Jumat, 21 Juni 2013

About Us [14] Kabar Baik, Kabar Buruk..

About Us [14] Kabar Baik, Kabar Buruk..


Mendengar suara itu, Ify cepat mendongak dan mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk kelasnya. Memang seperti dugaannya, itu suara Shilla. Gadis itu datang dengan senyum lebarnya bersama seorang laki-laki, yang Ify ketahui bernama Cakka, adik kelasnya yang juga akhir-akhir ini sering sekali terlihat bersama Shilla saat Rio mulai mengantar jemput dirinya.

Kalau Shilla bersama Cakka, lantas kemana laki-laki itu? Memang sejak tadi pagi Ify tak melihat barang ujung batang hidungnya. Tak menjemputnya –seperti yang pernah Ify minta-, tidak muncul bersama Shilla dan tak memberi kabar. Apa terjadi sesuatu padanya sampai-sampai ia tak muncul di sekolah?


Ify segera mengusir segala kekhawatirannya. Tidak. Untuk apa ia menghawatirkan laki-laki itu? Bukan urusannya kalau terjadi apa-apa dengan laki-laki itu. Siapa Ify harus peduli padanya? Tapi tak ia pungiri, rasa kecewa yang dirasakannya kali ini hampir menyamai rasa kecewa Ify saat ia mulai mengerti dan mengetahui ketidak beradaan sosok seorang ayah disisinya. Entah harus merasa lega atau malah sebaliknya. Mungkin ini memang yang terbaik untuknya. Lebih baik ia tahu sejak awal bagaimana laki-laki itu mempermainkannya daripada nanti setelah ia benar-benar percaya pada laki-laki itu.

“Fy!!” Ify tersentak mendengar suara ‘cempreng’ khas sahabatnya itu. Ify mengusap telinganya lalu mendongak melihat Prissy yang pasti sudah ada di sebelahnya.

“Apaan sih lo. Budeg lama-lama gue deket sama lo.” Prissy hanya menyengir lebar yang ditanggapi Ify dengan gelengan kepala.

“Ayo pulang.. gerbang udah dibuka tuh.” Prissy segera merapihkan alat tulisnya dan memasukannya ke dalam tas kuning miliknya. Sejak tadi pagi, KBM di sekolah mereka memang sedang tidak berjalan dengan baik. Semua guru mengikuti kegiatan pelatihan demi melancarkan proses penghapusan huruf ‘R’ pada gelar sekolah mereka. Rencananya, sekolah ini akan meninggalkan huruf ‘R’ itu pada tahun ajaran baru tahun depan. Dan resmilah seolah itu menjadi sekolah bertaraf Internasional.

“Tau gini gue gak sekolah deh. Mending di rumah, bisa tidur kali ya..”

“Emm..”

“Kenapa Pris?” Prissy langsung terlihat linglung saat Ify bertanya. Tak lama, gadis itu tersenyum dan menggeleng. “Fy, gue main ke rumah lo ya?” Ify segera mengguk walau sebenarnya ia menagkap sesuatu yang berbeda dari sahabatnya ini. Kalaupun memang apa yang Prissy sembunyikan, biarlah Prissy yang memilih untuk menyimpannya atau membagi masalahnya pada Ify.

“Yuk,.”Ify mengangguk lalu mengikuti langkah Prissy keluar dari kelasnya. Baru saja Ify dan Prissy ingin keluar dari kelas mereka, segerombolan anak kelas XII berlari-lari kecil ke arah lapangan upacara. Bukan hanya Ify dan Prissy yang penasaran, teman-teman sekelas mereka pun penasaran dan akhirnya ikut lari keluar kelas, membuat pintu penuh dan menghalangi Ify dan Prissy untuk keluar kelas.

“Ada apa sih?” Ify sempat mendengar Rahmi, teman sekelasnya bertanya pada salah seorang dari gerombolan itu.

“Ada anak kelas dua belas ada yang jogged-joged gitu di lapangan.”

“Siapa?”

“Gak tahu. Ini gue juga mau liat.”

Ify dan Prissy saling pandang. Ada anak kelas dua belas yang jogged-joged di tengah lapangan? Mau ngapain dia? Sepertinya anak itu sudah mulai lelah dengan tugas sekolah sampai ia mempermalukan dirinya sendiri di depan seluruh siswa sekolah.

“Pulang aja ya Pris. Gue udah cape banget nih.” Ify mengeluh saat melihat raut penasaran tergambar di wajah Prissy.

“Please..” Prissy menyatukan dua telapak tangannya dan menyimpannya di depan wajahnya. Sambil tersenyum memelas, Prissy meminta Ify untuk sebentar saja melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Ify menghela nafas, lalu menggangguk kecil. Wajah Prissy berubah sumringah. Tak menunggu detik berikutnya, Prissy menarik pergelangan tangan Ify untuk melihat ke lapangan upacara.

Semakin dekat semakin terdengar suara salah satu penyanyi dangdut Indonesia. Menurut Ify, ini lagu fenomenal yang pasti ada di setiap hiburan acara yang diadakan sekolahnya. Entah itu pada acara MOS, HUT sekolah, atau acara perpisahan sekalipun. ‘Dangdut is the music of my country’ rasanya tidak afdol bila aliran musik yang satu itu tidak diperdengarkan.

Betapa takjubnya Ify dan Prissy melihat banyaknya siswa-siswi yang juga penasaran. Dengan sekejap, lapangan sekolahnya berubah menjadi lautan manusia. Ify yang (juga menjadi) penasaran ikut menjinjitkan kakinya agar bisa melihat ke depan.

“Aduh, gak keliatan..” keluh Prissy sambil terus menarik Ify mencari jalan yang cukup lenggang untuk mereka terobos jajaran anak-anak yang ada di depan mereka. “Sorry, permisi..” dengan mudah, Ify dan Prissy bisa menyeludup diantara ana-anak kelas sepuluh. Sepertinya mereka tak berani melawan kakak kelasnya. Dan akhirnya, dengan susah payah Ify dan Prissy bisa sampai di barisan paling depan.

“Fy, itu kan??” Prissy menunjuk orang yang sedang berjoged-joged tak jelas di atas podium. Ify memandang Prissy, begitu juga dengan Prissy. “Ngapain dia disana?”

“Pris, udah kan liatnya? Ayo pulang.” Tanpa menunggu jawaban sahabatnya itu, Ify segera menarik Prissy untuk pulang.

“Ify, mau kemana.?” rupanya laki-laki itu telah menangkap sosok Ify disana. Dengan microfon di tangannya, Rio menahan Ify untuk pergi dari sana. Terpaksa Ify mengurungkan niatnya. Selain karena panggilan Rio, tapi juga karena tiba-tiba saja semua pandangan beralih menatapnya. Dan rupanya barisan di belakang sana makin rapat saja karena Rio menyebutkan namanya.

Tiba-tiba kaki Ify melemas saat Rio menghampirinya. Pipinya memerah. Antara malu dan deg-degan. Rio semakin mendekat, dan akhirnya laki-laki itu menarik Ify menuju podium lapangan.

“Fy, aku gak tau lagi harus minta maaf sama kamu kayak gimana. Aku udah jelasin semuanya sama kamu, tapi kamu gak percaya. Kalau memang kamu lebih percaya sama apa yang kamu lihat, ini buktinya Fy. Biar semua tau, kalau aku sayang sama kamu. Biar semua tau, kalau aku serius sama kamu.” Wajah Rio berubah serius. Tangannya masih menggenggam sebelah lengan Ify. Sorak sorai siswa-siswi terdengar sampai penjuru sekolah. Namun Rio tak menghiraukan. Ia masih memandang Ify penuh harap. Gadis itu hanya diam, membuang muka.

“Kamu percaya kan sama aku Fy ?” tiba-tiba saja bayangan Rio saat membonceng Vara melintas di pikirannya. Tentang ia yang tak tahu siapa ayah kandungnya. Ify benar-benar tak bisa melupakan itu semua. Kekecewaannya terhadap laki-laki terlalu menyakitkan.

Ify manarik nafas, lalu menghempaskan tangannya yang digenggam Rio kasar. Ify cepat berlari meninggalkan Rio yang terkejut sekaligus binggung. Secepat mungkin ia ingin meninggalkan tempat itu.

Ify masih bisa mendengar laki-laki itu menyerukan namanya, namun Ify tak peduli. Ia hanya ingin sekejap saja lenyap dari bumi ini.

***

Prissy yang mengira hubungan Rio dan Ify akan membaik setelah ini pun ikut bingung. Tiba-tiba saja ia melihat Ify menghempaskan kasar lengan Rio, lalu gadis itu pergi berlari begitu saja. Prissy melihat Rio berniat mengejar Ify, namun segera ia tahan.

“Gue dulu ya yang ngomong sama Ify. Nanti gue kasih tau elo kalau Ify udah mendingan.” Prissy masih melihat kebingungan di wajah Rio saat laki-laki mengangguk menyetujui usulnya. Prissy tersenyum simpati lalu ikut berlari negejar Ify.

Sampai Prissy bisa keluar dari kerumunan itu, ia tak melihat Ify dimanapun. Prissy menghela nafas, berfikir kira-kira Ify berlari kemana. Akhirnya ia hanya mengikuti langkah kakinya membawa raganya berlari.

Sampai Prissy diatas gedung sekolahnya,tapat di depan sebuah ruangan dengan dinding kaca tempat tanaman-tanaman apotek hidup ditanam, Prissy mendengar suara isakkan seorang perempuan. Prissy mendongakan kepala dan akhirnya menemukan Ify duduk meringkuk memeluk lututnya dengan bahu yang bergerak naik turun.

“Fy,,” Prissy menyentuh bahu sahabatnya itu, lalu memeluk Ify dari belakang. Prissy bisa merasakan badan Ify yang bergetar semakin cepat. Prissy mengelus rambut Ify pelan. Membiarkan gadis itu membagi kasedihannya dulu dengan tangisnya.

Setelah sekian lama, Prissy mengendurkan pelukannya dan tak lagi merasakan tubuh Ify yang bergetar. “Fy, lo kenapa?” tanya Prissy hati-hati. Ify tak menjawab. Mungkin sekarang Ify bisa lebih tenang. Prissy meraih ponselnya dan segera member kabar pada Rio.

***

Rio segera berlari setelah mendengar isi pesan Prissy yang dibacakan Shilla. Dipikirannya hanya ada satu nama. Ify, Ify dan Ify. Rio tak menyangka reaksi Ify akan seperti ini. Yang ia bayangkan, Ify akan luluh dan akhirnya memaafkannya dan percaya padanya bahwa ia dan Vara tidak ada hubungan apapun.

Rio segera berbelok dan naik menuju lantai tiga sekolahnya. Langkahnya melambat saat melihat bayangan Ify dan Prissy diujung atap sekolahnya. Masih terdengar isakan Ify. Sungguh Ia tak suka melihat Ify menangis. Ia tak suka gadisnya itu menderita. Rio memegang dadanya. Lagi-lagi rasa ini kembali ada. sakit, seperti benar-benar ia yang merasakan.

“Ify..” Rio menegur gadis itu. Entah karena kaget atau bagaimana, Ify langsung tersentak mendengar suaranya dan segera berdiri. Gadis itu masih membelakanginya.

“Fy, sorry..” Prissy mundur beberapa langkah saat Rio datang. Ia tahu ia dalam posisi yang tidak tepat. Prissy tak mau ikut campur, ia hanya mengamati Ify dan Rio dari jauh sama.

Tiba-tiba saja Ify menoleh dan berlalu begitu saja. Namun kali ini Rio berhasil menahannya dan akhirnya membuat Ify tetap berada di tempatnya. “Fy, aku gak suka liat kamu nangis kayak gini.” Rio mengangkat tangannya berniat menghapus air mata gadis itu. Namun Ify lebih dulu memalingkan muka membuat Rio mengurungkan niatnya. “Fy, ak—”

“Puas lo bukin gue malu hah?” Rio menggelengkan kepala. Bukan, bukan itu maksudnya. Rio hanya ingin tahu bahwa ia benar-benar menyayangi Ify. “Lo bikin seolah-olah gue itu orang yang paling bego karena gak maafin lo!”

“Fy, bukan gitu. Aku cuma mau kamu tau aku sayang sama kamu.”

“Jadi menurut lo gue serendah itu? Gue bisa dirayu dengan adegan romantis lo itu? Iya?”

“Fy, buk—”

“Gue bukan kayak cewek-cewek diluar sana. Gue gak akan pernah percaya sama laki-laki macem lo. Yang bisanya ngerayu. Sok romantis lagi.” Ify tersenyum miring.

“Fy, please..” Ify tak mendengarkan apa yang Rio ucapkan.

“Rio lepas!” Ify yang berusaha melepaskan cengkraman tangan Rio di pergelangan tangannya merasa kesulitan. Cengkraman tangan Rio begitu kencang menahannya.

“Rio lepas!” sekali lagi Ify meronta.

“Fy, dengerin ak—”

“Rio, lepasin gue gak!”

“Ify bisa gak sih kamu dengerin aku dulu!” oh tidak. Rio merutuki perbuatannya. Ify tak suka dibentak. Rio melihat raut terkejut itu di wajah Ify.

“Oke, lo bentak gue lagi.” Suara Ify kembali terasa bergetar. Rio semakin merasa bersalah. Ify menarik lengannya dan akhirnya pergi.

Prissy sempat menahan gadis itu. Namun yang ada, Prissy ikut-ikutan kena amukan Ify. Rio hanya bisa mengacak rambutnya prustasi. Rio kenapa kau ini..

***

“Fy, ada telepon nak..”

“Siapa ma?” sahutnya tak bersemangat. Siapa yang meneleponnya malam-malam begini.

“Mamanya Prissy.” Jawab mama Ify diluar sana. Tumben mama Prissy menelepon. Semalam ini pula. Ify segera bangkit dan menyempatkan diri membasuk mukanya yang kusut karena kejadian tadi di sekolah. Setelah sedikit merasa segar, Ify segera menerima telepon itu.

“Halo..” sapanya memulai pembicaraan.

“Fy, Prissy sama kamu?” Ify mengerutkan kening.

“Enggak tante. Dari pulang seolah tadi, saya gak sama Prissy.” Terdengar hembusan nafas berat dari ujung telepon. “Memangnya Prissy gak di rumah. Tan?”

“Prissy belum pulang dari tadi siang. Tante kira dia ada di rumah kamu. Tapi sampai semalam ini, Prissy belum juga pulang.” Ify segera melihat jam dinding terdekat yang ada di rumahnya. jam itu menunjukan pukul sepuluh kuran sepuluh malam. “Tante pikir Prissy menginap disana. Tapi sampai sekarang Prissy gak menghubungi tante.”

“Tante udah coba menghubungi ponselnya?”

“Sudah. Tapi nomornya gak aktif. Tante khawatir sekali.” Masalah satu belum selesai, datang masalah baru. Prissy menghilang. Ify jadi teringat ketika Prissy meminta main di rumahnya dan saat ia kembali rebut dengan Rio, Ify bilang Ify tak mau dinganggu saat Prissy berusaha menahannya.

“Nanti Ify coba tanya temen-temen. Siapa tau ponsel Prissy lowbat terus dia lupa ngabarin tante.”

“Terima kasih Ify. Kalau kamu dapat kabar dari Prissy, jangan lupa kabari tante.”

“Iya tante..” sambungan telepon pun berakhir. Ify kembali menyimpan teleponnya di tempatnya. Prissy menghilang? Ify merasa dirinya ikut andil dalam hilangnya sahabatnya ini. Saat Prissy meminta berkunjung ke rumahnya, gadis itu sepertinya ingin menceritakan sesuatu. Namun dengan keegoisannya, Ify kemudian meminta Prissy tak menemaninya dulu.

“Ma, Ify boleh keluar sebentar?” Mama Ify tentunya heran dengan permintaan putrinya.

“Kemana malam-malam begini?”

“Ada urusan sebentar sama temen.”

“Semalam ini? Suruh aja temanmu datang kesini. Ini terlalu malam Fy.”

“tap—”

Tok.. Tok.. Tok..

Terdengar suara ketukan pintu dari pintu depan. Mama ngangkat kedua alisnya dan tersenyum.

“Mungkin itu temanmu? Buka sana.” Ify menurut saja disuruh membuka pintu. Siapa yang bertamu malam-malam begini? Tak mungkin teman Ify karena sebenarnya Ify tak punya janji dengan siapa pun. Ify hanya ingin mengeceksuatu tempat yang memiliki kemungkinan terbesar Prissy berada disana.

Ify membuka pintu, namun baru beberapa saat Ify membuka pintu itu, tangannya reflek kembali membanting pintu jati itu.

“Fy, please. Kali ini ijini aku ngomong. Aku tau nomor ponsel Alvin dan tempat tinggalnya.” Ify yang berusaha mendorong pintu itu seketika terdiam. Ia mambiarkan Rio mendorong pintunya dari luar. Nomor Alvin? Itukan yang selama ini ia cari?
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar