“Kalian mau makan apa?”Cakka dan Shilla saling pandang. Lalu tatapan mereka beralih pada gadis cantik yang duduk di sebelah Shilla, tepat di depan serong kanan dari Cakka. “Kenapa? Kok ngeliantin guenya gitu amat? Kalian mau makan apa? Biar gue panggil pelayannya”
Cakka dan Shilla kembali saling pandang. Rupanya mereka punya pikiran yang sama. Shilla hanya mengangkat kedua alisnya. Sedangkan Cakka kembali menatap adiknya itu.
“Elo gak mau mungguin Gabriel dulu Fy?” Tanya Cakka, diikuti anggukan dari Shilla.
Ify hanya tersenyum masam. Terpaksa pula. “Tadi Gabriel SMS gue, katanya kita duluan aja makannya. Nanti dia nyusul kok” jawabnya agak ragu. Ify kembali berusaha menarik garis melengkung di didirnya. Ia kambali melihat layar handphonenya. Berharap Gabriel memang mengirim pesan begitu padanya. Setidaknya ia tak berbohong pada dua anak manusia ini.
“Ya udah kalau itu emang maunya Gabriel. Kalian mau makan apa?” setelah mendengar pesanan kedua gadis itu, Cakka pun mengangkat tangannya dan memanggil salah satu pelayan di café itu.
“Itu aja deh cukup. Jangan lama-lama ya mbak” pelayan itu pun tersenyum. Lalu ditunggalnya meja yang ditempati Ify, Shilla, dan Cakka itu.
Tak ada yang berani memulai percakapan. Walaupun makanan di piringnya sudah habis dilahapnya, Cakka tak berniat sedikitpun untuk mengajak dua gadis ini untuk pulang. Diliriknya gadis yang duduk tepat di depannya.
‘gimana?’ Cakka hanya menggerakkan bibirnya saja, tanpa sedikitpun mengeluarkan suara. Shilla pun hanya mengangkat bahunya dan menggeleng. Dilihatnya Ify masih menunduk. Sejak tadi, gadis itu terlihat tidak tenang.
“Fy, makanannya kok gak dimakan?” Akhirnya keheningan itu dipecahkan Shilla, saat melihat piring makanan Ify nyaris tak tersentuh. Ify yang tadinya menunduk pun mendongak.
“Ahh? Kenapa Shil?”Tanya Ify yang memang tak mendengarkan pertanyaan Shilla tadi.
“Itu makanan elo masih utuh gitu. Kenapa gak dimakan?” kini Cakka yang buka suara. Ia khawatir juga pada adiknya itu.
“Ahh.. emm.. gue gak laper. Hehe. Kalau kalian mau ambil aja deh. Hehe” walaupun masih menyempatkan untuk tertawa, Cakka maupun Shilla melihat kehambaran dari tawa Ify tadi. Ify kembali menunduk. Kembali tenggelam bersama handphonenya dengan kekecewaan yang begitu mendalam.
“emm.. kita pulang aja yuk? Ternyata Gabriel masih sibuk sama urusannya. Gue bayar dulu ya.. kalian tunggu diluar aja” tanpa menunggu jawaban dari dua orang yang duduk semeja dengannya ini, Ify beranjak menuju kasir. Ia kecewa. Bahkan sangat kecewa. Sudah hampir tiga jam ia bersama Cakka dan Shilla di café ini. namun Gabriel tak kunjung datang. Bahkan mendapat kabar dari laki-laki itupun tidak. Jadi untuk apa ia menunggu ketidak jelasan Gabriel? Ia hanya berharap, Gabriel memiliki alasan yang masuk akal saat laki-laki itu menjelaskan penyebab ketidak jelasannya agar Ify bisa dengan mudah memaafkan kekasihnya itu.
“makasih mbak..” setelah Ify mengambil dan memasukan kembalian dari wanita penjaga mesin kasir itu ke dalam dompetnya, ia kembali melirik meja yang tadi ia tempati. Siapa tau Cakka dan Shilla masih disana.
Namun, tak terlihat satupun dari mereka duduk di bangku itu.
Ify segera memutar arah, namun, saat ia memutar dan bermaksud untuk berjalan ke pintu selatan café itu, seorang laki-laki pun tengah terburu-buru dan akhienya menabraknya.
“Maaf mbak.. saya gak sengaja” laki-laki itu belum menampakan wajahnya. Namun Ify sudah mematung. Ia sangat hafal dengan jaket yang dikenakan laki-laki itu.
“Gabriel..” lirihnya. Laki-alki itu pun mendongak, merasa namanya disebut.
“Lho Ify. Cakka sama temenmu mana?” tanyanya tanpa sedikitpun merasa bersalah. Gabriel memutar pandangannya ke seluruh penjuru café itu.
Ify menghela nafas demudian mendengaus sebal melihat tingkah Gabriel yang seolah-olah tak terjadi apa-apa diantara mereka.
“mereka di parkiran mungkin”
“Lho? Mereka juga baru datang?”
“Bukan baru datang. Aku baru bayar makanan yang kita makan tadi. Kamu keterlaluan tau gak!” tanpa menghiraukan Gabriel, Ify melangkah melanjutkan perjalanannya menuju Shilla dan Cakka. Gabriel yang masih bingung sedikit oleng karena lengan kirinya sengaja di tabrak Ify.
“Fy,, Ifyy..” Gabriel menyusul Ify. Gadis itu berjalan sangat cepat. Hampir seperti orang yang berlari. “Ify..” akhirnya Gabriel bisa meraih pergelangan tangan Ify. Membuat gadis itu terpaksa berhenti. “Ify, kamu mau kemana?”
Ify masih tetap tak mau memandang wajah laki-laki itu. Walaupun Gabriel memutar tubuhnya untuk menghadap laki-laki itu, Ify tetap saja membuang muka. Ia kesal. Ia sebal pada sikap Gabriel yang seperti ini.
“Heyy.. aku kan belum makan” Ify kembali mendengus sebal. Masih saja Gabriel bisa bersikap seperti ini. masih saja Gabriel memikirkan dirinya sendiri. “mending sekarang kamu telfon Cakka. kalau emang tadi kalian udah makan, kamu suruh Cakka sama temenmu itu pulang. Kamu temenin aku makan ya?”
“kamu gila!” Gabriel tersentang. Ia mengerutkan dahi.
“Gila? Kamu kenapa sih?” Ify mengepalkan kedua telapak tangannya. Gabriel ini punya perasaan gak sih? Nyuruh Cakka pulang? Temenin dia makan? Segampang itukah? Malah tak sepatah kata pun tak keluar dari mulut Gabriel untuk meminta maaf padanya.
“Kamu marah sama aku?”
“Aku gak marah. Aku Cuma kesel sama kamu.”
“kesel? Kesel kenapa?” Ify menghempaskan tangannya yang digenggam Gabriel. Ia benar-benar tak habis fikir pada laki-laki itu.
“kamu cek handphone kamu. Kamu tak berapa sms yang aku kirim buat kamu? Setengah jam aku nunggu kamu di sekolah. Tiga jam aku nungguin kamu disini. Aku khawatir. Aku takut nama kamu jelak di depan kakakku. Kamu mikir gak sih gimana perasaan aku? kamu masih bisa minta aku nemenin kamu makan? Kamu gila tau gak!” keduanya diam. Baru kali ini Gabriel melihat Ify sebegitu marah pada dirinya. Gabriel kembali berusaha menggenggam pergelangan tangan Ify. Namun baru saja akan digapai, tangan Ify bergerak naik merogoh sesuatu di dalam saku roknya.
“Aku masih di pintu keluar … iya aku sama Gabriel. Abang sama Shilla pulang duluan aja. Nanti aku pulang sama Gabriel… iya bang.. gak sore-sore pulangnya… iya iya…. Bilangin mama juga agak telat pulangnya…. Iya oke. Gabriel juga minta maaf katanya.. oke oke.. jangan khawatir ya bang.. oke.. hati-hati juga..” Ify menutup sambungan telfonnya.
“Ayo..”
“mau kemana?”
“katanya mau makan? Ya udah ayo. Ntar kesorean. Tapi jangan disini. Aku malu!” Gabriel masih melongo. Belum hilang herannya karena pembicaraan Ify dengan –sepertinya- Cakka di telfon tadi, ia sudah kembali di buat bingung. Bukannya Ify kesal padanya? Kenapa Ify jadi baik lagi padanya? Menyampaikan maafnya segala pada Cakka? kapan ia bicara seperti itu?
“Gabriel ayoo.. motor kamu diparkir dimana?” Ify menyeret lengan Gabriel menuju tempat parkir. Gabriel hanya tersenyum sambil mengikuti Ify. Gadis ini memang istimewa.
***
“kamu beneran gak mau makan?” Ify menggeleng. Ia kembali menatap kosong ke arah luar jendela. Gabriel menarik dagu tirus gadis itu agar menghadap padanya.
“Aku minta maaf soal tadi. Aku piker kamu gak akan nunggu aku sampe kayak gini. Aku minta maaf ya Ify” Ify tersentak. Matanya beralih melihat tangannya yang ia simpan diatas meja tiba-tiba digenggam Gabriel.
“Kamu mau maafin aku kan?” dan akhirnya Ify luluh. Gadis itu mengangguk walau dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Walaupun begitu, ternyata ia salah. Ia memang tak akan pernah bisa marah pada Gabriel.
Ternyata tanpa sedikitpun Gabriel mengungkapkan alasan keterlambatannya, Ify sudah lebih dulu memaafkan laki-laki itu.
“jangan diulangi lagi”
“janji.. aku janji bakal ganti waktu kita tadi”
“Ganti uangku juga ya?” Ify tersenyum jahil. Gabriel mengerti, tangan jahilnya mengacak puncak kepala Ify.
“Iya aku ganti. Kamu perhitungan banget sih sama pacar sendiri”
“Biarin! Itu uang bulananku tau. Nanti aku nabung dulu baru aku traktir kamu”
“Dasar!!” keduanya pun tertawa. Gabriel memang tak salah memilih Ify. Ify memang gadis yang istimewa.
***
Cakka mengetuk pelan daun pintu kamar yang sedikit terbuka. Ia mengintip sedikit. Dilihatnya Ify sedang berbaring di atas tempat tidurnya sambil mengenakan earphone besar yang bersambung dengan handphone adiknya itu.
Merasa Ify tak akan mendengar ketukan pintunya, Cakka melangkah masuk ke dalam ruangan yang sangat menggambarkan pemiliknya adalah seorang perempuan.
Cakka mendekat. Ternyata adiknya ini juga memejamkan matanya sambil bernyanyi tanpa suara. Cakka menarik kursiyang biasanya di pakai Ify saat sedang belajar. Dengan isengnya, Cakka memutus sambungan kabel earphone yang sedang dikenakan Ify dengan handphone Ify.
“Ify membuka matanya dan mulutnya berhenti berkomat-kamit. Dilihatnya Cakka sedang tersenyum disebelahnya. Dengan berat hati Ify bangkit lalu duduk.
“Apa sih? Ganggu orang aja tau!” katanya kesal. Apa maksudnya mengganggu keasikan orang lain? Dengan cara yang tidak enak pula.
“cieee… abis dari mana aja tadi sama Gabriel?” Ify mengengkat sebelah halisnya.
“gak kemana-mana kok. Cuma nyari café lain aja terus menenin Gabriel makan deh.. abang kali yang jalan sama Shilla. Kata mama abang juga pulangnya gak jauh sama gue. kemana aja hayoo?” Ify balik menggoda abangnya itu. Namun Cakka hanya tersenyum masam.
“gue merenung dulu”
“merenung? Bahasanya boo.. emang kenapa?”
“Gue gak tau Fy. Gue gak yakin Shilla juga sayang sama gue”
“Lho kok gitu?” kali ini Ify lebih serius. Nada bicara Cakka tak menggambarkan seorang yang sedang main main.
“gue udah tembak dia?”
“kapan?”
“sebelum kemah kemarin. Yaa emang gue yang bilang bakal nunggu jawaban dia. Tapi, setiap gue ungkit masalah ini di depan dia, Shilla selalu aja ngelak, dia selalu berusaha mengalihkan pembicaraan. Gue takut dia emang gak suka sama gue, tapi dia gak enak sama elo..” Cakka menunduk. Dielusnya punggung kakaknya itu.
“abang gak usah khawatir. Shilla bukan orang yang seperti itu kok. Gue tau banget gelagat dia kayak giaman. Kalau emang udah waktunya, Shilla pasti jawab. Mungkin dia belum siap aja.” Ify tersenyum. Begitupun dengan Cakka. ia memang beruntung memiliki adik seperti Ify. Yang bisa kapan saja menjadi sahabat bahkan kakak untuknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar