemari, melihat produk apa yang akan dibelinya. Bukan hanya apa yang di
prediksi Rio, Sivia beli segala macam yang gak di duga-duga. Seperti piring,
gelas, malah sampai ada panci di dalam trolly yang mereka bawa. Di tambah Sivia
cerewet sekali. Rio yang biasanya bicara ini itu, hanya diam di samping gadis
itu sambil mendorong trolly. Berdeda sekali dengan Ify yang kalem, lemah
lembut.
Rio jadi berpikir lagi untuk terus menjalajan rencana ini.
Masa bodo dengan sepeda motor Gabriel. Yang pasti ia ingin sekali kembali
secepatnya pada Ify.
“Alvin.. tolongin dong…” Sivia berteriak dari ujung lorong.
Dengan malas, Rio menghampiri Sivia.
“Kenapa?”
“Bawain itu dong…” Sivia menunjuk makanan cepat saji yang
terletak paling atas.
“Nih…”
“Oke.. kita ke—“
“Vi, kita istirahat dulu ya? Sumpah pegel banget nih kaki.”
Rio berharap Sivia mengiyakan permintaannya itu.
“Kamu cape Vin? Maaf, kenapa kamu gak bilang dari tadi?”
Sivia terlihat menyesal. “Apa kamu juga cape selama ini nemenin aku kesana
kemari?”
Rio jadi merasa tak enak. “ehh.. enggak kok Vi. Aku baru
capenya sekarang nih.”
“Ya udah, kita istirahat yaa. Lain kali kalau kamu cape,
bilang yaa..” Sivia mendorong trolly yang di pegangnya mencari tempat untuk
duduk.
Sekarang Rio mengerti, Alvin hanya cukup meminta Sivia untuk
beristirahat dan Sivia tak akan keberatan.
***
Alvin menguap dua kali. Ia sekarang sedang ada di rumah Ify.
Ini sudah hari ke empat dari tantangan yang diberikan Gabriel. Ternyata
dimana-mana Ify gak lepas dari buku. Entah itu buku apa. Pantas Rio bosan
lama-lama kalau terus dicuekin kayak begini.
Kebosanan Alvin makin lengkap saja dengan Ify yang jarang
bicara. Memang saat Ify bersama Rio, Rio lah yang sering mengajak Ify bicara.
Laki-laki itu bisa bicara semaunya. Walaupun kadang Rio bicara saat Ify sedang
membaca, tapi Ify selalu menangkap apapun yang diceritakan Rio.
Alvin jadi kepikiran Sivia. Sedang apa ya gadis itu? apa dia
bahagia bersama Rio? Bagaimana bila setelah semua ini berakhir, Sivia malah
suka dengan sikap Rio? Mereka kan sama-sama suka jalan-jalan.
Alvin jadi kangen dengan senyum Sivia. Kangen melihat Sivia
yang begitu bersemangat dengan segala sesuatu yang dilihatnya. Kangen Sivia
yang cerewet.
“Rio…”
“Eh iya? Kenapa Fy?” Alvin kembali dari pikirannya.
“Aku pengen bilang sesuatu sama kamu,.”
“Apa?” Alvin terlihat bingung. Ify nampak serius dengan apa
yang ingin dikatakannya.
“Aku tahu kamu bukan Rio.” Tentu saja itu membuat Alvin
terkejut. Alvin jadi gelagapan sendiri. Ah bisa gagal semua rencananya denga
Rio dan Gabriel.
“Lho? Kok kamu ngomongnyan gitu? Kalau bukan Rio siapa
lagi?” Alvin berusaha untuk tidah gugup. Bagaimana ini? Kenapa Ify sampai bisa
curiga? Padahal mereka gak sering komunikasi.
“Kamu Alvin. Kembarannya Rio.”
Oh My God! Ify benar-benar bisa menebak siapa dirinya.
“Gak papa kok. Aku gak akan marah.” Alvin tahu ada kesedihan
dari nada bicara Ify. “Aku kenal Rio gak sebentar. Walaupun baru empat bulan
aku jadi pacar Rio. Tapi aku juga kenal Rio. Dia gak pernah tertarik sama
buku-buku. Rio gak pernah tahan nunggu. Rio gak makan permen karet dan yang
paling penting, Rio gak pernah gak bĂȘte nunggu aku di perpus.”
Alvin menghela napas. Ternyata Ify begitu mengenal Rio.
Bahkan ia tak tahu kalau adik kembarnya itu gak makan permen karet.
“Maaf..”
“Gak perlu minta maaf. Aku tahu Rio bosan. Tapi dia selalu
menunjukan kalau dia gak bosan. Mungkin sekarang Rio udah jenuh. Tolong bilang
sama Rio. Aku gak marah kalau dia mau jujur kalau dia bosen sama aku. Aku gak
akan nahan dia.”
Alvin melihat Ify tersenyum walaupun Alvin bisa merasakan
sakit yang di alami Ify. Apa Sivia juga curiga pada Rio?
“Kamu boleh pulang..” Ify sudah berdiri di ambang pintu, membukakan
pintu untuk Alvin.
‘Sorry Yo..’ batin Alvin menyesal. Pasti setelah ini akan
ada yang berubah dengan hubungan Ify dan Rio.
***
“Yo..”
“Vin..”
Alvin dan Rio tersenyum. “Lo duluan deh..” kata Alvin
mengijinkan Rio untuk bicara.
“Gue gak mau lanjutin ini semua. Yaa walaupun tinggal tiga
hari lagi, gue mau mundur aja. Gue kangen sama Ify..” mendengar nama Ify, Alvin
jadi ingat apa yang ingin ia sampaikan pada Rio. Bagaimana reaksi Rio bahwa
Alvin sudah ketahuan?
“Yo Sorry,,”
Rio mengerutkan keningnya. “Sorry? Emangnya lo salah apa
sama gue?”
“Ify.. Ify..”
“Kenapa sama Ify?”
“Ify tahu gue bukan elo..”
“Apa?” Rio terkejut.
“Ify terlalu mengenal elo. Dia tahun gue bukan elo.”
“Terus sekarang gimana?”
“Elo mending temuin dia sekarang. Ify ada di rumahnya.
Bilang kalau lo gak bosen sama dia. Itu juga kalau lo masih sayang sama Ify.”
***
“Rio..?”
“Iya Fy. Ini aku Rio. Bukan Alvin..” kali ini Rio sudah
berdiri di depan pintu rumah Ify.
“Kamu udah denger pesanku dari Alvin?” Rio diam. Sebenarnya
entah apa yang Ify bicarakan pada Alvin. “Aku tahu kamu bosen sama aku. Kalau kamu
mau kita pu—“
“Enggak Fy, aku mau kita kayak dulu. Aku emang bĂȘte kalau
harus nunggu kamu di perpus, tapi aku nikmatin saat-saat aku sama kamu.”
“Empat hari bareng Sivia, pacar Alvin, aku kahilangan kamu
Fy. Aku mungkin baru sadar kalau aku yang cerewet ini cocok sama kamu yang
diem. Aku jadi gak sering jalan-jalan ngabisin duit karena kamu gak suka
jalan-jalan. Cuma kamu yang bisa kontrol aku Fy.”
“Kasih aku kesempatan sekali lagi ya?” Rio menatap Ify penuh
harap. Ia tahu Ify yang tak tahu apa-apa sudah tersakiti dengan tingkahnya ini.
“Okee..” jawab Ify akhirnya. Ify tersenyum. Senyum yang
sangat dirindukan Rio.
“Makasih Fy…” Rio memeluk erat tubuh kekasihnya itu. Sampai
kapanpun Ify akan jadi yang terbaik untuknya.
***
“Viaa cape…” Sivia menghentikan sepedanya dan menoleh ke
belakang. Alvin sudah turun dari sepedanya dan duduk di aspal. Sivia kembali
membawa sepedanya menghampiri Alvin. Ia memarkir sepedanya di sebelah Alvin,
lalu duduk di sebelahnya.
“Nih minum dulu..” Sivia menyerahkan sebotol air mineral
pada Alvin.
Kini Alvin gak perlu gengsi-gensi lagi sok kuat di hadapan
Via. Semuanya berubah setelah Rio menceritakan pengakuan capeknya pada Via. Dan
sampai sekarang Sivia gak tahu dia pernah empat hari bareng Rio. Kembarannya.
***
keren :)
BalasHapusKeren nih keren apalagi rify sama alvia couple nya..
BalasHapusNumpang nitipin link yaa.. Atau kalau mau berkunjung juga gak papa: obat kista tradisional
thank you..