About Us [10] Kesempatan..
“Baik sekali dia mau
mengantarkanmu samapai rumah.” Ify hampir saja lupa Alvin ada di rumahnya. Ia
menoleh, ia baru ingat tadi sempat mengacuhkan Alvin. “Cowokmu?” Ify
mengernyit. Alvin tersenyum jahil melihat perubahan di wajah cantik calon adik
tirinya itu. Ternyata masih ada cowok yang mau dekat dengan Ify. Setelah
bertemu di mal waktu itu, Alvin tak menemukan apapun yang membuat laki-laki
tertarik dari sosok Ify. Kecuali wajah cantiknya tentunya.
“Dia tinggal dimana?”
“Perumahan Indah Permai.” Alvin tersenyum miring. Ternyata
tetep saja nada ketus itu ia dapatkan. Alvin mulai suka dengan sikap Ify yang
seperti ini. Cukup menantang! “Tapi bukan dia kan yang bawa kamu kabur?” Ify
membatalkan niatnya untuk meninggalkan Alvin dan segera mencari mamanya ketika
kalimat itu meluncur tiba-tiba dari mulut Alvin.
“Bukan.” Jawabnya tak terima. Entah mengapa ia tak rela ada
yang menyalahkan Rio atas semua yang ia lakukan. Mm mungkin bukan hanya Rio,
tapi semua orang yang kebetlan posisinya sama dengan posisi Rio. “Aku mau
ketemu mama. Permisi..”
“Tante Shintia lagi istirahat. Dia baru bisa tidur. Lebih
baik kamu gak usah ganggu dia dulu.” Usul Alvin ada benarnya. Pasti mama lelah
karena memikirkan dirinya. Mungkin besok pagi Ify baru akan menemui mamanya.
Ini pasti jadi kejutan untuk mamanya nanti.
“Fy, jangan pernah kabur lagi. Saya kasihan liat mama kamu.
Beliau terlihat sedih sekali.” Langkah Ify terhenti. Ia mendongak melihat Alvin
sebantar, lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju kamarnya di lantai dua.
Baru beberapa langkah berjalan di tangga, Ify kembali
berhenti. “Aku tahu aku lebih muda dari kamu. Aku gak nyaman sama gayak
bicaramu. Terlalu formal. Bisa kan pakai bahasa selayaknya kakak adik? Selamat
malam kak Alvin.”
Alvin terperangah. Ia masih bisa melihat punggung Ify yang
semakin lama semakin mengecil dan akhirnya menghilang seiring tingginya anak
tangga yang Ify naiki. Kak Alvin? Gadis itu baru saja memanggilkan kakak? Ini
sulit di percaya. Kalau memang laki-laki tadi yang membawa Ify pergi, Alvin
pasti akan berterima kasih pada laki-laki itu. Bukan hanya karena Ify
memanggilnya kakak, tapi gadis itu juga menginginkan komunikasi seperti
layaknya kakak adik.
***
Hari ini Ify benar-benar lupa bagaimana caranya untuk tidak
tersenyum. Hari ini, Ify merasa menjadi seseorang yang baru. Tanpa beban,
dengan perasaan yang lega, dan tentunya dengan segala sesuatu yang akan lebih
baik lagi.
Ify turun dari motor Alvin, lalu melambaikan tangannya saat
motor itu kembali berjalan setelah ia mengucapkan terima kasih pada Alvin.
“Ify ??” Ify menoleh, dan senyumnya semakin melebar saat
melihat gadis cantik yang mendadak meminta di turunkan dari motor yang sedang
di tumpanginya tepat di dekatnya. Gadis itu memeluk Ify erat. Benar-benar
senang melihat gadis itu ada di sekolah.
“Elo keliatan seneng banget hari ini. Gimana udah selesai
urusannya?” tanya Shilla sambil mengurai pelukannya. Ify kembali tersenyum
manis. Entahlah rasanya ia ingin terus tersenyum dan tersenyum.
“Elo gak kurang istirahat kan Fy?” Shilla dan Ify menoleh
pada pengendara motor yang tadi Shilla paksa untuk menurunkan dirinya, Rio.
“Enggak kok. Thanks ya Yo.” Ify tersenyum. Melihat Ify
tersenyum rasanya seluruh sel di tubuh Rio ikut tergugah untuk merasakan juga
kebahagiaan gadis itu. Rio ikut tersenyum.
“Syukur deh kalau kayak gitu. Gue parkir motor dulu ya?”
Shilla dan Ify mengangguk. Tak lama motor Rio kembali berlalu menembus
siswa-siswi yang sedang berjalan menuju tujuan mereka masih masing.
“Rio gak pernah sesemangat ini loh Fy. sepulang dari rumah
elo kemarin, dia happy banget. Lebih-lebih dari waktu dia dapet motor yang
sekarang di pakainya itu.”
“Apaan sih Shil. Lebay benget deh perasaan. Ke kelas yu??”
Shilla hanya tertawa. Bukan hanya Rio saja yang bahagia. Dirinya pun sangat
bahagia. Seperti yang dibilangnya tadi, Shilla tak pernah melihat Rio sesenang
ini. mungkinkah kini Rio telah menemukan sesuatu yang hilang dalam dirinya?
Kalau memang iya, dan semua itu ada di dalam diri Ify, Shilla akan sangat
bersyukur karena Ify pernah kabur dari rumahnya dan meminta bantuannya.
***
“Ayo cerita. Elu utang banyak cerita sama gue!” Prissy
langsung duduk di depan meja ify setelah ia memutar kursinya agar menghadap
Ify. Sekali lagi Ify bisa tak tersenyum. Hidupnya hari ini begitu penuh dengan
senyuman.
Prissy sudah siap dengan posisinya untuk meminta penjelasan
Ify. Tadi pagi Ify memang sengaja tak menceritakan apapun pada sahabatnya ini.
biarkan saja gadis ini penasaran.
Dan kali ini, Ify harus menepati janjinya. Tadi Ify berjanji
untuk menceritakan semuanya pada Prissy saat jam istirahat berbunyi. Dan baru
saja suara nyaring namun terdengar sangat indah itu pun mengalun.
“Gue harus cerita dari mana?” Tanya Ify. Sebenarnya tak
banyak yang bisa ia ceritakan pada Prissy. Karena memang tak banyak yang
terjadi di rumah Shilla waktu itu.
“Mmmm.. Elo kabur kemana? Siapa yang nampung elo selama elo
kabur? Yang terpenting siapa yang bikin elo sadar dan pulang?” sepertinya
prissy sangat bersemangat mendengarkan ceritanya. Sampai tiga pertanyaan
sekaligus gadi itu suguhkan untuk Ify.
“Sebenernya, gue gak kabur. Sepulang dari rumah elo, gue
dapet sms dari seseorang, dia ngajakin gue main ke rumahnya. Akhirnya gue mau,
dan yaa gue pikir di rumahnya itu gue bisa terhindar dari orang-orang yang
terus maksa-maksa gue.”
“And than,, orang itu juga yang mint ague pulang. Minta gue
untuk minta maaf sama mama. Dia juga yang nyadarin gue betapa bodohnya gue gak
pernah menganggap laki-laki di dunia ini.”
“Pokoknya gitu deh Pris. She is Special.” Ify tersenyum. Ia
masih ingat bagaimana cara Shilla menyadarkannya.
“Dia siapa? Cowok ya Fy?”
Ify mengerutkan kening, lalu tertawa. Ia memukul
lenganPrissy dengan buku tulis yang ia gulung sebelumnya.
“Ify sakit!” Ify malah tertawa melihat Prissy yang mengaduh
kesakitan. Sahabatnya ini kadang-kadang memang agak lamban, tapi Prissy pun
sahabat yang sangat setia.
“Elo gak denger gue ngomong apa? She, bukan he. Ya pasti
cewek lah..”
“Oh iya..” Prissy menggaruk tengkuk kepalanya. whatever lah
mau cewek apa cowok. Yang penting orang itu berhasil membuka pintu hati Ify
untuk laki-laki yang ada di dunia ini.
***
“Maaf mas saya terlambat.” Laki-laki itu hanya tersenyum dan
menggeleng pelan.
“Gak papa. Maaf saya gak bisa nemenin kamu disaan Ify hilang
kemarin.” Shintia tersenyum samar. Walaupun Pratama tak menemaninya, kehadiran
Alvin sangat bisa menggantikan laki-laki itu untuk menemani dan menenangkannya.
“Alvin anak yang baik. Dia sangat membantu saya.” Kali ini
pratama yang tersenyum lega. Semoga saja Shintia benar-benar bisa menerima
Alvin menjadi anaknya nanti. “Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan mas.”
“Itu kan yang buat kamu minta saya datang ke sini?” Shintia
mengangguk. “tentang apa?”
“Ini tentang Ify.”
“tentang ify? Kenapa lagi sama Ify? Dia belum bisa menerima
kehadiran kami? Kamu jangan khawatir. Saya dan Alvin akan setia menunggu.”
Shintia menggeleng. “Bukan seperti itu mas. Saya gak mau
nyakitin lagi hati Ify. Saya gak mau maksa dia lagi mas. Saya gak bisa
kehilangan dia.” Pratama terlihat bingung. Ia belum paham betul apa maksud dari
kalimat Shintia. “bukannya saya gak sayang sama mas Pratama dan juga Alvin.
Saya senang sekali bisa bertemu dengan kalian berdua. Malah, saya sudah anggap
Alvin sebagai anak saya sendiri. Tapi saya gak bisa kehilangan Ify mas.”
“Kamu mau membatalkan rencana pernikahan kita?” Pratama
berharap Shintia menggeleng atau menyangkal pertanyaannya. Shintia hanya diam,
menunduk menenggelamkan wajahnya dalam-dalam.
“Shintia, jawab saya..” sekali lagi Pratama meminta jawaban
Shintia.
“Maaf mas. Saya benar-benar gak bisa lihat Ify kecewa. Saya
gak bisa kehilangan dia.” Pratama menghela nafas. Mungkin ia memang bukan ABG
lagi, tapi tetap saja mendengar semua itu membuatnya hancur.
“Saya harus kembali ke kantor mas. Terima kasih untuk
semuanya.”
***
“hey.. ikut?” Ify terpaksa menghentikan langkahnya saat
tiba-tiba motor besar Rio berhenti di sebelahnya. Lagi-lagi Rio tersenyum.
Ternyata senyum laki-laki ini memang manis.
“Gak usah, duluan aja..”
“Hah??” Ify ingin tertawa melihat raut wajah Rio. “Apa Fy
gak kedengeran?”nampaknya Rio memang tak mendengar jawabannya. Ify tersenyum
dan menggeleng samar.
“Duluan aja..”
“Ayolah.. gue anterin pulang ya?” Rio tetap memaksa.
“Rumah elo sama rumah gue kan kayak dari timur ke barat
Yo..”
“Ya gak papa. Justru karena itu, gue harus nganterin elo
pulang. Mau ya?” Rio tersenyum lagi.
“Gak usah Yo.”
Tolak Ify lagi. “Lagian Shilla nanti marah lagi.”
“Jamin deh Shilla
gak akan marah. Gue yang jamin deh.” Rio benar-benar tak mau menyerah.
“Nanti
ada yang marah lagi.” Ify masih bersikeras untuk tak menerima ajakan Rio. Ia
memang membuka hatinya untuk orang lain, tapi ia juga tak mau merepotkan Rio.
“Siapa
yang marah? Pacar? Gue jomlo Fy. kalaupun nanti gue punya pacar, pacar gue kan
pasti elo.”
“hih..
pede banget sih? Gue gak suka cowok gombal ya..” Rio malah nyengir kuda.
“Ayo
Fy, gue anter ya?” kali ini Rio memasang mawah melasnya. Setelah beberapa lama
berdiam menunggu jawaban Ify, akhirnya gadis itu mengangguk juga.
***
Lanjut dong :D
BalasHapus