About Us [14] Kabar Baik, Kabar Buruk..
Mendengar suara itu, Ify cepat mendongak dan mengalihkan
pandangannya ke arah pintu masuk kelasnya. Memang seperti dugaannya, itu
suara Shilla. Gadis itu datang dengan senyum lebarnya bersama seorang
laki-laki, yang Ify ketahui bernama Cakka, adik kelasnya yang juga
akhir-akhir ini sering sekali terlihat bersama Shilla saat Rio mulai
mengantar jemput dirinya.
Kalau Shilla bersama Cakka, lantas kemana laki-laki itu? Memang
sejak tadi pagi Ify tak melihat barang ujung batang hidungnya. Tak
menjemputnya –seperti yang pernah Ify minta-, tidak muncul bersama
Shilla dan tak memberi kabar. Apa terjadi sesuatu padanya sampai-sampai
ia tak muncul di sekolah?
Ify segera mengusir segala kekhawatirannya. Tidak. Untuk apa ia
menghawatirkan laki-laki itu? Bukan urusannya kalau terjadi apa-apa
dengan laki-laki itu. Siapa Ify harus peduli padanya? Tapi tak ia
pungiri, rasa kecewa yang dirasakannya kali ini hampir menyamai rasa
kecewa Ify saat ia mulai mengerti dan mengetahui ketidak beradaan sosok
seorang ayah disisinya. Entah harus merasa lega atau malah sebaliknya.
Mungkin ini memang yang terbaik untuknya. Lebih baik ia tahu sejak awal
bagaimana laki-laki itu mempermainkannya daripada nanti setelah ia
benar-benar percaya pada laki-laki itu.
“Fy!!” Ify tersentak mendengar suara ‘cempreng’ khas sahabatnya itu.
Ify mengusap telinganya lalu mendongak melihat Prissy yang pasti sudah
ada di sebelahnya.
“Apaan sih lo. Budeg lama-lama gue deket sama lo.” Prissy hanya menyengir lebar yang ditanggapi Ify dengan gelengan kepala.
“Ayo pulang.. gerbang udah dibuka tuh.” Prissy segera merapihkan
alat tulisnya dan memasukannya ke dalam tas kuning miliknya. Sejak tadi
pagi, KBM di sekolah mereka memang sedang tidak berjalan dengan baik.
Semua guru mengikuti kegiatan pelatihan demi melancarkan proses
penghapusan huruf ‘R’ pada gelar sekolah mereka. Rencananya, sekolah ini
akan meninggalkan huruf ‘R’ itu pada tahun ajaran baru tahun depan. Dan
resmilah seolah itu menjadi sekolah bertaraf Internasional.
“Tau gini gue gak sekolah deh. Mending di rumah, bisa tidur kali ya..”
“Emm..”
“Kenapa Pris?” Prissy langsung terlihat linglung saat Ify bertanya.
Tak lama, gadis itu tersenyum dan menggeleng. “Fy, gue main ke rumah lo
ya?” Ify segera mengguk walau sebenarnya ia menagkap sesuatu yang
berbeda dari sahabatnya ini. Kalaupun memang apa yang Prissy
sembunyikan, biarlah Prissy yang memilih untuk menyimpannya atau membagi
masalahnya pada Ify.
“Yuk,.”Ify mengangguk lalu mengikuti langkah Prissy keluar dari
kelasnya. Baru saja Ify dan Prissy ingin keluar dari kelas mereka,
segerombolan anak kelas XII berlari-lari kecil ke arah lapangan upacara.
Bukan hanya Ify dan Prissy yang penasaran, teman-teman sekelas mereka
pun penasaran dan akhirnya ikut lari keluar kelas, membuat pintu penuh
dan menghalangi Ify dan Prissy untuk keluar kelas.
“Ada apa sih?” Ify sempat mendengar Rahmi, teman sekelasnya bertanya pada salah seorang dari gerombolan itu.
“Ada anak kelas dua belas ada yang jogged-joged gitu di lapangan.”
“Siapa?”
“Gak tahu. Ini gue juga mau liat.”
Ify dan Prissy saling pandang. Ada anak kelas dua belas yang
jogged-joged di tengah lapangan? Mau ngapain dia? Sepertinya anak itu
sudah mulai lelah dengan tugas sekolah sampai ia mempermalukan dirinya
sendiri di depan seluruh siswa sekolah.
“Pulang aja ya Pris. Gue udah cape banget nih.” Ify mengeluh saat melihat raut penasaran tergambar di wajah Prissy.
“Please..” Prissy menyatukan dua telapak tangannya dan menyimpannya
di depan wajahnya. Sambil tersenyum memelas, Prissy meminta Ify untuk
sebentar saja melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Ify menghela nafas, lalu menggangguk kecil. Wajah Prissy berubah
sumringah. Tak menunggu detik berikutnya, Prissy menarik pergelangan
tangan Ify untuk melihat ke lapangan upacara.
Semakin dekat semakin terdengar suara salah satu penyanyi dangdut
Indonesia. Menurut Ify, ini lagu fenomenal yang pasti ada di setiap
hiburan acara yang diadakan sekolahnya. Entah itu pada acara MOS, HUT
sekolah, atau acara perpisahan sekalipun. ‘Dangdut is the music of my
country’ rasanya tidak afdol bila aliran musik yang satu itu tidak
diperdengarkan.
Betapa takjubnya Ify dan Prissy melihat banyaknya siswa-siswi yang
juga penasaran. Dengan sekejap, lapangan sekolahnya berubah menjadi
lautan manusia. Ify yang (juga menjadi) penasaran ikut menjinjitkan
kakinya agar bisa melihat ke depan.
“Aduh, gak keliatan..” keluh Prissy sambil terus menarik Ify mencari
jalan yang cukup lenggang untuk mereka terobos jajaran anak-anak yang
ada di depan mereka. “Sorry, permisi..” dengan mudah, Ify dan Prissy
bisa menyeludup diantara ana-anak kelas sepuluh. Sepertinya mereka tak
berani melawan kakak kelasnya. Dan akhirnya, dengan susah payah Ify dan
Prissy bisa sampai di barisan paling depan.
“Fy, itu kan??” Prissy menunjuk orang yang sedang berjoged-joged tak
jelas di atas podium. Ify memandang Prissy, begitu juga dengan Prissy.
“Ngapain dia disana?”
“Pris, udah kan liatnya? Ayo pulang.” Tanpa menunggu jawaban sahabatnya itu, Ify segera menarik Prissy untuk pulang.
“Ify, mau kemana.?” rupanya laki-laki itu telah menangkap sosok Ify
disana. Dengan microfon di tangannya, Rio menahan Ify untuk pergi dari
sana. Terpaksa Ify mengurungkan niatnya. Selain karena panggilan Rio,
tapi juga karena tiba-tiba saja semua pandangan beralih menatapnya. Dan
rupanya barisan di belakang sana makin rapat saja karena Rio menyebutkan
namanya.
Tiba-tiba kaki Ify melemas saat Rio menghampirinya. Pipinya memerah.
Antara malu dan deg-degan. Rio semakin mendekat, dan akhirnya laki-laki
itu menarik Ify menuju podium lapangan.
“Fy, aku gak tau lagi harus minta maaf sama kamu kayak gimana. Aku
udah jelasin semuanya sama kamu, tapi kamu gak percaya. Kalau memang
kamu lebih percaya sama apa yang kamu lihat, ini buktinya Fy. Biar semua
tau, kalau aku sayang sama kamu. Biar semua tau, kalau aku serius sama
kamu.” Wajah Rio berubah serius. Tangannya masih menggenggam sebelah
lengan Ify. Sorak sorai siswa-siswi terdengar sampai penjuru sekolah.
Namun Rio tak menghiraukan. Ia masih memandang Ify penuh harap. Gadis
itu hanya diam, membuang muka.
“Kamu percaya kan sama aku Fy ?” tiba-tiba saja bayangan Rio saat
membonceng Vara melintas di pikirannya. Tentang ia yang tak tahu siapa
ayah kandungnya. Ify benar-benar tak bisa melupakan itu semua.
Kekecewaannya terhadap laki-laki terlalu menyakitkan.
Ify manarik nafas, lalu menghempaskan tangannya yang digenggam Rio
kasar. Ify cepat berlari meninggalkan Rio yang terkejut sekaligus
binggung. Secepat mungkin ia ingin meninggalkan tempat itu.
Ify masih bisa mendengar laki-laki itu menyerukan namanya, namun Ify
tak peduli. Ia hanya ingin sekejap saja lenyap dari bumi ini.
***
Prissy yang mengira hubungan Rio dan Ify akan membaik setelah ini
pun ikut bingung. Tiba-tiba saja ia melihat Ify menghempaskan kasar
lengan Rio, lalu gadis itu pergi berlari begitu saja. Prissy melihat Rio
berniat mengejar Ify, namun segera ia tahan.
“Gue dulu ya yang ngomong sama Ify. Nanti gue kasih tau elo kalau
Ify udah mendingan.” Prissy masih melihat kebingungan di wajah Rio saat
laki-laki mengangguk menyetujui usulnya. Prissy tersenyum simpati lalu
ikut berlari negejar Ify.
Sampai Prissy bisa keluar dari kerumunan itu, ia tak melihat Ify
dimanapun. Prissy menghela nafas, berfikir kira-kira Ify berlari kemana.
Akhirnya ia hanya mengikuti langkah kakinya membawa raganya berlari.
Sampai Prissy diatas gedung sekolahnya,tapat di depan sebuah ruangan
dengan dinding kaca tempat tanaman-tanaman apotek hidup ditanam, Prissy
mendengar suara isakkan seorang perempuan. Prissy mendongakan kepala
dan akhirnya menemukan Ify duduk meringkuk memeluk lututnya dengan bahu
yang bergerak naik turun.
“Fy,,” Prissy menyentuh bahu sahabatnya itu, lalu memeluk Ify dari
belakang. Prissy bisa merasakan badan Ify yang bergetar semakin cepat.
Prissy mengelus rambut Ify pelan. Membiarkan gadis itu membagi
kasedihannya dulu dengan tangisnya.
Setelah sekian lama, Prissy mengendurkan pelukannya dan tak lagi
merasakan tubuh Ify yang bergetar. “Fy, lo kenapa?” tanya Prissy
hati-hati. Ify tak menjawab. Mungkin sekarang Ify bisa lebih tenang.
Prissy meraih ponselnya dan segera member kabar pada Rio.
***
Rio segera berlari setelah mendengar isi pesan Prissy yang dibacakan
Shilla. Dipikirannya hanya ada satu nama. Ify, Ify dan Ify. Rio tak
menyangka reaksi Ify akan seperti ini. Yang ia bayangkan, Ify akan luluh
dan akhirnya memaafkannya dan percaya padanya bahwa ia dan Vara tidak
ada hubungan apapun.
Rio segera berbelok dan naik menuju lantai tiga sekolahnya.
Langkahnya melambat saat melihat bayangan Ify dan Prissy diujung atap
sekolahnya. Masih terdengar isakan Ify. Sungguh Ia tak suka melihat Ify
menangis. Ia tak suka gadisnya itu menderita. Rio memegang dadanya.
Lagi-lagi rasa ini kembali ada. sakit, seperti benar-benar ia yang
merasakan.
“Ify..” Rio menegur gadis itu. Entah karena kaget atau bagaimana,
Ify langsung tersentak mendengar suaranya dan segera berdiri. Gadis itu
masih membelakanginya.
“Fy, sorry..” Prissy mundur beberapa langkah saat Rio datang. Ia
tahu ia dalam posisi yang tidak tepat. Prissy tak mau ikut campur, ia
hanya mengamati Ify dan Rio dari jauh sama.
Tiba-tiba saja Ify menoleh dan berlalu begitu saja. Namun kali ini
Rio berhasil menahannya dan akhirnya membuat Ify tetap berada di
tempatnya. “Fy, aku gak suka liat kamu nangis kayak gini.” Rio
mengangkat tangannya berniat menghapus air mata gadis itu. Namun Ify
lebih dulu memalingkan muka membuat Rio mengurungkan niatnya. “Fy, ak—”
“Puas lo bukin gue malu hah?” Rio menggelengkan kepala. Bukan, bukan
itu maksudnya. Rio hanya ingin tahu bahwa ia benar-benar menyayangi
Ify. “Lo bikin seolah-olah gue itu orang yang paling bego karena gak
maafin lo!”
“Fy, bukan gitu. Aku cuma mau kamu tau aku sayang sama kamu.”
“Jadi menurut lo gue serendah itu? Gue bisa dirayu dengan adegan romantis lo itu? Iya?”
“Fy, buk—”
“Gue bukan kayak cewek-cewek diluar sana. Gue gak akan pernah
percaya sama laki-laki macem lo. Yang bisanya ngerayu. Sok romantis
lagi.” Ify tersenyum miring.
“Fy, please..” Ify tak mendengarkan apa yang Rio ucapkan.
“Rio lepas!” Ify yang berusaha melepaskan cengkraman tangan Rio di
pergelangan tangannya merasa kesulitan. Cengkraman tangan Rio begitu
kencang menahannya.
“Rio lepas!” sekali lagi Ify meronta.
“Fy, dengerin ak—”
“Rio, lepasin gue gak!”
“Ify bisa gak sih kamu dengerin aku dulu!” oh tidak. Rio merutuki
perbuatannya. Ify tak suka dibentak. Rio melihat raut terkejut itu di
wajah Ify.
“Oke, lo bentak gue lagi.” Suara Ify kembali terasa bergetar. Rio
semakin merasa bersalah. Ify menarik lengannya dan akhirnya pergi.
Prissy sempat menahan gadis itu. Namun yang ada, Prissy ikut-ikutan
kena amukan Ify. Rio hanya bisa mengacak rambutnya prustasi. Rio kenapa
kau ini..
***
“Fy, ada telepon nak..”
“Siapa ma?” sahutnya tak bersemangat. Siapa yang meneleponnya malam-malam begini.
“Mamanya Prissy.” Jawab mama Ify diluar sana. Tumben mama Prissy
menelepon. Semalam ini pula. Ify segera bangkit dan menyempatkan diri
membasuk mukanya yang kusut karena kejadian tadi di sekolah. Setelah
sedikit merasa segar, Ify segera menerima telepon itu.
“Halo..” sapanya memulai pembicaraan.
“Fy, Prissy sama kamu?” Ify mengerutkan kening.
“Enggak tante. Dari pulang seolah tadi, saya gak sama Prissy.”
Terdengar hembusan nafas berat dari ujung telepon. “Memangnya Prissy gak
di rumah. Tan?”
“Prissy belum pulang dari tadi siang. Tante kira dia ada di rumah
kamu. Tapi sampai semalam ini, Prissy belum juga pulang.” Ify segera
melihat jam dinding terdekat yang ada di rumahnya. jam itu menunjukan
pukul sepuluh kuran sepuluh malam. “Tante pikir Prissy menginap disana.
Tapi sampai sekarang Prissy gak menghubungi tante.”
“Tante udah coba menghubungi ponselnya?”
“Sudah. Tapi nomornya gak aktif. Tante khawatir sekali.” Masalah
satu belum selesai, datang masalah baru. Prissy menghilang. Ify jadi
teringat ketika Prissy meminta main di rumahnya dan saat ia kembali
rebut dengan Rio, Ify bilang Ify tak mau dinganggu saat Prissy berusaha
menahannya.
“Nanti Ify coba tanya temen-temen. Siapa tau ponsel Prissy lowbat terus dia lupa ngabarin tante.”
“Terima kasih Ify. Kalau kamu dapat kabar dari Prissy, jangan lupa kabari tante.”
“Iya tante..” sambungan telepon pun berakhir. Ify kembali menyimpan
teleponnya di tempatnya. Prissy menghilang? Ify merasa dirinya ikut
andil dalam hilangnya sahabatnya ini. Saat Prissy meminta berkunjung ke
rumahnya, gadis itu sepertinya ingin menceritakan sesuatu. Namun dengan
keegoisannya, Ify kemudian meminta Prissy tak menemaninya dulu.
“Ma, Ify boleh keluar sebentar?” Mama Ify tentunya heran dengan permintaan putrinya.
“Kemana malam-malam begini?”
“Ada urusan sebentar sama temen.”
“Semalam ini? Suruh aja temanmu datang kesini. Ini terlalu malam Fy.”
“tap—”
Tok.. Tok.. Tok..
Terdengar suara ketukan pintu dari pintu depan. Mama ngangkat kedua alisnya dan tersenyum.
“Mungkin itu temanmu? Buka sana.” Ify menurut saja disuruh membuka
pintu. Siapa yang bertamu malam-malam begini? Tak mungkin teman Ify
karena sebenarnya Ify tak punya janji dengan siapa pun. Ify hanya ingin
mengeceksuatu tempat yang memiliki kemungkinan terbesar Prissy berada
disana.
Ify membuka pintu, namun baru beberapa saat Ify membuka pintu itu, tangannya reflek kembali membanting pintu jati itu.
“Fy, please. Kali ini ijini aku ngomong. Aku tau nomor ponsel Alvin
dan tempat tinggalnya.” Ify yang berusaha mendorong pintu itu seketika
terdiam. Ia mambiarkan Rio mendorong pintunya dari luar. Nomor Alvin?
Itukan yang selama ini ia cari?
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar