Jumat, 21 Juni 2013

Sesal (Cerpen)

Sesal 

“Hari ini gue seneng banget. Selain bisa ketemu sama kalian semua, untuk pertama kalinya ada seseorang yang special buat gue datang ke acara Meet and Greet kayak gini.”

Mario Stevano. Siapa yang tak kenal dengan penyanyi yang baru naik daun ini. Penyanyi yang bukan penyanyi karbitan ini sudah memulai karirinya sejak ia masih duduk di bangku SMP. Suaranya sangat merdu. Faktor keberuntungan saja yang baru datang dan melambungkan namanya.

Bisik-bisik para penggemar Rio pun mulai bergemuruh. Mereka sibuk menerka siapa ‘orang spesial’ yang Rio maksud. Laki-laki itu hanya menyengir lebar, sembari menatap geli orang yang ia maksud.


“Ify, nona yang di pojok sana. Thanks ya udah mau datang..” Rio tersenyum samar saat melihat Ify, gadis yang dimaksunya, juga ikut tersenyum. Bukan hanya pandangan Rio saja yang sekarang sedang menatap Ify. Tapi juga puluhan pasang mata yang hadir di acara tersebut.

Rio mulai memetik gitarnya, memainkannya dengan tenang. Suara indahnya memang selalu berhasil memukau siapapun yang mendengarnya. Tapi untuk kali ini, hanya perhatian Ify lah yang seutuhnya tersita untuk Rio. Para penggemar Rio -yang kebanyakan perempuan- malah sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Tentu saja. Dengan mudah siapapun bisa menebak apa yang ada di pikiran orang-orang itu.

Siapa Ify? Pertanyaan itulah yang membuat mereka bisa berpaling dari Rio.

Sedangkan setelah selesai Rio memberikan penampilan terkahirnya untuk meet and greet kali ini, acara langsung diambil alih oleh MC. Dengan sengaja Rio menghampiri Ify yang masih tersipu dengan penampilan Rio.

“Ngapain sih pake persembahkan lagu buat aku segala?” Rio hanya terkekeh mendengar protes dari gadis yang duduk di sebelahnya ini.

“Kenapa? Gak suka?” Rio memalingkan wajahnya tepat di depan wajah Ify. Laki-laki itu tersenyum. Manis sekali.

“Apaan sih ah. Diliatin tuh.” Ify mendorong pelan wajah Rio dari depan wajahnya.

“Bohong banget kalau gak suka. Dari tadi yang senyum sama gue cuma elo aja Fy.” Dengan gemas, Rio mengacak poni Ify yang sedikit menutupi matanya. Gadis itu hanya mendengus sebal sementara Rio terkikik geli.

“Rio, Rio.. kenalin dong siapa orang spesialnya tadi.” Tiba-tiba suara Alvin, MC acaranya ini memotong gurauan antara Rio dan Ify. Rio yang masih tersenyum lebar langsung mengarahkan pandangannya pada pemuda itu.

“Kenapa Vin?” tanya Rio, tak sepenuhnya mendengar apa yang Alvin sampaikan tadi.

“Ciee bercandanya serius banget sih sampai gak dengar omongan gue. Kenalin dong cewek disebelah lo itu. Anak-ana Rise pengen tahu ni Yo.”

Rio hanya tersenyum menanggapi permintaan Alvin. Lalu, dengan tangan kanannya ia menarik Ify untuk ikut bersamanya ke atas panggung.

“Mau kemana?”

“Kenalan sama anak Rise.”

“Aku gak mau Yo.” Bisiknya pelan.

“Tapi gue mau, mereka juga mau.” jawab Rio seenaknya. Dengan sedikit tenaga, ia menarik Ify sampai ke panggung.

Ify mendadak grogi. Ia tak pernah membayangkan akan dikenalkan Rio pada penggemar-penggemar Rio ini. Ditambah lagi, ia kan bukan gadis modis yang mengikuti perkembangan mode. Ia hanya gadis biasa yang beruntung dekat dengan Rio. Untuk pertama kalinya Ify merutuki keberadaannya di dekat Rio.

“Tadi siapa Yo namanya?” Tanya Alvin setelah mereka berdua sampai dan berdiri sejajar dengan Alvin.

“Tanyain sendiri dong Vin namanya siapa. Kan orangnya ada disini juga. Aww..” Rio mengelus tangannya yang terasa sedikit nyeri karena barusaja tangan jahil Ify memutar kulit lengannya. Alvin hanya tersenyum melihat tingkah Ify dan Rio.

“Siapa namanya nona?” tanya Alvin. Alvin memberikan mic yang dipegangnya agar jawaban Ify terdengar oleh semua.

“Namaku Ify.” Jawabnya singkat.

“Oh Ify ya. Udah kenal lama sama Rio?”

“Lama banget. Sepuluh tahun yang lalu mungkin.” Jawabnya sambil berusaha mengingat ingat kapan pertama kali ia bertemu dengan pemuda ini. Ify memang sudah mengenal Rio jauh sebelum Rio menjadi seorang penyanyi.

“Ify ini cewek paling berharga buat gue setelah nyokap gue pastinya.” Dengan bangganya, Rio merangkul Ify. Membuat gadis itu terpaksa harus lebih dekat dengan Rio.

Ify hanya menunduk malu. Ia tak mau melihat reaksi orang-orang di depannya ini. Ia tak siap mendapat tatapan tajam tak menyenangkan dari mereka semua. Tapi tak dipungkiri, pipinya sedikit merona. Ada sesuatu yang membuncah di dadanya, menggelitik perutnya saat Rio mengatakan ialah perempuan paling berharga di hidup Rio.

“Wah kayaknya banyak yang patah hati nih Yo. Kalian pacaran?” tanya Alvin lagi.

Pacar Rio? apakah ia pantas disebut sebagai pacar Rio? gadis biasa seperti dirinya layak disandingkan dengan penyanyi terkenal seperti Rio? pipinya makin merona saja.

Sebelumnya belum ada yang pernah menanyakan hal ini selain keluarganya dan tentu saja keluarga Rio.

“Kita pacaran gak sih Fy?” Rio malah terkekeh sambil menatap Ify.

“Apaan sih?” Ify kembali menjauhkan wajah Rio dari hadapannya. Melihat wajah Rio yang seperti ini sangatlah membuatnya geli.

“Ciee romantis banget sih Rio.” celetuk salah satu penggemar Rio yang hadir. Sontak yang lain pun ikut menyoraki Rio dan Ify.

“Jadi Ify ini pacar elo Yo?” tanya Alvin lagi. Ify menatap Rio yang menyegir lebar. Tentu saja membuat semua yang menanti jawabannya tambah penasaran.

“Gue sama Ify gak pacaran. Ify ini sahabat terbaik gue.” Sepertinya semua penggemar Rio bisa berbafas lega. Karena ternyata pangerannya ini belum ada yang punya.

Rio tersenyum dengan jawabannya. Sedangkah Ify hanya bisa menghela nafas sambil tersenyum. Selamanya, akan tetap sama. ‘Sahabat Terbaik’. Gelar tertinggi yang Rio berikan untuknya.

***

“Gimana Meet and Greet nya Fy?” Ify menoleh sebentar, lalu melihat ibunya yang sedang duduk dengan sebuah majalah di pangkuannya.

“Asik ma.” Jawabnya

“Kok lesu gitu sih?”

“Ify cuma kecapean ma. Disana rame banget. Yang datang banyak banget. Ruangannya penuh.” Jawabnya, lalu kembali melanjutkan perjalannya menuju kamar.

Ify melempas tasnya sembarangan. Ia membanting tubuhnya di atas spring bed empuknya. Entah apa yang dirasakannya kali ini. Sedih? Kecewa? Untuk apa dia sedih? Untuk apa dia kecewa? Toh sebenarnya Rio memang tak pernah mengatakan ‘Ify aku Cinta kamu’ padanya. Seharusnya tak ada yang membutnya sedih atau merasa kecewa.

Tapi semua tingkah laku Rio? Ify memejamkan matanya. Menggingit bibir bawahnya pelan. Pertahanannya luntur sudah. Ify hanya bisa menangis. Meluapkan semuanya sendirian. Semuanya terasa sangat menyiksa. Sesak. Pedih. Hanya itu yang dapat dirasakan.

Tiba-tiba saja, suara indah Rio menggema di kamarnya. Ify memalingkan wajahnya. Ia tahu bukan Rio. hanya suara laki-laki itu yang sengaja Ify rekam saat Rio mencoba menyanyikan lagu yang diciptakan Ify. Nada itu sengaja Ify atur untuk panggilan dari Rio.

Segera Ify menyambar tasnya di atas lantai. Ia segera merogoh ponselnya. Benar saja, wajah Rio terpampang di layar LCD ponsel miliknya.

“Haloo..”

“Fy, suara lo kenapa? Kok kayak yang abis nangis gitu?” Rio memang terlalu mengenal dirinya. Dengan sekali tebakan, laki-laki itu menebak dengan tepat.

“Diluar hujan. Alergi gue kambuh.” Ify berkilah. Untung saja cuaca diluar sangat mendukung. Rio tahu Ify alergi dengan udara dingin.

“Lo selimutan deh Fy. Terus balur pake minyak angin.” Ify hanya tersenyum. Suara Rio disana terdengar khawatir. Suaranya terdengar sama seperti sebelum-sebelumnya, saat Ify harus bersin-bersin karena kedinginan.

Tiba-tiba saja, bayangan tadi siang saat Rio mengatakan ‘Ify ini sahabat terbaik gue’ melintas ke otaknya. Apa selama ini Ify lah yang kegeeran dengan semua perhatian Rio? apa Rio akan terdengar seperti ini bila bukan Ify yang sedang di telepon Rio?

“Fy, lo gak papa kan?” Suara Rio di seberang sana membuatnya tersadar.

“Eh, gak papa kok Yo. Ini juga udah selimutan kok.” Ify berbohong. Selimutan darimana sedangkan Ify masih duduk di lantai.

“Kalau nanti sekitar jam delapan gue ke rumah lo boleh gak Fy? Gue ada yang mau di tanyain nih.” Tentu saja Ify tak akan pernah menolak permintaan Rio. Selagi ia bisa, tak mungkin Ify menolak permintaan Rio. Bahkan, kalaupun alerginya memang kambuh, Ify akan bersedia meluangkan waktu istirahatnya untuk pemuda itu.

Setidaknya, ia merasa dibutuhkan oleh Rio.

“kesini aja Yo. Gue gak papa kok.”

“Oke, nanti gue ke rumah lo yaa..sampai ketemu nanti malam Ify sayang..” Ify hanya tersenyum pedih. Bukan sekali dua kali Rio memanggilnya dengan kata ‘sayang’. Kata itu sudah berteman baik dengan Ify. Tapi Ify harus tahu. Ia hanya sahabat terbaik Rio. Tidak akan bisa lebih!

***

“Ma, Rio ke rumah Ify dulu ya.”

“Malem-malem gini masih aja ke rumah Ify. Ada apa sih Yo disana?” tanya mamanya sambil tersenyum jahil.

“Rio mau ngerjain PR bareng sama Ify. Rio bener-bener gak ngerti sama materi ini.”

“kamu selalu melibatkan Ify di semua masalah kamu. Memangnya Ify gak keberatan sama semua urusan kamu? Ify juga kan punya kepentingan Pribadi Rio” Ify dan Rio memang tak sekolah di sekolah yang sama. Pantas saja tak ada yang tahu Ify dekat dengan Rio. karena setelah Rio terkenal, Ify tak pernah jalan-jalan atau pergi keluar bersama Rio.

“Ifynya aja gak keberatan kok ma. Aku pergi dulu ya.”

***

Setengah jam sudah Ify menunggu Rio menyelesaikan pekerjaan rumahnya itu. Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam. Sebelumnya Ify memang menjelaskan tentang materi pekerjaan rumah Rio ini.

Ify mengintip dari balik novel yang sedari tadi di bacanya. Dilihatnya kepala Rio menempel pada meja kaca ruang tamu rumah Ify. Ify turun dari kursinya, menghampiri Rio.

Ify melihat laki-laki itu tertidur dengan pensil yang masih dipegangnya. Wajahnya tampak lelah. Ify tahu, tadi malam Rio mengisi acara di salah satu stasiun TV swasta di Indonesia sampai hampir subuh. Paginya, Rio harus menghadiri acara meet and greet. Pantas saja bila sekarang laki-laki itu mengantuk.

Ify mengambil buku yang berisi soal-soal pekerjaan rumah Rio. laki-laki itu baru selesai mengerjakan lima soal dari empat puluh soal yang ada. Ify kembali melihat Rio yang tertidur.

Entah dorongan dari mana, Ify mengusap pelan pipi Rio, lalu keningnya. Membuat wajah tegang Rio sedikit rileks. Ify mengusap rambutnya.

“Andai kamu tahu Yo. Aku sayang banget sama kamu. Bahkan aku Cinta sama kamu..”

Ify segera mengambil pensil yang masih ada dalam genggaman Rio. untung saja PR Rio kali ini adalah mata pelajaran matematika. Setidaknya, Ify bisa menulis angka-angka itu semirip mungkin dengan tulisan Rio. Ify tak akan tega membangunkan Rio.

Satu jam berlalu, Ify melihat jam dinding yang tergantung di dinding ruang tamunya. Sudah pukul sepuluh. Ify melihat Rio yang masih tertidur dengan posisinya.

PR Rio sudah beres. Segera Ify membereskan alat tulis Rio. lalu memasukkannya ke dalam tasnya.

Ify kembali mengusap pipi pemuda Ify. Kali ini berniat membangunkannya.

“Yo, bangun. Udah malem loh..” tak lama, Ify melihat Rio membuka matanya. Laki-laki itu terlihat lingling.

“Engg.. gue ketiduran ya?” Tanya Rio sambil mengucek matanya.

“Pulang gih. Udah malem.”

“PR gue?”

“Udah selesai kok. Sana pulang. Udah malem banget Yo. Nih tasnya.” Ify memberikan tas Rio.

“tapi kan baru beberapa yang gue kerjain. Masa udah selesai?”

“kamu gak percaya sama aku? Udah sana pulang. Bahaya kalau pulang malam-malam.” Ify mendorong Rio sampai ke pintu. Rio hanya menurut.

“thanks yaa Fy.” Ify hanya mengangguk.

“Eh Yo..” Rio kembali menoleh.

“Kenapa?”

“Emm.. bulan Juni nanti aku kan udah mulai kuliah. Kamu mau gak kosongin jadwal kamu sehari aja buat aku sebelum aku pergi?”Rio mengerutan kening, tapi lalu tersenyum. “Pasti. Tapi itu kan masih 5 bulan lagi.”

“Biar kamu gak ngambil job aja. Tanggal dua ya? Pagi-pagi. Soalnya sorenya aku berangkat” Rio mengangguk. Ify tersenyum kecil.

“Gue pulang dulu ya Fy.” Ify mengangguk lalu menunggu sampai Rio tak terlihat lagi oleh matanya.

***

‘Aku cinta sama kamu’ kata-kata itu terngiang di telinganya. Rio merasa Ify mengatakan kalimat itu padanya. Entahlah itu mimpi atau bukan. Yang pasti, suara itu terdengar begitu jelas menyapa indera pendengarannya. Apakah hanya mimpi? Tapi semuanya terasa begitu nyata.

“Ify cinta sama gue?” tanyanya pada dirinya sendiri. Semuanya berkecamuk dalam pikirannya. Kalau memang kata-kata itu benar adanya, ingin sekali Rio membalasnya. Dan mengatakan ‘Aku juga cinta sama kamu Fy’.

Tapi rasanya tak mungkin. Mana mungkin Ify suka padanya. Dulu, Rio berniat untuk menembak Ify, namun belum apa-apa Rio sudah di tolak Ify mentah-mentah.

‘Aku gak mau punya pacar artis. makan ati deh alau pacaran sama artis’ begitulah katanya. Rio tak ingin hubungannya dengan Ify merenggang bila ia tetap nekad.

“Gue bakal cari tahu, apa lo bener ngomong itu sama gue Fy.”

Rio teringat permintaan Ify. Ia segera menghubungi managernya dan meminta untuk mengosongkan jadwalnya untuk hari yang Ify minta.

Ia bertekad, bagaimanapun reaksi Ify ia akan tetap mengungkapkan perasaannya sebelum Ify pergi nanti.

***

“Yo, kita semua mau pergi. Kamu mau ikut?”

“Males ma. Aku ngantuk..” jawabnya sambil embali merapatkan selimutnya. Mama Rio hanya bisa menggelengkan kepalanya. Anak lusungnya ini memang baru pulang dari luar kota.

“Ya udah. Baik, baik di rumah Yo..”

“Iyaaa…”

Sedangkan di tempat lain, Ify memandangi kardus-kardus besar yang ada di kamarnya. Beberapa jam lagi ia akan meninggalkan kota ini. Kota kelahirannya. Kota yang menyimpan berjuta kenangan untuknya.

Ify segera meraih ponselnya. Ia mengetik beberapa kata untuk dikirimkannya pada pemuda yang berjanji akan menemaninya seharian ini.

To : Rio
Yo, jangan lupa hari ini di taman biasa. Jangan telat yaa..

Sent!

Ify tersenyum tipis.

***

Dengan gelisah Ify masih menunggu kedatangan laki-laki itu. Lebih dari satu jam Ify menunggu Rio di bangku taman ini. Mungkin sudah ratusan pasang kaki yang melangkah di depannya. Tapi tak satupun dari mereka adalah orang yang Ify harapkan datang.

Ify masih berusaha berfikir positif. Rio baru pulang setelah mengisi acara tadi malam. Mungkin Rio akan sedikit telat.

Namun, perasanaannya sudah mulai kacau setelah empat jam Ify menunggu. Rio tak datang? Matahari sudah meninggi. Taman pun mulai sepi.

‘Kamu dimana Yo?’ tanyanya dalam hati. ‘Apa aku begitu gak pentingnya sampai kamu lupa sama janji kamu’

Hatiya mulai gundah. Sesak itu kembali muncul. Salahkan bila Ify menginginkan Rio mempRioritaskan dirinya? Selama ini ia selalu mengingat baik-baik apapun yang Rio katakana padanya. Salahkan bila ia ingin Rio mengingat hari ini?

Ify kembali menghubungi Rio. berharap laki-laki itu akan datang. Namun, yang menjawab malah si wanita dengan kata-kata khasnya.

Matahari memang bersinar cerah. Namun tidak dengan hatinya. Rio mengingkari janjinya! Hanya itu yang bisa ia simpulkan.

***

Rio mengerjapkan matanya. Rasanya sangat nyaman sekali setelah tadi malam ia berhasil mengguncang kota yang baru didatanginya. Untung saja hari ini tak ada jadwal untuknya. Rio segera meraih ponselnya.

“Mending gue ajak Ify jalan-jalan deh” katanya. Rio lupa ponselnya memang mati sejak kemarin. Rio segera mengisi baterai ponselnya, lalu ia mengaktifkan ponselnya.

Beberapa pesan langsung masuk ke ponselnya. Rio tersenyum saat melihat nama Ifylah yang menjadi salah satu pengirim pesan itu.

From : Ify
I am very disappointed!

“Oh My God!” Rio baru sadar ia ada janji dengan Ify. Rio melihat jam di ponselnya. 04:12 PM . segera ia memencet angka 1 yang sudah ia setting untuk nomor Ify.

“Fy, elo dimana?” tanyanya begitu ia mendengar suara sapaan dari Ify. “Gue mau ketemu sama elo Fy.”

“Aku udah di Bandung.”

“Apa?” Ify sudah pergi? Meninggalkannya?

“Jaga diri baik baik ya Yo. Jadilah Rio yang lebih mandiri. Jangan terus ketergantungan sama aku.”

“Fy, Sorry..”

“Aku emang kecewa. Tapi aku tetep sahabat kamu. Akan akan tetep jadi sahabat kamu.”

“Fy Gue…” Rio benar-benar kehilangan kata kata.

“Aku gak aan pernah bisa marah sama kamu. Aku terlalu sayang sama kamu Yo. Mau kamu kecewain aku sampai gimanapun, aku gak akan pernah bisa marah sama kamu. Aku sayang sama kamu. I really really love you. Tapi aku tau, aku Cuma sahabar terbaik kamu.”

“Fy, tapi-” tut tut tut..

Sambungan telepon Rio pun terputus scara sepihat. “I love you too Ify.”


***

1 komentar:

  1. Huaaaa;((( keren!! Aku suka banget, dr kata2 yg enak buat dibaca, dialog nya yg simple tp bermakna hahaha. Sayang bgt ending ny gantung.. Semangat trus buat nuliss;)

    BalasHapus