About Us [15] kabar dari Prissy
Alvin tergesa-gesa menuruni tangga untuk menuju ruang tamu. Tumben
sekali ada yang bertamu siang-siang seperti ini. Sebenarnya Alvin tak
sendiri di rumah. Ada pembantu yang biasanya dengan sigap membantu Alvin
dan ayahnya. Alvin sudah mendengar bel rumahnya berbunyi beberapa kali,
dan sepertinya si mbok belum juga membukakan pintu. Dan itulah yang
membuat laki-laki tampan ini sedikit berlari menuju ruang tamu.
Alvin membuka pintu, ia sempat terkejut melihat siapa yang datang
bertamu. Ini jauh dari dugaannya. Bukan teman kuliahnya, ataupun teman
ayahnya. Dua orang yang sedang berdiri di depannya kini benar-benar di
luar dugaan.
“Ify..” gadis yang disapa pun tersenyum. Alvin sangat mengenali
salah satu di antara mereka. Ya, tentu saja itu Ify. Dan ia pun ingat
siapa yang berdiri di sebelah gadis itu.
“Kamu yang waktu itu antar Ify kan?” Tanya Alvin memastikan. Laki-laki disebelah Ify mengangguk.
“Saya Mario kak..” Alvin pun mengangguk-angguk. Mario, sekarang ia
ingat Ify pernah mengucapkan terima kasih dan memanggil laki-laki ini
dengan nama Rio.
“Kalian kok bisa disini?” Ify dan Rio saling pandang. Sebenarnya Ify
pun tak percaya sekarang ia bisa berdiri di depan rumah Alvin. Karena
sebenarnya ia tak tahu dari mana Rio bias mendapatkan alamat Alvin. Yang
ia tahu, Rio datang dengan kabar bahwa ia tahu alamat rumah Alvin dan
mengajaknya untuk datang kesini.
“Ahh, gak masalah kalian tahu alamat rumah ini dari mana. Ayo masuk,
kalian pasti punya maksud kan datang kesini?” Alvin membuka lebih lebar
pintu rumahnya dan mempersilahkan dua tamunya itu masuk.
Ify menatap Rio sekilas sebelum ia melangkah masuk dan Rio pun
tersenyum. Ify kembali menyesal dengan apa yang telah dilakukannya.
Alvin benar-benar baik. Dia bukan hanya baik padanya di depan ibunya.
Alvin tidak seperti dirinya. Dengan senyumnya yang menawan, Alvin masih
menerima Ify untuk menginjakan kaki di rumahnya setelah apa yang telah
Ify lakukan pada keluarga Alvin.
“Kakak ambil minum dulu sebentar ya..” Ify dan Rio tersenyum sambil
mengangguk. Hilanglah Alvin dibalik tembok bercat putih itu.
Ify melirik Rio. Melihat Rio tersenyum cukup membuatnya sedikit
lebih tenang. Ify terus saja meremas jari-jari tangannya. Entah mengapa
ia takut Alvin tak mau menerima maksud baiknya. Walaupun sikap Alvin
sangat baik, tapi bisa saja Alvin tak terlanjur sakit hati olehnya dan
akhirnya memutuskan untuk menolak maksud baiknya.
“Diminum Fy, Rio. Kebetulan ayah kemarin beli kue, ya gak seenak
bikinan mamamu sih. Tapi rasanya lumayan kok.” Ify merasa terusik
mendengar Alvin menyinggung-nyinggung soal mamanya. Ia hanya bisa
tersenyum. Itukah bentuk protes Alvin untuknya?
“Kakak suka sekali sama masakan mamamu. Walaupun baru beberapa kali
makan, rasanya masih aja kebayang. Hahaaa..” Alvin malah tertawa ringan.
Apa maksud daru tawanya itu? Melecehkan, atau benar-benar memuji?
“Jadi, kalian ada perlu sama ayah atau sama kakak?”
Ify kembali melirik pada Rio. Rio hanya bisa tersenyum meyakinkan
gadis itu. Ia sedikit menggerakan jarinya diatas keypad ponselnya, lalu
diperlihatkan layar ponselnya pada Ify.
Ada niat baik, pasti ada balasan yang baik juga :)
Aku tunggu diluar ya Fy..
Rio tak ingin mencampuri urusan keluarga Ify dengan keluarga Alvin.
Rasanya tugasnya cukup sampai mengantarkan Ify kepada Alvin. Selebihnya
ia tak seharusnya ikut campur.
Sebelum pergi, Ify melihat Rio mengangguk, seolah menyampaikan kalau
gadis itu pasti bisa dengan bahasa tubuhnya. Lalu Ify pun tersenyum.
“Kak, saya pamit keluar sebentar. Kebetulan ada teman rumahnya didekat sini. Saya mau mampir sebentar.”
“Oh, oke.. nanti kamu kesini lagi kan?”
“Iya kak. Ify datang sama saya, masa saya tinggalin disini.”
“Laki-laki sejati kamu.” Alvin menepuk pelan pundak Rio, lalu
tersenyum. Sambil membalas senyum Alvin, Rio pergi meninggalkan ruangan
itu.
“Aku minta maaf karena sikapku yang gak baik sama kakak maupun sama
Om Tama. Aku tahu sikapku itu benar-benar gak bisa dimaafkan.”
“Kamu gak usah merasa bersalah seperti itu. Menurut kakak kamu wajar
bersikap seperti itu. Kami gak pernah ambil pusing dengan semua sikap
kamu Fy.” Alvin tersenyum. Kalau diam seperti ini Ify memang terlihat
sangat manis. Tak seperti biasa ia melihat gadis itu. Kali ini bibirnya
terletak sesuai dengan letaknya, tak seperti dulu yang selalu maju
beberapa senti dari tempatnya.
“Kak, Ify mohon bantu Ify supaya pernikahan mama dan om Tama tetap
berjalan..” Alvin terkejut mendengar perkataan Ify yang terkesan
tiba-tiba. Ify ingin mamanya menikah dengan ayah Alvin? Alvin tak salah
dengar kan? Kemarin-kemarin gadis itu begitu menentang pernikahan orang
tua mereka ini.
“Ify tahu ini pernintaan yang sulit. Ify tahun Ify memang keterlaluan, tapi untuk kebahagiaan mama, kakak mau kan bantu Ify?”
Alvin benar-benar terpana dengan perkataan Ify. “Kamu gak berniat mempermainkan kami kan Fy?”
Kata-kata itu langsung menancap tepat ke hatinya. Wajah Ify berubah murung. Mempermainkan? Apakah Alvin sedang menyindirnya?
“Eh.. emm sorry, maksudnya bukan gitu Fy..”Alvin menggaruk belakang
kepalanya. Menangkap gelagat Ify, ia jadi bingung sendiri. Sungguh ia
tak mauksud untuk berkata seperti itu pada Ify.
Akhirnya Ify tersenyum miring. Bukan saatnya tersinggung dengan
perkataan laki-laki ini. Alvin benar, kesannya ia memang sedang
mempermainkan mereka karena dulu ia adalah satu-satunya orang yang
menentang pernikahan itu. Dan tiba-tiba sekarang ia malah meminta untuk
pernikahan itu terus berjalan.
“Kakak gak usah khawatir. Aku sama sekali gak tersinggung.” Keduanya
terdiam. Ify tak tahu harus bicara apa lagi pada Alvin. Tujuannya
datang kesini memang hanya untuk meminta bantuan Alvin. kini ia sudah
mengatakannya, dan ia tak tahu harus berbuat apa lagi.
“Kalau gitu, minggu depan di tempat kita makan dulu ya..”
Ify mengerutkan kening. Ia mendongak lalu menatap Alvin. “Maksudnya?”
Alvin tersenyum samar. Ternyata calon adiknya ini belum mengerti.
“Kamu ajak mamamu pergi kesana. Kakak juga akan ajak ayah kesana. Nanti
kita rundingkan semuanya disana.”
Ify masih berusaha mencerna kata-kata Alvin. mamanya akan bertemu dengan ayah Alvin? apakah itu artinya?
“Aku setuju dengan rencanamu. Aku sudah menganggap tante Shintia
seperti mamaku sendiri.” Alvin tersenyum lebar. Ia bisa melihat raut
wajah Ify yang seakan tidak percaya dengan ucapannya tadi.
“Terima kasih kak. Aku memang orang yang paling beruntung bisa
mengenal kakak dan om Tama.” Ify tersenyum bahagia. Di otaknya sudah
terbayang bagaimana nanti mereka menjadi sebuah keluarga. Hayalannya
dulu kembali menyeruak dipikirannya. Rasanya lebih lega dari saat ia
menerima surat kelulusan dan melihat kata ‘LULUS’ tertera di surat
miliknya. Ify merasa harus berterima kasih pada Rio. laki-laki itu yang
mengantarkannya pada Alvin. laki-laki itu yang membantunya sampai ia
bisa duduk di tempat ini.
‘Terima kasih Rio..’
***
“Jadi gimana hasilnya?” laki-laki itu menggeleng kecil. Gadis di sebelahnya mengerutkan kening. Apa maksudnya menggeleng?
“Gue gak mau ikut campur. Dia masih di rumah cowok itu. Semoga aja
dia berhasil.” Gadis itu mengangguk-angguk kecil. Kepuasan tersendiri
untuknya jika gadis itu merasa bahagia. Entah mengapa dari pertama ia
mengenal gadis itu, ia ingin sekali menjadi sahabat yang baik untuknya.
Tapi akhir-akhir ini, sahabatnya itu sering terlihat murung, mungkin
salah satunya karena laki-laki yang duduk di sebelahnya ini. Ia kecewa
pada dirinya sendiri. Mengapa bisa ia tak tahu masalah sahabatnya itu?
Terlebih sekarang gadis itu mulai dekat dengan gadis lain di kelasnya.
Ia labih percaya menceritakan keluh kesahnya pada gadis itu ketimbang
padanya.
“Gue gak nyangka rumah kak Alvin deket-deket sini.”
“Gue juga. Waktu nganterin lo kemarin, gue malah sempet lewat depan
rumahnya. taunya setelah gue coba telepon Alvin, rumahnya yang itu.”
“Dunia itu kadang terasa sempit.” Laki-laki itu mangangguk menyetujui gadis disebelahnya.
“Kemarin malem, dia khawatir banget sama lo. Kenapa lo gak kasih
tahu dia elo ada dimana?” gadis itu tersenyum kecil lalu menunduk.
Kakinya memainkan kerikil kecil di atas tanah merah itu.
“Gua gak mau dia kepikiran sama masalah gue. Dia pasti mau tahu kenapa gue sampe kabur dari rumah.”
“Gue memang baru kenal lo setelah gue yaa bisa dibilang lumayan
deket sama Ify. Tapi gue bisa lihat gimana persahabatan elo sama Ify. Lo
kayaknya peduli banget sama Ify. Begitu juga Ify. Dia sampe maksa-maksa
nyokapnya buat nyari elo kemarin malam.”
“Gue bukan sahabat yang terbaik buat dia. Gue sering banget nyusahin Ify.”
“Justru dengan sikap lo yang kayak gini malah bikin If…” laki-laki
itu terkejut merasakan getaran pada ponselnya. Tiga huruf tertera di
layar ponselnya. Ia lebih tertarik membuka pesan itu disbanding
meneruskan kata-katanya tadi.
Rio, aku berhasil.. minggu depan kami sekeluarga akan bertemu lagi.
Thank you sooo much.. kalau bukan karena kamu, aku gak akan bisa ketemu
kak Alvin.
NB : Bisa kamu jemput aku sekarang?:D
Sender : IFY
Rio tersenyum kecil membaca pesan singkat dari Ify. Gadis itu
berhasil. Nampakknya gadis itu sudah kembali menjadi Ify yang dulu. Ify
yang tak lagi cuek padanya.
“Ify ya?” melihat Rio yang senyum-senyum sendiri, pembuat gadis ini
penasaran. Rio mengalihkan pandangannya pada gadis pemilik suara itu.
“Dia berhasil.” Prissy ikut tersenyum. Akhirnya sahabatnya itu bisa melakukannya. “Dia berhasil juga karena elo Pris.”
“Bukan gue, tapi elo. Dia berhasil karna elo selalu dukung dia.”
“Ify gak akan suka liat elo yang kayak gini.”
“Pliss.. biarin gue jelasin semuanya ke Ify sendiri. Gue janji bakal ngasih tahu dia.”
“Okay. Gue harus jemput Ify..”
“Thanks Rio..”
***
Kali ini Ify menyambut kedatangan laki-laki itu dengan senyum
lebarnya. Ia tak bisa tak tersenyum setelah mendengar apa yang Alvin
katakana padanya. Mobil Rio kembali terparkir di depan rumah Alvin. tak
lama, laki-laki itu keluar dari balik kemudi, menghampirinya dan
akhirnya berdiri di depannya.
“Pulang?” Ify mengangguk bersemangat. Kemudian mereka pamit pada
Alvin. Ify kembali mengucapkan terima kasih pada laki-laki itu sebelum
mereka benar-benar meninggalkan rumah Alvin.
“Yo..”
“Ya?” Rio melirik sekilas gadis yang duduk di sebelahnya ini. “Kenapa Fy?”
“Emm.. aku.. akuu..” Ify terlihat ragu untuk menngatakan sesuatu
pada laki-laki itu. Rasanya ia tak mau merepotkan Rio lagi. Tapi dengan
bantuan Rio ia akan lebih cepat menemukan Prissy.
“Kenapa?” tanya Rio sekali lagi karena gadis itu tak kunjung menyelesaikan kalimatnya.
“aku tahu aku keterlaluan kalau ngomong ini sama kamu. Tapi, kamu
mau kan nemenin aku nyari Prissy?” Ify menggigit bibir bawahnya. Semoga
saja Rio tak nemaruh dendam padanya.
“Gak masalah.” Senyum Ify kembali mengembang di bibirnya. Rio senang
sekali melihat senyum itu. Rasanya ia ikut merasakan apa yang gadis itu
rasakan. Ify bisa melihat Rio tersenyum, lalu laki-laki itu
mengeluarkan ponselnya. Entah apa yang dilakukan Rio, Ify tak peduli.
Hari ini ia terlalu bahagia untuk repot-repot mencari masalah ingin tahu
privasi orang lain.
Tak lama, Ify dikejutkan dengan getaran ponselnya di dalam tas.
Terganggu dengan sikap Ify, laki-laki itu sedikit mengarahkan
pandangannya pada Ify yang sedang merogoh tasnya.
“Prissy?” walaupun hanya dengan ekor matanya, Rio bisa dengan jelas
melihat kening Ify berkerut. Dengan cepat Ify mengangkat panggilan dari
sahabatnya itu. Ia tak sabar mendengar kabar dari sahabatnya itu.
“Halo Fy, lo lagi dimana?” Ify bisa mendengar dengan jelas suara
tenang milik Prissy. Ify berusaha melihat kanan kiri untuk menemukan
dimana dia berada sekarang.
“Ga penting gue ada dimana sekarang, yang pasti elo dimana Pris?”
“Lo gak usah khawatir. Gue baik-baik aja.”
“Tapi Pris, gimana gue gak khawatir. Lo gak pulang ke rumah lo. Sekarang elo ada dimana? Nanti gue jemput kesana.”
“Gak perlu. Gue ada di tempat yang seharusnya kok. Gue lagi pengen menyendiri.”
“Pris..”
“Please fy, jangan paksa gue untuk cerita sekarang. Jangan paksa gue
untuk pulang. Gue janji bakal terus kasih kabar ke elo. Tapi elo jangan
kasih tahu mama gue telepon elo.”
“Tapi Pris..”
“Please..”
“Oke..” akhirnya Ify menyetujui. “tapi lo harus kasih kabar ke gue minimal dua kali sehari.”
“Kayak tamu wajib lapor aja. Hahaa.. makasih ya Fy, elo emang
sahabat gue yang paling baik.” Ify tersenyum kecil kemudian ia melirik
pada Rio yang sedang memperhatikannya lewat ekor matanya.
“That’s what friend are for. Lo hutang cerita sama gue!”
“Oke, lo gak perlu cari gue yaa. Have fun aja sama Rio.”
“Lho? Kok elo tau?” Ify mengerutkan kening. Ify kembali melirik Rio.
“Just my feeling. Gue gak tau yaa kalau elo emang lagi sama Rio. kalau gitu have fun ya Fy..”
“Prissy Agatha..” tut tut tut.. Prissy menutup sambungan teleponnya. Ify hanya tersenyum dengan tingkah sahabatnya itu.
“Prissy?” tanya Rio begitu Ify selesai dengan teleponnya.
“Iya. Karena Prissy bilang jangan cari dia, gimana kalau kita ke Flobber? Kamu boleh pesen apa aja. Aku yang traktir.”
“Boleh. Kamu yang traktir yaa?” Ify mengangguk semangat. Rio begitu bahagia melihat senyum itu di wajah Ify.
Ify, Ify..
‘Kamu satu-satunya yang bisa bikin aku seneng walau Cuma liat kamu tersenyum..’
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar