Minggu, 26 Januari 2014

About Us [17] Alasan



About Us [17] Alasan 

 “Masih ngelamun aja nih?” Ify terkejut. Tiba-tiba saja sesosok wajah muncul di depannya dengan senyum yang sebenarnya terlihat sangat manis bila situasinya tak muncul tiba-tiba seperti ini, namun untuk saat ini senyum itu membuat Ify mengangkat kepanya yang sejak tadi ia tumpukan pada kedua tanganya.


“Rio. Kaget tahu!” Kali ini laki-laki itu tertawa ringan. Apa terlalu menyeramkan senyumnya tadi sampai gadis di depannya ini mengelus dada?

“Kok masih ngelamun sih Fy? Apa lagi yang masih dipikirin?”

“Prissy. Gue asih belum tahu Prissy dimana. Ya walaupun dia hubungi gue tiap hari tetep aja rasanya beda.” Rio dan Shilla hanya terdiam.

‘Gue gak mau liat lo sedih begini Fy. Tapi gue udah janji sama Prissy.’

“Tap perasaan lo udah mulai tenang kan?” Shilla yang juga baru datang bersama Rio segera membuka kantong kresek yang sengaja dibelinya bersama Rio saat di kantin tadi. Dikeluarkannya beberapa minuman dan makanan ringan untuk cemilan mereka.

“Gue emang ngerasa lebih tenang sekarang. Hampir semua pikiran negatif gue salama ini udah hilang.” Ify tersenyum kecil. Satu persatu dipandanginya kedua orang yang sedikitnya membantu Ify untuk berubah. “Thanks banget buat kalian berdua.” Tangan Ify mengusap pelan pundak tangan Rio dan Shilla, tanda terima kasih untuk semua yang mereka lakukan untuk dirinya.

“Semuanya karena lo kok Fy. Kita kan cuma bantu dikit. Ya gak Yo?” Rio menaikan kedua alisnya menyetujui perkataan adiknya itu.

“Pokoknya thanks banget!!!”

“Ooww Fy. Biasa aja meluknya.” Ify tersenyum kecil dalam pelukan Shilla. Sejak kemarin ia ingin sekali memeluk seseorang untuk melampiaskan kebahagiaannya itu. Mamanya pun sudah jadi korbannya sejak kemarin. Biasanya Ify selalu memeluk Prissy, kerena Prissy tak ada tak mungkin kan Ify memeluk Rio? Kenapa harus Rio? Ya karen memang sejak kemarin Rio lah yang menemaninya.

“Duh mau ikutan dong..” tangannya sudah siap terlentang untuk memeluk kedua gadis di depannya itu, namun baru sepuluh centi ia beranjak dari tempatnya tubuh Rio kembali dibuat mundur oleh tangan Shilla yang senyaja mendorong Rio untuk menjauh.

“Aww.. Shilla lo apa-apaan sih?”

Ify hanya tertawa sambil masih memeluk Shilla melihat Rio mengaduh karena ulah adiknya sendiri.

‘Kebahagiaan itu bisa didapat kapan pun dan darimana pun. Rugi banget gue membatasi diri kemarin kemarin’

***

Diid..

Ify terlonjak kaget. Baru saja kakinya akan melangkah untuk menyembrang sebuah mobil sport berwarna biru melaju di depannya dan akhirnya berhenti.

“Ify..” lebih kagetnya lagi seseorang yang mengendarai mobil itu menyerukan namanya saat si pengemudi menurunkan jendela mobilnya. Namun tak lama pertanyaan siapa si pengemudi mobil itu terjawab. Ify bisa mengenali laki-laki yang berada di belakang kemudi itu setelah ia membuka kacamata hitam yang membingkai matanya.

“Kak Alvin?” Alvin tersenyum. Apa ia terlalu terlihat berbeda sampai Ify mengerutkan keningnya seperti itu?

“Ify ayo naik..” Ify cepat-cepat naik ke mobil Alvin. Sejak tadi banyak siswa yang tiba-tiba memandang ke arahnya, lebih tepatnya mobil Alvin. Siapa sih yang gak kenal mobil miliyaran ini?

“kakak ngapain disini?” setelah Ify duduk dan memasang seat beltnya Alvin menjalankan mobilnya kembali.

“Kakak mau ajak kamu cari EO buat acara wedding nanti. Janji sama kamu waktu itu sih emang besok, tapi besok kakak ada keperluan. Kamu bisa kan hari ini?”

“Kenapa kakak gak sms Ify dulu? Kita kan bisa ketemu dimana gitu biar kakak gak usah jauh-jauh jemput aku di sekolah.”

“Kamu bawa handphone?”

“Bawa lah. Sejak aku kabur kemarin mama selalu memastikan aku bawa hp.”

“Di dashboard ada power bank, kayaknya handphone kamu mati deh.” Ify mengerutkan keningnya? Masa sih handphoenya mati? Sesegera mungkin ia mencari handphonenya di dalam tas. Sejak tadi memang ia tak mengeluarkan handphonenya itu.

“Iya mati. Hehe..” Alvin tersenyum kecil. Calon adiknya itu langsung membuka dashboard mobilnya dan mencari pengisi baterai tersebut.

Rio Calling...

Baru saja Ify mengaktifkan handphonenya sebuah panggilan masuk. Ify menepuk keningnya pelan. Ia lupa ia janjian pulang bersama Rio dan Shilla.

“Hallo..”

“Ify kamu dimana?” Suara Rio langsung terdengar cemas. Ify menyengir lebar. Tentu saja Rio tak bisa melihatnya.

“Yo, sorry banget gue lupa. Gue pulang sama kak Alvin ya. Mau cari EO buat wedding mama.” Ify mengigit bibir bawahnya. Ify jadi tak enak.

“Ya udah kalau gitu. Take care ya..”

“Iya. Sorry ya Yo.”

It’s Ok.”

Ify memutuskan sambungan teleponnya. Ia jadi tak enak hati pada kakak beradik itu.

“Rio ya?” tanya Alvin.

“Iya. Lupa ngasih tahu pulang sama kakak.” Alvin hanya mengangguk kecil. setelahnya Alvin kembali fokus dengan jalanan di depannya.

1 Massage Recieved
Rio

Nanti malam, aku ke rumah kamu ya. Selamat menunggu di rumah :)

Ify tersenyum kecil. dasar! Memangnya ia setuju? Ify segera membalas pesan singkat Rio itu.

See u

***

Tibalah mereka di salah satu kantor Event Organizer  (EO) yang cukup terkenal di kota ini. Ify tak percaya Alvin mangajaknya ke tempat ini. Ini sih udah gak usah cari kemana-mana lagi kalo seandainya mereka menyanggupi ongkosnya nanti.

“Kak, seriusan disini?” Alvin mengangguk. Alvin tahu tempat ini salah satu yang terbaik untuk menyewa jasa untuk persiapan pernikahan orang tuanya. Jadilah tempat ini dijadikan pilihan utamanya.

“Iya. Atau kamu ada rekomendasi tempat lain yang lebih bagus dari ini?” Ify meggeleng sambil mengikuti Alvin yang sudah mulai berjalan untuk masuk ke tempat itu.

“Selamat siang. Ada yang bisa kami bantu?” seorang wanita muda di belakang mejanya menyambut Ify dan Alvin dengan hangat. Setelah Alvin mengutarakan apa maksud kedatangannya kemari, wanita muda itu menyuruh seseorang untuk mengantarkan Ify dan Alvin ke suatu ruangan.

“Mohon tunggu sebentar.” Alvin dan Ify tersenyum kecil. Setelah membungkukan badannya pria yang mengantarkan mereka pun hilang dibalik pintu.

“Kak, disini kan mahal banget?”

“Uang memang gak akan membohongi kualitas kan?”

“Tapi--”

Crekk..

Ucapan Ify terhenti saat tiba-tiba seseorang membuka pintu dari luar. Tak lama terlihatlah seorang wanita muda dengan seragam kantornya menghampiri mereka.

“Hallo selamat siang.. lho? Alvin?” wanita muda itu sedikit terkejut melihat siapa calon clientnya itu.

“Via? Apa kabar?” tak lama Ify malah melihat adegan temu kangen dua orang teman lama yang lama tak bertemu. Ify tebak pasti wanita ini teman SMA Alvin.

“Baik banget Vin. Lo keliatan beda baget sekarang. Kerja dimana sekarang? Ah, pasti perusahaan bokap lo kan?”

“Ah engga. Gue masih fokus selesain S2, ya sambil bantu bokap dikit-dikit lah.” Alvin tertawa kecil. Tak disangka bisa bertemu Sivia di tempat ini.

“Jadi lo yang mau bikin wedding party?” Alvin mengangguk. “Ini?” Via, atau lebih tepatnya Sivia melirik Ify dengan matanya.

“Oh iya. Ify sini..” akhirnya tokoh lain yang ada di ruangan itu pun dianggap juga.

“Ini Ify.”

Sivia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Ify. “Via.”

“Ify.” Balas Ify dengan senyumnya.

“Kalau gitu ayo duduk.” Sivia mempersilahkan tamunya itu untuk kembali duduk di sofa yang sejak tadi digunakan Ify dan Alvin untuk menunggu.

“Ify kelas berapa?” bukannya bertanya tentang apa yang mereka inginkan untuk pesta yang akan diselenggarakan Sivia malah tertarik dengan gadis yang duduk di sebelah Alvin ini.

“Kelas tiga.” Jawab Ify seadanya.

“Gue kira masih kelas satu loh Vin haha..” Sivia tertawa. “Acara pernikahannya mau dilaksanakan kapan Vin? Setelah Ify lulus?” perkataan Sivia tadi sukses membuat Ify melotot. Tak hanya Ify, Alvin pun demikian.

“Kenapa? Gak mungkin kan kalian menikah pas Ify masih sekolah?”

Oh my God. Ify menggaruk belakang telinganya yang sama sekali tak gatal. Menikah pas Ify masih sekolah? Ya gak mungkin lah! Jadi Sivia mengira mereka yang akan menikah?

“Oh Vi, bukan gue yang mau nikah. Bokap sama mamanya Ify.” Ify menganggukmenyetujui perkataan Alvin.

Sivia tertawa kecil. Rupanya ia salah paham. Habisnya Alvin datang dengan seorang gadis dan akan mengadakan sebuah pesta pernikahan. Alvin kan tak punya adik perempuan, pantas kan Sivia manyangka Ify ini calon istri Alvin?

“Gue kira kalian yang mau nikah. Haha.”

“Gila lo. Ify masih kecil gini juga.”

“Mangkannya gue agak sedikit heran.” Setelah Sivia berhenti tertawa, akhirnya Alvin mengutarakan niatnya datang ke tempat ini. Sivia pun menawarkan beberapa konsep untuk Alvin dan Ify pilih untuk konsep pernikahan orang tuanya.

Setelah kurang lebih 60 menit mereka berbincang, Sivia mengerti apa yag Ify dan Alvin inginkan. Sivia akhirnya menarik benang merah dari apa yang Alvin dan Ify tuturkan padanya dan akhirnya menawarkan konsep elegant tradisional lah yang akan menjadi konsep resepsi nanti.

“Kalau semua udah oke, gue sama Ify pamit dulu ya Vi”

“Oh oke. Kalau memang ada yang mau di diskusikan lagi, lo boleh dateng kesini lagi. Boleh langsung hubungi gue.” Sivia menyerahkan selembar kartu nama. Tentu saja itu kartu namanya.

***

“Fy, kita ke rumah kakak dulu sebentar ya. Ada yang mau di ambil.”

“Oke..” setelah itu Alvin mulai kembali menjalankan mobilnya.

Rumah Alvin dan kantor EO tadi memang tak terlalu jauh. Hanya butuh sepuluh menit saja untuk bisa sampai di rumah Alvin.

“Eh bentar deh kak.” Ify tiba-tiba nenyuruh Alvin untuk memelankan mobilnya. Matanya melihat ke arah luar jendela. “Itu Prissy kan?” katanya sambil menunjuk seorang gadis yang sedang duduk di salah satu teras rumah yang mereka lewati. Ify segera membuka kaca jendela mobil untuk memastikan.

“Iya itu Prissy. Ify turun disini kak. Kakak duluan aja. Nanti Ify ke rumah kakak.” Dengan cepat gadis itu turun dari mobil Alvin dan menghampiri Prissy.

“Prissy?”

Merasa terpanggil, gadis itu menoleh dan sediit terkejut mendapati Ify, sahabatnya itu berdiri di halaman rumah ayahnya.

“Ify..” tak lama Ify menubruk tubuh Prissy. Memeluknya dengan erat.

Prissy hanya bisa diam. Ia tak menyangka akan bertemu dengan Ify di rumah ayahnya. Darimana Ify tahu dirinya ada di sini? Rio? Akan kah laki-laki itu memberitahu Ify? Hanya Rio yang tahu Prissy ada di mana selama ini.

Ify melepas pelukannya. Diusapnya rambut Prissy, seperti ibu yang baru saja menemukan anaknya. “Lo ngapain sih Pris disini? Kenapa lo kabur-kaburan kayak gini?”

“Gue—” Prissy masih bingung harus menceritakan dari mana. Ia ingin sekali menceritakan apa yang dialaminya sejak kemarin pada sahabat karibnya ini.

“Lo harus cerita sama gue!” paksa ify. Ia tak mau kehilangan kesempatan seperti ini lagi.

“Iya Fy, gue bakal cerita. Tapi rumahnya masih ke kunci. Bokap gue belum pulang. Gue lupa bawa kunci.”

“Jadi ini rumah bokap lo?” Prissy mengangguk. Ify tak pernah terpikir sampai ke sini. Ia lupa pada sosok laki-laki yang paling berarti untuk Prissy ini.

“Lo nunggu bokap lo balik?” lagi Prissy mengangguk.

“Kita nunggunya di rumah kak Alvin aja yuk? Sekalian lo ceritain semuanya sama gue.” Mau tak mau Prissy menyetujui keinginan Ify ini. Ia masih tak enak hati dengan Ify.

“Lo harus cerita dari awal Pris.” kini mereka berdua sudah berada di rumah Alvin. Tepatnya mereka duduk di sebuah gazebo mini di belakang rumah Alvin.

“Gue bingung Fy.”

“Bingung?”

“Ya, awalnya gue bingung gue harus ngapain. Gue kesepian. Mama gak pernah ada di rumah. Sedangkan gue gak boleh main ke rumah papa. Entah apa alasannya, mama gak ngebolehin gue ketemu sama papa.” Prissy menghela nafas.

“Gue kesel Fy. Lo tahu kan mama jarang banget ada di rumah. Lebih terkesan cuek sama gue. Lo tahu sendiri kan waktu kita minta izinin ke sekolah aja mama gak nanya kita kenapa. Gue jadi ragu sama mama. Apa mama sayang sama gue.” Ify memilih diam. Ia ingin mendengar semua yang Prissy katakan padanya.

“Suatu hari gue bener-bener ngerasa sendirian. Gue coba hubungi mama, gue pengen tahu mama ada di mana. Tapi mama gak mau pulang buat gue. Mama lebih mentingin pekerjaannya dibanding gue. Gue gak bisa terus-terusan kayak gini Fy.”

“Kenapa lo gak hubungi gue?” Ify bertanya. Ify jadi ikut merasa bersalah.

“Gue tahu lo lagi ada masalah sama nyokap lo. Gue gak berani minta sama lo. Gue gak mau ikutan ngebebanin lo sama sikap egois gue ini. Jadilah gue memutuskan untuk ketemu sama papa. Gue pengen tahu apa mama nyariin gue atau engga.”

“Pris, tapi ini udah keterlaluan.”

“Iya, gue tahu Fy. Gue jadi takut ketemu mama.” Prissy tak bisa menahan isak tangisnya. Jadi itu yang membuat Prissy takut untuk pulang? Ify memeluk Prissy. Menenangkan sahabatnya itu.

“Pris, lo harus tahu secuek-cueknya orang tua menurut kita, itu bukan berarti mereka gak sayang sama kita.” Ify bisa merasakan Prissy mengangguk dalam pelukannya.

“Gue takut mama marah.”

“Gak Pris. Mama lo gak mungkin marah kalau lo mau pulang. Bliau pasti seneng banget kalau lo pulang.” Ify mengelus puncak kepala Prissy pelan, berusaha menenangkan sahabatnya ini.

Ternyata awalnya adalah kesepian. Seseorang bisa berpikiran yang aneh-aneh saat dirinya merasa kesepian. Jika seperti ini, berarti Ify juga ikut andil dalam faktor erginya prissy dari rumah. Ify jadi merasa gagal jadi sahabat.

“Kalau ada apa-apa lo jangan sungkan minta bantuan gue Pris.” Prissy mengangguk.

“Janji kan gak akan kayak gini lagi?” Ify melepas pelukannya.

“Janji..” Prissy tersenyum membuat Ify juga ikut tersenyum. Rasanya hidupnya sudah cukup lengkap. kali ini Ify benar benar merasa istimewa. Memiliki mama yang sayang padanya, memiliki sahabat seperti Prissy, memiliki teman teman seperti Rio dan Shilla dan di tambah ia akan memiliki kakak dan ayah baru.

Eh tapi Rio, teman?

Ify tersenyum dengan pikirannya itu.  Benarkah hanya teman? Just a friend?

“Jadi lo udah setuju sama pernikahan nyokap lo?”

 Ify mengangguk semangat menjawab pertanyaan Prissy itu. Sudah sejak dulu ia ingin membagi kebahagiaannya ini pada sahabatnya.

“Tapi kok lo tahu sih Pris? Bukannya rencana ini gue jalanin pas lo kabur ya?”

“Kan gue sempet ketemu sama Rio pas lo minta maaf ke rumah ini.”

“Jadi lo pernah ketemu Rio?” Prissy mengangguk. “Rio tahu lo ada di mana?”

“Eh..” Prissy menutup mulutnya. Ia merutuki kebodohannya ini.

“Rio tahu kan selama ini lo dimana?”

“Eh Fy. Gue yang larang Rio kasih tahu lo. Sumpah deh Rio gak salah apa-apa.” Prissy tiba-tiba merasa bersalah pada Rio. Mudah-mudahan hubungan Rio dan Ify tak jadi kacau karena kesalahannya ini.

“Oke deh. Tapi dia harus tetep dapet sesuatu karena gak ngasih tahu dimana sahabat gue selama ini.” Ify tersenyum miring, membuat Prissy agak ngeri melihatnya. Jangan sampai Ify berbuat aneh-aneh lagi kali ini.

***

3 komentar:

  1. Selama baca cerita ini, aku selalu berharap klo ayah nya rio bukan ayah nya ify jg yg selama ini pergi... Aku nunggu lanjutan nya, penulis:(

    BalasHapus
  2. ehh kok ini belum di lanjuutttt?? lanjuuuuuuuuuutt dong please!!

    BalasHapus
  3. Kok belum di lanjutin kak? Penasaran nihh. Awww... Ify pengen ngapain rio yaah? :D cemangat qaqaaa._.

    BalasHapus