“Ify,, elo kenapa?” gadis itu sedikit menyibakan selimut yang menutupi sebagian wajahnya saat mendengar suara khas sahabatnya.
Shilla
memegang dahi Ify dengan punggung tangannya. Walaupun Ify tersenyum
padanya, tetap saja ia merasa menjadi sahabat yang paling tak berguna.
Sahabat macam apa yang tak tahu sahabatnya sakit?
Sejak ia
mulai menjauh dari Cakka, secara tidak langsung Shilla juga menjauh
dari Ify. Shilla tak lagi menelfon Ify seperti biasanya., atau sekedar
mempir saat Shilla akan diantar pulang oleh Cakka. Sampai akhirnya ia
tau Ify sakit dari status salah satu jejaring sosialnya pribadi milik
Ify.
“Gue gak papa kok Shil” seolah tau apa yang ada di
benak Shilla, Ify segera memberi keterangan bahwa ia memang tak apa-apa
dan tak perlu dikhawatirkan. Ify sedikit kecewa saat melihat Shilla yang
datang. Bukan ia tak senang sahabatnya datang, hanya saja sejak tadi ia
mengharapkan si pengirim bunga itu datang menjenguknya.
Shilla membantu Ify untuk duduk bersandar di tepi tempat tidurnya. Lalu ia duduk di tepi ranjang bersebelahan dengan kaki Ify.
“Kok
elo jarang kesini sih Shil? Elo ada masalah sama abang gue?” Shilla
terlonjak kaget. Biasanya, bila Shilla janrang menelfon seperti beberapa
hari yang lalu, Shilla sedang kesal pada Cakka. Apakah perubahannya
terlalu terlihat? Gadis itu segera menggeleng. Menyangkal apa yang
sebenarnya terjadi.
“Enggak Fy. aneh-aneh aja lo. Eh ya..
ini gue tadi mampir minimarket dulu sebelum kesini. Gue simpen di sana
aja ya?” melihat kresek putih yang di pegangnya sejak tadi, Shilla
langsung saja mengubah topik pembicaraannya. Melihat Shilla mengangkat
kresek putih itu tepat di depan matanya. Ify tersenyum senang.
“Thanks
ya Shil..” Shilla pun hanya mengangguk kecil lalu segera beranjak
menuju meja kecil di sebelah tempat tidur Ify. Namun, ia mengurungkan
nilatnya saat melihat setangkai mawar tergeletak disana. Ia malah
menyimpan kresek itu di meja belajar Ify dan segera meraih mawar merah
itu.
“Fy, dari kak Gabriel ya?” Ify segera menoleh.
Dilihatnya Shilla sedang memandangi kertas yang tergantung di mawar itu.
kali ini Ify yang tersenyum hambar.
“Pengennya sih gitu”
“Lho? Emangnya elo gak tau ini yang ngasih siapa?” Ify menggeleng.
“sebelum
gue bangun, mawar itu udah ada di sana. Gue tanya mama, katanya dari
seseorang yang siang ini bakalan dateng” Ify melirik jam kecil yang ada
di sebelah tempat tidurnya. “Tapi ini udah sore Shil. Dari tadi, yang
jengukin gue baru elo doang” katanya.
“Tapi gue yakin 100
persen kalau ini dari kak Gabriel” Shilla membawa mawar itu untuk duduk
bersamanya di tepi tempat tidur Ify. “kak Gabriel itu perhatian banget
ya?” Ify kembali tersenyum hambar. Andai Shilla tau apa yang terjadi,
masihkah gadis itu yakin dengan prosentase angka yang ia ucapkan tadi?
“kalau
memang itu dari Gabriel. gue bakal seneng banget Shil. Tapi gue juga
bakal jadi cewek paling tolol yang dengan mudahnya kecewain dia” Shilla
mengangkat kepalanya lalu menatap Ify bingung. Tanpa diminta, Ify
menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Mulai dari Gabriel yang salah
paham, sampai pertemuannya dengan Sivia saat sedang bersama Alvin. Tak
lupa ia ceritakan betapa terkejutnya ia saat mendapati Gabriel ada di
rumahnya dan pergi begitu saja setelah melihatnya pulang.
“Ify—“
Shilla
terdiam saat melihat siapa yang datang. Setelah beberapa detik matanya
bertemu dengan laki-laki yang ada di ambang pintu kamar Ify, Shilla
langsung membuang muka. Begitu pun dengan Cakka, laki-laki itu hanya
bisa terdiam melihat Shilla membuang muka.
“Fy.. ada tamu di ruang tamu. Mau jenguk elo katanya”
“Oh
oke. Nanti gue sama Shilla ke bawah” Cakka pun mengangguk, lalu segera
meninggalkan kamar adiknya itu. Shilla menghela nafas. Hatinya memang
tak bisa di bohongi. Saat ia memalingkan wajahnya saat mata Cakka
menatap matanya, batinnya benar-benar tersiksa.
“Shil,
anterin gue ke bawah yuk?” Shilla pun mengangguk. Lalu ia berdiri,
membantu Ify berdiri dan mereka berjalan beriringan menuju ruang tamu.
Ify
mulai menebak-nebak siapa yang datang. Melihat Cakka yang masih memakai
seragam membuatnya memiliki sedikit harapan Gabriel lah pengirim mawar
merah itu. ia baru ingat setiah hari senin sampai kamis kan kelas XI ada
tambahan jam pelajaran untuk persiapan menghadapi Ujian Nasional.
“Eh
Fy.. elo bisa jalan ke ruang tamu sendiri kan?” terpaksa Ify dan Shilla
menghentikan langkahnya saat mereka kembali bertemu Cakka di ruang
keluarga. Ify mengerutkan dahi.
“kenapa? Abang mau ngobrol
sama Shilla?” Cakka menggeruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal, lalu
mengangguk. Ify melirik ke arah sahabatnya itu. Ify tersenyum jahil dan
akhirnya mengangguk.
***
“Eh Fy.. gimana
kedaan elo?” senyum di bibirnya pun seketika sirna saat melihat siapa
yang datang. Bodoh sekali ia mengharapkan mawar merah itu dari Gabriel.
Gabriel kan marah padanya. apa yang bisa ia harapkan dari Gabriel
setelah ia mengecewakan laki-laki itu?
Akhirnya Ify duduk di depan Alvin lalu berusaha bersikap sebiasa mungkin.
“elo kenapa? Kok bisa sampe sakit?”
Ify tersenyum samar. “Gak papa kok kak. Mungkin Cuma kecapean. Besok juga sembuh”
“Tapi
elo sakit bukan karna mirikin yang kemarin kan?” Ify mengerutkan
kening. Yang kemarin? Yang mana? Apa Alvin mengetahui pertengkarannya
dengan Gabriel? atau yang di maksud Alvin itu karena masalah antara
dirinya, Alvin dan Sivia?
“Ehh.. maksud gue,,, elo gak
mikirin tentang masalah kita sama Sivia kan?” seolah tau apa yang
dipikirkan Ify, Alvin memperjelas pertanyaannya. Ify malah tersenyum
miring. Karena kejadian itu ia jadi sakit? Kalau hanya itu, Ify pikir ia
hanya tinggal menjelaskannya pada Sivia. Karena ia tahu, Sivia orang
baik dan bukan pendendam.
“Enggak kok. Gue Cuma kecapean..
Oh ya kak...” Ify berpikir sejenak. Apa benar Alvin yang mengirimkannya
mawar merah itu? “Eee.. gue mau Tanya sesuatu..”
“Tanya apa?”
***
Gabriel
masih asik melihat bunga bunga yang bermekaran di toko bunga langganan
mamanya. Bibirnya langsung membentuk sebuah senyuman saat dilihatnya
setangkai mawar berwarna antik di jajaran bunga mawar merah yang juga
sedang bermekaran.
“Ini bunga beneran kan?” Tanya Gabriel.
ia ingin memastika mawar ungu ini memang benar asli. Bukan bunga
plastik atau bunga kertas.
“Ya asli lah Gab. Memang mawar
ungu ini susah di cari.” Gabriel mengangguk-angguk. Membayangkan apakah
Ify akan suka dengan mawa ungu itu. ia sedikit tersenyum, ingin segera
memberikannya pada Ify dan meminta maaf padanya. “Buat cewek lo ya?”
“Eh.. emm kenapa?”
“Bunganya
buat cewek lo?” Gabriel hanya tertawa kecil. Mengerti dengan bahasa
tubuh yang Gabriel sampaikan, Rio, pemilik toko yang memang dekat
dengannya pun ikut tersenyum. “Yang ungunya satu aja ya Yo. Terus
sisanya yang merah aja” Rio pun mengangguk. Lalu ia segera menyuruh
pegawainya untuk melayani pesanan Gabriel.
“Thanks ya Gab.
Jangan bosen bosen elo beli bungan disini” Gabriel pun hanya mengangguk
dan segera meninggalkan tempat itu. ia tak sabar memberikan buke bunga
yang ada di tangannya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar