About Us [16] Taman Bunga Impian
Gadis itu melambaikan tangannya pada pemuda bermobil hitam yang baru
saja mengantarkannya pulang. Ify tersenyum kecil. Rasanya ia rugi
sekali pernah mengabaikan masa remajanya. Masa dimana seharusnya ia
merasakan virus merah jambu itu.
Tapi ia tak sedikitpun menyasali apa yang telah terjadi padanya.
Mungkin saja ini memang rencana Tuhan untuknya. Mungkin saja Tuhan
sengaja menyimpan virus merah jambu itu, agar hari ini ia bisa
merasakaan alangkah indahnya merasakan virus itu.
Eh, apa? Virus merah jambu? Benarkah ia sedang merasakannya? Apa benar ia sedang jatuh cinta? Jatuh cinta pada Rio?
Ify hanya bisa melebarkan senyumnya. Ya tuhan, semoga saja Rio memang yang terbaik untuknya.
Ify sedikit mengusap lengan atasnya saat dirasa angin malam mulai
berhembus menerpa tubuhnya. Hari sudah mulai malam. Dengan segera, Ify
membuka pagar rumahnya dan bergegas masuk.
“Ify!!” merasa terpanggil, Ify kembali menarik pagar yang sempat
akan ia tutup. Orang diluar sana pun ikut mendorong pagar besi itu agar
dapat bertemu dengan gadis tirus itu.
“Fy, tante mohon kasih tahu tante dimana Prissy sekarang. Tante
yakin kamu tahu dia ada dimana.” Tanpa salam pembuka, wanita paruh baya
itu memohon padanya. Ify hanya diam mematung saat melihat wanita itu
berdiri di depannya. Penampilannya tidak terlihat seperti wanita karir
yang sangat sukses. Tedak terlihat seperti mama Prissy yang biasanya.
Wanita itu agar terlihat berantakan dan sedikit terlihat kacau.
“Eh, ada mbak Angel. Ya ampun Fy, kenapa kamu gak ajak masuk mamanya
Prissy sih?” mama Ify tiba-tiba saja muncul. Tentu saja sedikit membuat
Ify terkejut karena kemunculan dari belakang tubuhnya secara tiba-tiba.
“Aku baru mau ajak masuk ma” jawabnya yang sepertinya tidak di
dengar oleh mamanya karena mamanya mulai sibuk mempersilahkan mama
Prissy untuk singgah di rumahnya.
Walaupun begitu, Ify tak mengikuti kedua wanita itu melangkaah masuk
ke rumah. Ify masih tersiam di tempatnya. Entah apa yang harus ia
katakana pada mama Prissy nantinya.
To : Prissy
Lo harus cepet telepon gue setelah lo baca sms ini!
Ify menghela nafas, lalu menghelanya berat. Dengan berat hati ia melangkah masuk menuju rumahnya.
“Tante mohon Ify. Kamu tahu kan dimana Prissy sekarang?” wanita itu
terus saja membujuk Ify untuk mengatakan dimana keberadaan Prissy. Ify
hanya bisa meremas kesepuluh jari tangannta. Ify melirik pada mamanya
yang menatapnya dengan tatapan membunuh. Apalagi mamanya tadi telah
membisikan sesuatu padanya. ‘Katakan apa yang kamu tahu tentang Prissy.
Mama gak mau kamu ikut terlibat dalam urusan mereka. Biarlah mereka
menyelesaikannya sendiri.’ itulah kata mamanya.
Walaupun seandainya Ify tahu dimana Prissy dan ia member tahu mama
Prissy, sama saja ia mencampuri urusan keluarga orang. Kalau memang
biarkan mereka saja yang menyelesaikannya sendiri, Ify tak perlu
repot-repot member tahu dimana Prissy dimana. Biarlah Prissy sendiri
yang menyampaikan keberadaannya pada ibunya.
“Ify benar-benar gak tahu dimana Prissy tante.” Jawabnya seadanya. Toh memang benar Ify tak tahu Prissy ada dimana.
“Kamu bohong!” Ify mengerutkan keningnya. Mama Prissy baru saja
membentaknya. Raut jawahnya semakin terlihat mengerikan dibandingkan
dengan pertama ia datang. “Kamu bisa senang-senang dengan laki-laki
tadi, dengan keadaan kamu gak tahu Prissy ada dimana?” Angel tersenyum
miring.
“Sahabat macam apa kamu bersenang-senang di atas penderitaan orang
lain!” Angel mengguncangkan kedua bahu Ify cukup keras. Tentu saja
membuat dua perempuan yang ada di ruangan itu terkejut.
“Maaf tante, Ify benar-benar gak tahu..”
“Kamu—”
“Mbak, mbak Angel tenang mbak..” Shintia cepat-cepat melepaskan
cengkraman Angel di bahu anaknya. Ify tampak terkejut dengan reaksi mama
Prissy.
“Maafkan saya Ify, maafkan saya..” Angel menutup wajahnya dengan
kedua telapak tangannya. Bahunya terlihat bergetar. Shintia memandang
anaknya dengan tatapan berharap Ify memberitahu dimana Prissy berada.
Namun Ify menggeleng. Ia benar-benar tak tahu keberadaan Prissy
sekarang.
Shintia memeluk Angel agar Angel merasa sedikit tenang. Baru kali
ini Ify melihat mama Prissy seperti ini. Penampilannya acak-acakan,
tidak peduli sekitar, dan kali ini Ify benar-benar menemukan sosok ibu
pada diri Angel.
“Ini memang salah saya. Saya yang membuat Prissy pergi dari rumah. Saya gak bisa merawat dia dengan baik.”
Untuk beberapa saat ketiganya diam. Hanya suara isakan Angel yang terdengar sampai akhirnya Shintia kembali buka suara.
“mbak sebaiknya istirahat. Ini sudah malam mbak. Kalau mbak mau, mbak bisa menginap disini. Besok kita cari Prissy sama-sama.”
Angel mengangkat wajahnya. Wanita itu sudah sedikit lebih tenang. Ia tersenyum kecil.
“Gak usah. Saya bisa pulang dan istirahat dirumah. Saya gak mau Prissy pulang dan menemukan saya gak ada di rumah.”
“Mau Ify antar tante?”
“Gak perlu fy. Tante datang sama supir kok. Maaf tadi tante sempat
bentak kamu.” Angel berdiri tadi duduknya, diikuti Ify dan mamanya.
“Ify janji, kalau ada kabar dimana Prissy sekarang, Ify pasti
langsung kasih tahu tante.” Angel tersenyum mendengar janji sahabat
anaknya itu. Ia mengelus puncak kepala Ify perlahan, lalu tersenyum.
“terimakasih ya, saya mohon pamit.” Ify dan Shintia mengantar kepergian Angel sampai di ambang pintu.
“Sepertinya mama juga akan melakukan hal yang sama kalau tiba-tiba
putri kesayangan mama ini pergi dari rumah.” Shintia tiba-tiba saja
berbicara setelah Angel hilang bersama mobil mewahnya itu. Ify
mengerutan kening.
“Memangnya siapa yang mau pergi dari rumah?” Shintia hanya tersenyum menanggapi anaknya itu.
“Eh, mama kok baru ingat ya tadi kamu pergi sama Rio?” mama Ify
tersenyum menggoda sambil mengoyangkan lengan Ify. “boleh dong mama tahu
tadi kalian kemana aja?” Shintia kembali tersenyum kecil, membuat
pipinya bersemu.
“Aku Cuma makan di café aja kok.” Jawabnya malu-malu sambil
meninggalkan Shintia yang masih berdiri di ambang pintu. Anaknya itu
memang begitu menggemaskan walaupun sekarang sudah sebesar itu.
“Semoga kamu tetap seperti ini sampai kamu tahu semuanya”
***
Setelah mengetuk pintu tiga kali, Rio membalikan badannya
membelakangi pintu yang tadi diketuknya. Matanya berputar memandang
halaman depan rumahnya. semuanya masih tampak sama. Tak ada yang berubah
sejak ia pergi dari rumah ini tadi. Tapi entah mengapa bunga-bunga yang
tertata rapih di depannya ini terlihat begitu cantik. Rio benar-benar
mencari alasan untuk membuat senyumnya tak terasa aneh.
Rio menoleh saat terdengar decitan suara pintu telah dibuka. Ia berbalik dan menemukan mamanya berdiri di ambang pintu.
“Selamat malam mama..” Rio langsung memeluk mamanya dan mencium
pipinya dari yang kanan dan yang kiri. “mama hari ini cantik banget sih”
katanya lagi membuat mamanya semakin bingung.
“kamu kenapa Yo?” tanya Zahra- mama Rio- sambil menatap bingung Rio yang masih tersenyum dengan wajahnya yang berseri-seri.
“Gak papa kok ma. Rio masuk duluan yaa..” Zahra hanya bisa
menggelengkan kepalanya melihat tingkah anak laki-lakinya itu. Ia segera
menutup pintu dan kembali menguncinya.
“Hei Shil, lagi ngapai lo?” Shilla mengerutkan keningnya saat Rio
tiba-tiba dudu disebelahnya. “Biasa aja kali mukanya. Jelek tau.”
Bukk…
Satu pukulan bantal berhasil Shilla daratkan di wajah kakak
satu-satunya itu. “Apa sih lo?” tanyanya lalu kembali menempatkan diri
mencari posisi yang enak untuk ia tempati.
“Yo, udah makan belum? Papa gak ada temen nih..”
“Rio udah makan pa..” teriaknya menjawab pertanyaan papanya yang sepertinya sedang ada di ruang makan.
“Lo udah makan dimana?”
“Di Flobber.”
“makan di café gak ajak-ajak lo yaa..” Shilla menyimpan kedua tanganya di dada.
“Ciee marah. Hahaha.. gue makan sama Ify lohh.” Katanya begitu
antusias. Sebenarnya dari tadi Rio memang ingin menceritakan ‘kencan’
pertamanya dengan Ify tadi.
Seakan lupa dengan aksi ngambek pura-puranya itu, Shilla langsung menghadap Rio yang masih saja tersenyum.
“Sama Ify? Serius?” tanya Shilla tak percaya. Rio hanya mengangguk .
tiba-tiba saja edua tangan Shilla telah menempel pada pipiya dan
akhirnya menarik pipi Rio kea rah yang berbeda dengan gemas.
“Aaaaaaaaaaaaaaa akhirnya kakak gue dapet cewekkk…” katanya sambil
menggoyangkan tangannya yang mencubit pipi Rio ke depan dank e belakang.
“Aduuuhhhh Shil, biasa aja dong sakit!!!” Rio meringis saat Shilla
melepasan tangannya dari pipi Rio. “Gue baru dinner doang Shil. Gue
belum jadian tahu!”
“Gak papa. Yang penting elo udah selangkah lebih maju sekarang..”
Rio hanya bisa tersenyum melihat reaksi Shilla yang begitu err
berlebihan? Shilla tak pernah seantusias ini dengan semua perempuan
yang dekat dengan Rio. Shilla sudah setuju, semoga saja kedua orang
tuanya pun setuju.
“Gue ke kamar dulu yaa. Mau SMS Ify..” katanya sambil berdiri dan
sedikit mengacak puncak kepala Shilla. Rio segera pergi ke lantai dua.
masuk ke kamarnya dan langsung duduk di atas tempat tidur empuk miliknya
itu.
Rio segera mengeluarkan ponselnya dari sau celananya. Tak sabar ia segera mengetik sebuah pesan singkat untuk Ify.
To : Ify
Goodnight Ify… Remember to pun me in your dreams :)
***
“Apa sebaiknya kamu pulang dulu Fy?” Ify mendongakan kepala dari
ponselnya saat terdengar suara Rio bertanya padanya. Ia bisa melihat Rio
menunggu jawabannya dari kaca spion depan.
“Gak usah Yo. Kalau gue pulang dulu kemungkinan gak akan di ijinin
sama mama. Mama lagi ada acara sama temen-temennya. Gue mau pake alasan
apa biar bisa keluar dari rumah.”
“Emang kalian mau kemana?” tanya Shilla yang juga ada di dalam mobil itu.
“Taman Bunga Impian. Lo ikut aja Shil. Biar sekalian main..” ajak
Ify yang duduk di kursi penumpang. Sebenarnya tadi Shilla telah menyuruh
Ify untuk duduk di tempatnya-sebelah kursi kemudi-, namun Ify
menolaknya dan langsung saja masuk dan duduk di tempatnya sekarang.
“Ogah. Nanti kalian main berdua, gue dikacangin kali yaa?” jawabnya.
Rio hanya terkekeh melihat ekspresi penolakan dari adiknya itu. Ia
kembali melirik spion untuk melihat reaksi dari Ify. Gadis itu
tersenyum. Manis sekali.
“Kalau gitu, aku anterin Shilla sekalian genti baju dulu. Nanti kamu
pinjam bajunya Shilla aja. Gak enak nanti datang ke TBI kalau pake
seragam.” Ify setuju dengan usulan Rio. mobil itu melaju dengan tenang
menyusuri jalanan yang biasa Rio lewati untuk pulang ke rumah.
***
“Rio, lihat deh. Cantik kan?” Rio menoleh dan akhirnya melihat
Shilla yang menggendeng tangan Ify yang ta lagi memakai seragam.
Dilihatnya penampilan Ify dari ujung kaki sampai ujung rambut. Ia pernah
melihat Shilla memakai stelan ini. Tapi entah mengapa pakaian ini lebih
terlihat cantik juga Ify yang memakainya.
“Cantik. Cocok buat kamu.” Ify hanya tersenyum menanggapi penilaian
Rio itu. Tadi ia sempat bingung memilih antara memakai celana panjang
atau rok, bingung mengikat rambutnya atau tidak, juga mengkombinasikan
warna baju dalam yang telah dipilihnya dengan berbagai rompi luaran yang
Shilla punya.
‘Kenapa gue ribet banget sih?’ pikirnya saat tadi ia masih berada di
kamar Shilla. Akhirnya semua pilihan jatuh di tangan Shilla. Karena
menurutnya ini tidak begitu penting. Walaupun akhirnya bukan pilihan
Ify, tapi ia yang menyeleksi pakaian-pakaian Shilla yang dipakainya
sekarang.
“Pergi sekarang?” tanya Ify akhirnya. Melihat Rio mengangguk dan
langsung saja beranjak keluar rumah, Ify cepat-cepat berucap terimakasih
pada Shilla.
“Thanks buat bajunya ya Shil. Salam buat papa mama lo juga.”
“Iya, tenang aja kali Fy. Have fun ya sama Rio. dahhh…” Shilla
mengantar Ify sampai ambang pintu, lalu melaimbaikan tangannya saat Ify
dan Rio mulai menghilang bersama mobil hitam Rio.
Shilla ikut senang dengan apa yang telah terjadi pada kakaknya itu.
Sebenarnya saat Ify mengajaknya tadi, ia sempat berpikir untuk ikut.
Tapi akhirnya Shilla menolak ikut. Walaupun sekarang ia harus sendirian
dirumah, kerena orang tuanya sedang menghadiri undangan pernikahan rekan
kerja papanya, Shilla bisa tersenyum lebar melihat kebahagiaan kakaknya
itu.
***
“Kamu janjian sama kak Alvin dimana?”
“katanya di tempat makan. Gue SMS dulu kali yaa.” Rio ikut berhenti
saat Ify berhenti untuk mengirim pesan untuk Alvin. ia menatap wajah Ify
yang tempak serius memandangi handphonenya itu. Wajahnya tampak lelah.
Beberapa titik keringat menempel di keningnya. Walaupun berkeringat,
wajah Ify tak pernah kelihatan kusam.
“Panas ya..” kata-kata Ify sontak membuat Rio tersadar. Ia melihat
Ify menyeka keringatnya. Matahari bersinar sangat terik memang.
“Duduk disana yuk? Pasti seger deh diem di bawah pohon.” Ify
mengangguk lalu mengikuti Rio yang berjalan menghampiri sebuah kursi
taman dibawah pohon entah apa itu namanya.
Sebelum Ify duduk, ponselnya berbunyi membuat Ify mengurungkan niatnya untuk duduk.
Rio melihat Ify mengerutkan dahinya. Tak lama gadis itu menghela napas. “kenapa?”
“kak Alvin belum sampai. Katanya dia kejebak macet si daerah
simpang. Udah satu jam mobilnya gak gerak-gerak.” Barulah kali ini Ify
duduk di sebelah Rio. ia kembali menyeka keringatnya. Ia menyesali
keputusannya untuk menggerai rambutnya. Rasanya panas matahari kali ini
sangatlah tidak wajar.
Rio melihat kekecewaan di wajah gadis itu. Wajahnya memang sudah terlihat lelah.
“Naik gondola yuk?”
“hah?” Rio tiba-tiba saja berdiri dan mengulurkan tangannya. Rio tersenyum. “Ayo..” jawabnya setelah mencerna ajakan Rio tadi.
Rio tercengang melihat tangannya yang telalah ditarik Ify. Tak
disangka Ify menyambut uluran tangannya dan malah Ify yang tersemangat
mengajaknya ke tempat terminal gondola itu. Sedikit demi sedikit
bibirnya kembali membentuk sebuah senyuman.
“Hey, kamu mau kemana?” Rio menarik lengan Ify yang sedang memegang
lenganya yang satunya agar gadis itu berhenti dan berbalik menghadap
padanya.
“Lho? Mau naik gondola kan?”
“Lihat, emangnya kamu mau jalan sampe kesana?” Rio menunjuk sebuah
bukit yang ada di taman bunga itu. “jaraknya seitar dua kilo dari sini.”
Tambahnya lagi.
“yah? Terus gimana dong? Emangnya gak ada terminal yang dibawah?”
tanya Ify sedikit berharap ada sebuah terminal gondola di dekat mereka.
Ify sangat suka naik gondola. Saat ia masih kecil, ibunya sering
mengajak Ify naik kereta gantung itu.
“ikut aku yuk?” kali ini Rio yang menarik lengan Ify. Gadis itu baru
tersadar sedari tadi tangannya masih tertaut dengan tangan Rio. hangat.
Itulah yang dirasakannya saat Rio menggenggam tangannya. Perlahan ia
tersenyum, membiarkan Rio menggenggam tangannya.
Mata Ify membulat saat melihat makhluk yang ada di depannya
sekarang. Ia melirik laki-laki yang ada di sebelahnya ini. Rio malah
sedang tersenyum lebar.
“Naik ini? Ke atas?” tanyanya meyakinkan. Ify melihat Rio mengangguk.
“Iya, kamu bisa naik kuda kan?” Ify menelan ludahnya. Naik kuda? Tak
sekali pun Ify pernah naik kuda. Mungkin dulu pernah naik kuda di game
zone. Itupun bukan kuda betulan. “kenapa?”
“Gue gak bisa naik kuda Yo..” pupus sudah harapannya untuk naik
gondola. Ia tak mungkin jalan kaki kilometer dengan jalan yang menanjak.
Di taman ini hanya menyediakan fasilitas kudanya saja. Tanpa ada yang
mendampingi. Jadi yang merasa bisa naik saja yang diperbolehkan memakai
kuda itu.
‘Masa haarus naik sama Rio sih? Gak mungkin kan’ rutuknya dalam
hati. Tapi ia tetap melihat Rio menghampiri meja tempat menyewa kuda
itu. Laki-laki itu terlihat melakukan transaksi dengan si petugas. Tak
lama, Rio kembali dengan menuntun seekor kuda jantan yang cukup tinggi
dan besar.
“Ayo naik ke bangku itu. Aku yang pegangin kudanya.” Katanya sambil
tersenyum. Rio menghampiri sebuah bangku yang memang diperuntukan untuk
naik ke atas kuda. “Ayo sini..” ajaknya karena Ify tak kunjung
menghampirinya.
“Serius?”
“Ya iyalah Fy. Kamu mau naik gondola kan?” Ify jadi bingung. Antara
naik ke atas kuda dan naik gondola dan terntu saja membiarkan Rio
berjalan membawa kudanya, atau membatalkan naik gondola karena tak tega
melihat Rio yang nantinya harus menuntun kudanya.
“Ayo.. aman kok..” Rio malah menghampirinya dan menariknya untuk segera naik ke atas kuda.
“Yo, tapi nanti lo jalan kaki.”
“Gak papa. Ayo naik..” Rio tersenyum ke arahnya. Rasanya Ify tak
tega melihat Rio berjalan disamping kudanya. Sudah Rio yang membayar,
masa Rio yang harus susah sih?
“gak usah aja deh Yo. Kasian kan elonya..”
“kudanya kan udah di sewa Ify. Masa gak dipake? Kan sayang. Aku gak papa kok.” Rio tersenyum meyakinkan.
“Oke gue naik. Tapi lo juga harus naik sama gue.”
***
Rio memegang erat tali kemudi kuda yang sedang di tungganginya.
Badannya ikut naik turun seiring dengan langkah kaki kuda hitam ini.
Selama hampir delapan belas tahun hidupnya, mungkin inilah momen berkuda
terbaiknya.
Gadis itu masih saja riang berceloteh di depannya. Secara tidak
sengaja dan untuk pertama kalinya, Rio memang memeluk gadis yang sangat
disayanginya ini.
Walaupun matahari bersinar begitu terik, dan membuat keringat
berjatuhan di pipi gadis ini, sama sekali tak melunturkan senyum manis
yang terukir di bibirnya.
“Menurut lo, gue harus bilang sama tante Angel gak Yo?” Ify menunggu
Rio bersuara. Satu detik., dua detik, sampai lima detik tak ada
jawaban. Ify melirik Rio dengan ekor matanya. Melihat bibir Rio yang
hanya tersenyum membuat Ify dapat menyimpulkan Rio tidak mendengarkannya
sejak tadi.
Dengan sengaja, Ify menyikut ke belakang. Tentu saja gerakan itu mengusik Rio.
“Kenapa Fy?” jawab Rio merasa terganggu. Rio memandang Ify. Gadis itu terlihat menghela nafas. “Kenapa?” tanyanya sekali lagi.
“Lo dari tadi gak dengerin gue ngomong ya?” tuduhnya begitu yakin. Ify mendengus sebal.
“Kamu ngomong apa tadi? Sorry,,, aku terlalu konsen. Hehe..” Rio
terkekeh. Ia memang tak mendengarkan sedikitpun apa yang Ify katakan.
Seperti yang dikatakannya tadi, ia terlalu konsentrasi untuk memandangi
gadis ini.
“Rese banget sih lo!” Ify kembali menyikut perut Rio, membuat pemuda itu sedikit meringis.
“Kamu lucu kalau ngambek gini.” Rio tersenyum geli melihat Ify yang cemberut.
“Apa lo liat-liat!”balasnya membuat senyum Rio kian lebar saja. “Ngambek ya Fy?” godanya.
Ify membuang pandangannya. Ia merasa Rio terus saja memandanginya dengan senyumnya yang err begitu manis?
“Ya maaf Fy. Aku kan konsen” mikirin kamu tambahnya dalam hati. “Gimana kalau kita jatuh?”
“Pokoknya elo gak ngedengerin gue!” jawab Ify ketus. Namun yang Ify liat Rio makin terlihat manis saja.
“Kamu mau kita jatuh?”
“Bodo!” jawabnya asal.
“Yah. Ify beneran marah yaa?” Ify diam. Ify bisa melihat dengan ekor
matanya Rio masih sesekali memandangnya. “Marah-marah bisa cepet tua
loh Fy. Nanti kamu cepet keriput.”
Rio melihat Ify yang masih saja membuang pandangannya. Ia tersenyum
jahil. Gadis ini memang benar-benar cantik. Dilihat darimana pun dan
sedang apapun, Ify akan selalu terlihat cantik dimatanya.
“Kamu mau cepet keriput ya?” godanya lagi. Masih tak puas karena tak kunjung mendapat jawaban dari Ify.
“Bodo amat! Yang keriput juga gue” jawab Ify akhirnya.
“Iya juga sih. Tapi mau keriput pun kayaknya aku tetep bakal sayang sama kamu.” Jawab Rio dengan santainya.
Ify melirik Rio sebentar. Laki-laki itu masih tersenyum sambil
memandang jalanan di depannya. Hatinya sedikit tersentuh. Benarkan?
Benarkah Rio akan tetep sayang padanya walaupun ia tidak cantik lagi?
Akhirnya Ify tersenyum dan menunduk. Sedikit pun ia tak akan menyesal
memasukan Rio kedalam hidupnya.
*
Stasiun gondola yang sejak tadi menjadi tujuan mereka pun sudah
kelihatan. Rio memberhentikan kudanya di depan sebuah kandang penyewaan
lain yang ada di Taman Bunga ini. Ify menunggu Rio untuk turun terlebih
dahulu. Setelah Rio turun, gadis itu segera menerima uluran tangan Rio
untuk ikut turun juga.
“Kamu tunggu disini sebentar” Ify hanya mengangguk. Dilihatnya Rio
berjalan dengan menuntun kuda hitam itu. Rio sedikit berbincang dengan
seorang laki-laki paruh baya yang ada disana dan akhirnya menyerahkan
tali kudanya pada laki-laki itu. Ify melihat Rio sedikit menundukan
badannya dan mengucapkan terima kasih pada laki-laki itu. Setelah itu,
Rio kembali menghampirinya.
“Kita jalan sedikit ke sana ya?” Ify mengangguk. Ia benar-benar tak
sabar ingin melihat pemandangan taman bunga ini dari atas sana.
Setelah sampai, Ify membiarkan tangannya ditarik Rio untuk membeli
tiket. Ify membuka tasnya. Mencari dompetnya berniat untuk mengeluarkan
uangnya untuk membayar tiket.
“Yuk?” Rio mangajak Ify menghampiri dua orang petugas yang menjaga di pintu masuk menuju area stasiun gondola ini.
“Ini buat bayar tiketku.” Ify mengeluarkan selembar uang lima puluh Ribu pada Rio. Rio hanya tersenyum.
“Kamu simpen aja dulu.” Ify mengangguk. Lalu kembali menyimpannya ke
dalam dompetnya. “Ingetin ya yo. Takutnya gue lupa bayar nanti.” Rio
hanya tersenyum sambil mangangguk.
Mereka menunggu sampai sebuah kereta gantung berbentuk kapsul kecil
yang kira-kira bisa ditempati oleh empat sampai enam orang berhenti.
Setelah kapsul itu benar-benar berhenti, laki-laki yang sedang bertugas
disana pun membukankan pintu untuk mereka.
Untungnya gondola ini diputar tidak hanya saat kedatangan banyak
pengunjung. Rio dan Ify bisa hanya berdua saja di dalam sana. Tanpa
harus menunggu orang lain untuk memenuhi kapsul itu.
“Makasih Mas.” laki-laki itu mengangguk dan tersenyum untuk ucapan
terima kasih yang terucap dari bibir Ify. Setelah petugas menutup pintu.
Kapsul itu mulai bergerak.
Ify berdiri menghadap kaca besar yang di design sedemikian rupa agar
pengunjung dapat melihat pemandangan indah di luar sana. Ify
benar-benar takjub malihat pemandangan diluar sana. Ternyata taman ini
begitu indah dilihat dari atas. Terakhir, Ify naik gondola di taman ini
saat ia kelas tiga SMP bersama ibu, nenek, dan kakeknya. Mungin Ify
mengunjungi tempat ini bisa dihitung dengan jari. Karena jarang sekali
ia dan mamanya sengaja mengunjungi taman rekreasi saat berdua.
Sedangkan Rio duduk di salah satu bangku yang ada di kapsul ini. Ia
sangat bahagia melihat Ify yang begitu excited dengan apa yang
dilihatnya.
“Gue baru tahu ada danau disana.” Rio ikut memalingkan pandangannya
ke arah pandangan Ify. Terlihat sebuah danau yang tidak terlalu besar
dengan beberapa perahu bebek di tengah danau itu.
“Danau itu memang baru dibangun pas aku SD Fy. Tapi kan udah lama juga.”
“Waktu SD gue gak tinggal disini. Pertama kali kesini juga pas kelas
satu SMP. Baru beberapa kali juga gue dateng kesini. Taman ini terlalu
luas kali ya sampe ada yang kelewat gini hahahaa..” Ify tertawa ringan.
Matanya masih memandang takjub melihat pemandangan di bawah sana. Tak
banyak orang terlihat berlalu lalang di bawah sana. Hari ini memang
bukan hari libur. Pantas saja taman ini terlihat sedikit sepi.
“Gak tinggal disini? Kamu bukan asli orang sini?”
“Di akta sih tertulis gue lahir disini. Tapi sampe gue lulus SD gue
tinggal di kampung nenek sama kakek. Gak tau deh tiba-tiba aja mama
ngajak pindah kesini. Padahal kan di sana lebih nyaman daripada di
kota.”
“Kamu nyesel pindah kesini?”
“Engga. Gue bahagia kok tinggal disini. Walaupun kadang gue kesepian sering sendirian di rumah.”
“Sekarang gak kesepian lagi dong? Kan ada aku?” Ify melirik Rio.
Dilihatnya laki-laki itu sedang menaik turunkan alisnya. Membuat kening
Ify mengkerut.
“Pede banget sih lo!” jawabnya lalu kembali memandang ke bawah sana.
Walaupun memang tak dipungkiri, semenjak Ify mengenal Rio, gadis itu
tak lagi merasa kesepian saat tiba-tiba Prissy tak bisa menemaninya.
“Lagian, yang bisa bikin gue gak kesepian juga cuma Prissy tau.”
“Eh, ngomong-ngomong Prissy, kok kamu gak keliatan gelisah sih
Prissy belum ketemu.” Tanya Rio penasaran. Yang Rio tahu, Ify dan Prissy
kan sudah seperti sepasang sandal. Dimana ada Ify biasanya disana juga
terlihat Prissy.
Ify mendadak sebal. Berarti Rio memang tak mendengarkannya saat ia
bercerita di atas kuda tadi. “Mangkannya kalau tadi orang ngomong tuh
dengerin! Gue udah cerita tentang Prissy tadi di jalan mau ke sini!”
“Iya? Kok aku gak tau sih?”
“Ngelamun sih!” mendadak Ify kesal. Melamunkan apa sih sampai ia tak
sedikitpun mendengarkan Ify? Mengapa tiba-tiba Ify merasa tak suka Rio
tak memperhatikannya?
“Ya maaf Fy. Emang tadi kamu ngomong apa?” Rio ikut berdiri. Menyamakan posisinya dengan posisi Ify. “Prissy kenapa?”
“Tau ah! Ngelamun aja sana!” Rio rasa Ify benar-benar kesal padanya.
Sepenting itukah yang Ify bicarakan padanya sampai Ify marah Rio tak
mendengarkannya? Rio kan juga tak sengaja.
“Kamu tahu gak aku tadi ngelamunin siapa?” Ify diam. Bodo amat
dengan siapa yang dilamunkan Rio. pokoknya Ify tak suka Rio bersikap
seperti itu. “Aku ngelamunin cewek cantik yang lagi disebelah aku loh..”
katanya lagi begitu tenang.
Ify melirik Rio lewat ekor matanya. Benarkah Rio memilkirkannya? Ify
melihat Rio tersenyum. Wajahnya begitu damai. Ia pun tak menemukan
disana. Ify menggigit bibirnya. Pipinya terasa memanas. Ada sesuatu yang
tiba-tiba menggelitik perutnya.
“Kemarin Prissy telepon…” akhirnya Ify menceritakan tentang telepon
dari Prissy. Intinya Prissy baik-baik saja. Dari sana juga Ify tahu
Prissy tinggal bersama ayahnya. Itulah yang membuat Ify tak terlalu
khawatir pada sahabatnya itu. “Kira-kira gue harus kasih tahu tante
Angel gak Yo?”
“Kamu udah tahu masalah Prissy sama mamanya?” Ify menggeleng. “Kalau
kamu belum tahu pokok permasalahannya, menurut aku, kamu mending jadi
pendengar yang baik dulu buat Prissy. Nanti kalau kamu sudah tahu
semuanya aku janji bakal bantu cari jalan keluarnya.” Rio kembali
tersenyum. Entah sudah berapa kali Rio tersenyum seperti itu hari ini.
Benar-benar membuat Ify begitu menyukai senyum tulus dari laki-laki ini.
“Eh Yo, habis ini beli kembang gula ya?” Rio hanya mengangguk. Ia benar-benar menyukai gadis ini.
*
“Kak Alvin!!” Ify melambaikan tangannya saat matanya melihat batang
hidung –yang semoga saja akan menjadi- calon kakaknya ini. Rio ikut
menoleh kebelakang berhubung ia duduk di depan Ify.
Alvin melihat keberadaan Ify. Ia langsung saja menghampiri meja Ify.
“Sorry ya jadi ngaret banget gini. Tadi di kampus tiba-tiba ada
urusan. Gak nyangka juga bakal macet. Kalian udah lama banget ya?” Alvin
menyimpan ranselnya di pinggir kursi yang ia duduki. Alvin duduk tepat
di sebelah Rio. “Dari jam berapa kalian disini?”
“Jam dua.”
Alvin melirik jam tangannya. Sekarang jarum pendek jam tangannya
tepat menunjuk angka empat. “Ya ampun sekali lagi sorry nunggu sampe dua
jam gini.” Alvin benar-benar merasa tak enak.
“Gak papa kok kak. Untung ada Rio juga yang nemenin. Kita jadi
sempet naik gondola dulu deh.” Jelas Ify. Ia sama sekali tak menyesali
keterlambatan Alvin. Mungkin saja bila Alvin datang tepat waktu, Ify tak
akan bisa naik gondola.
“Kak Alvin mau pesan apa? Biar saya yang pesan.” Rio menggeser menu makanan ke hadapan Alvin.
“Eh.. gak usah Yo. Saya pesan sendiri aja.,,”
“Gak papa biar Rio aja yang pesenin kak. Sekalian dibayarin loh.
Hahaa” Ify tertawa. Tentu saja tak bermaksud seperti itu. Sejak tadi Ify
sudah menghitung sendiri berapa uang yang dikeluaran Rio untuknya.
Tentu saja ia tak mau merepotkan laki-laki ini. Yang minta ditemani kan
Ify. Masa Rio yang harus mentraktirnya sih?
“Kamu ini. Gak usah Yo, saya pesan sendiri aja.” Alvin kembali bangkit untuk memesen sesuatu untuknya sendiri.
“Jadi kamu punya rencana apa?” tanya Alvin setelah laki-laki itu kembali duduk.
Ify terlihat sedikit lebih serius menyampaikan apa yang ada dipikirannya untuk menyatuan kembali mamanya dan ayah Alvin.
*
“Thanks ya Yo udah nemenin gue hari ini.” Ify baru saja turun dari
mobil Rio. ia sedikit membungkukan badannya agar bisa melihat Rio lewat
jendela mobil yang terbuka. “Masuk dulu yu?” tawarnya.
“Lain kali deh. Udah malem.” Tolah Rio halus.
“Hati-hati nyetirnya yaa..” kata Ify lagi. Rio mengangguk.
“Eh bentar, aku ada sesuatu buat kamu.” Rio membuka pintu mobilnya. Ia keluar dan menghampiri Ify.
“Kenapa?” tanya Ify setelah Rio sampai di depannya.
Rio merogoh sesuatu dari saku celananya. Lalu ia meraih telapak tangan Ify. Dan menaruh sesuatu di atasnya.
“Buat gue?” tanya Ify melihat jepit cantik berbentuk bunga berwarna biru langit mengkilat di tangannya. Rio mengangguk .
“Pas kamu tadi ke toilet, aku liat jepit ini. Kamu pasti keliatan cantik banget kalau pake jepit rambut itu. Di pakai yaa..”
“Makasih..”
“Anytime. Aku pulang dulu ya?” Ify mengangguk. Lalu Rio kembali ke balik kemudi.
“Hati-hati Yo,,” Rio mengangguk. Ia menutup kaca mobilnya, lalu
kembali menginjak gas. Hari ini benar-benar hari yang menyenangkan. Ia
tak pernah melihat Ify segembira hari ini. Rio pun senang, Ify bisa
lebih terbuka padanya.
***
huaaa keren keren keren ..
BalasHapuslanjuut, ngaretnya jangan lama lama teman :)
penasaran banget sama lanjutanya.
Rify'nya diperbanyak yah ;)