About Us [06] Mawar Ungu Untuk Ify
“Cantik ga?” Ify melebarkan rok abu-abunya sambil menyilangkan
kakinya dan sebelah tangan ia simpan di pinggangnya. Ia tersenyum genit
pada mamanya yang masih sibuk dengan beberapa kertas di atas meja makan.
Tak lupa ransel birunya sudah tersimpan rapi di punggungnya.
“Anak
mama kan memang selalu cantik.” Shintia tersenyum. Senang sekali
melihat tingkah anaknya yang mulai kembali seperti dulu sejak mereka
pulang jalan-jalan kemarin. Mungkin ia memang harus merasa tak enak pada
calon suaminya itu, karena tiba-tiba saja Ify muncul dengan banyak tas
belanja saat sebelumnya dirinya memutuskan untuk memisahkan diri bersama
Alvin untuk memberi ruang untuk Ify dan Pratama. Mungkin saja sejak
saat itu Ify merasa cocok dan tak lagi menolak calon keluarga mereka.
“Om
Tama sebentar lagi jemput. Kamu tunggu sebentar ya..” Masih dengan
senyumnya Shintia kembali memfokuskan perhatiannya pada kertas-kertas
tadi. Perubahan raut wajah Ify pun mungkin tak dilihatnya.
“Kenapa
mama seneng banget deketin aku sama om tama sih?” tentunya Shintia
langsung menoleh menatap Ify. Raut wajahnya tak sama seperti tadi. Tak
sama sekali menampakan keceriaan.
“Lho, memangnya kenapa? Dia kan calon ayahmu!”
“Siapa
yang mau punya ayah?” Sanggahnya lantang. Tangannya mulai mengepal di
sisi rok abu-abunya. Ify tak suka. Tak suka punya ayah dan tak suka ada
laki-laki yang mengusik kehidupan pribadinya.
“Kamu kenapa sih Fy? bukannya kemarin kamu baik-baik aja? Kamu malah enjoy belanja sama om Tama.”
Ify
menghela nafas kemudaian membuang muka. “Kenapa mama gak pernah ngerti
aku sih! Aku gak suka dan gak akan pernah suka dia jadi ayahku! Asal
mama tau, kemarin aku belanja sebanyak yang aku bisa cuma untuk bikin
dia kapok!”
“IFY !!” Shintia mulai membentak. “Mama gak
suka kamu bertingkah seperti ini!” Ify benar-benar merasa tertekan.
Tangannya yang sejak tadi mengepal makin kuat saja menahan kekesalannya.
Bibirnya mulai bergetar. Ia tak pernah melihat mamanya seperti ini.
“Mama
gak pernah ajarin kamu jadi anak yang kurang ajar!” lagi-lagi mamanya
membentak Ify. Ify benar-benar tak tahan. Sebenarnya siapa yang salah
disini? Mamanya yang –menurut Ify- tak bisa mengerti anaknya atau Ify
tak tak bisa menerima kehadiran orang lain dalam keluarga mereka.
“Mama
gak pernah bentak Ify sebelumnya..” katanya lirih. Langsung saja gadis
itu berlari keluar. Meninggalkan mamanya yang masih berdiri mematung tak
tau harus berbuat apa. Ify ingin pergi, kemana saja. Tak mau menemukan
ibunya atau siapa pun yang selalu memaksanya untuk menerima kehadiran
dua orang itu di hidupnya.
***
Prissy
kembali melirik pada jam besar yang tergantung di dinding kaca halte
sederhana itu. Ify telat! Ia benar-benar ingin memakan anak itu ketika
Ify datang nanti. Awas aja kalau tiba-tiba Ify datang dengan cengiran
khasnya yang terlihat memuakan bila diperlihatnya di saat seperti ini.
Sudah
hampir sepuluh menit ia berdiri di sini. Tapi belum juga ada
tanda-tanda kedatangan sahabatnya itu. Prissy jadi khawatir. Apa ada
sesuatu yang membuat gadis itu begitu terlambat? Apa mungkin Ify tak
akan pergi kesekolah?
Pikiran-pikiran itu lenyap begitu
saja saat melihat sepatu kets Ify berjalan ke arahnya. Gadis itu
tersenyum padanya, benar-benar menyebalkan. Mulutnya sudah sangat gatal
ingin mengomeli sahabatnya itu. Beraninya datang terlambat masih saja
tersenyum.
Namun saat Ify mendekat, mulutnya malah
terkunci. Senyum itu bukan senyum jahil. Semacam senyum yang di paksakan
dengan bibir bawahnya yang terlihat digigit. Dan tiba-tiba saja Ify
memeluknya dan tubuh gadis ini bergetar hebat. Prissy masih menyimpan
kedua tangannya di kedua punggangnya saat Ify mendekapnya erat.
Walaupun
tak melihat –karena Ify menyembunykan wajahnya di pundaknya- Prissy tau
Ify menangis. Apakah Ify begitu merasa bersalah padanya karena sudah
membiarkannya menunggu lama? Tidak, Ify bukan orang sesensitif itu. Dan
akhirnya Prissy membalas memeluk Ify, mengusap pelan rambut Ify dan
membiarkan Ify meluapkan perasaannya.
Beberapa menit
berselang, Prissy kembali melihat jam dinding tadi. Rasanya tak akan
baik bila ia memaksakan Ify untuk pergi ke sekolah. Masih dengan Ify
yang memeluknya, dengan satu tangan Prissy mengeluarkan ponselnya dan
mengetik sesuatu yang akhirnya ia kirimkan pada mamanya.
“Fy,
elo pulang ya? Gue temenin kok..” Prissy masih membelai rambut
sahabatnya ini. Untung saja halte ini tidak terlalu ramai. Hanya ada
beberapa orang yang bergantian datang sebantar dan akhirnya pergi
bersama bus yang membawa mereka ke tempat tujuan mereka. Mungkin mereka
akan menganggap Ify dan Prissy sepasang sahabat yang lama tak bertemu
dan sedang melepas rindu.
Ify melonggarkan pelukannya dan akhirnya melepas pelukannya pada Prissy. “Gue gak mau pulang..”
“Kalau gitu, lo ikut ke rumah gue ya?”
“Tapi kita,, elo kan –”
“Bolos
sehari gak papa kali…” Prissy tersenyum membuat sahabatnya itu ikut
tersenyum. Ify sangat bersyukur memiliki sahabat sebaik dan sepengertian
Prissy.
***
“Dia gak ada ya?” Shilla yang
masih sibuk menyalin tulisan guru sejarahnya langsung menoleh dan
mendapati Rio sedang celngukan di depan mejanya. Shilla juga baru sadar,
ternyata teman-temannya tak satu pun berada di ruangan ini. Hanya ada
dirinya dan Rio di ruang kelasnya itu.
“Siapa? Ify?”
tembak Shilla langsung. Rio mengangguk lalu memandang adiknya itu untuk
meminta jawaban. “Iya, dia gak masuk. Tadi mamanya Prissy datang kesini.
Kayaknya sih buat minta ijin Ify sama Prissy.”
“Kenapa ya? Perasaan gue kok gak enak ya Shil?” kini Rio duduk di sebelah Shilla.
“Elo
kan emang suka gitu. Dari dulu suka tiba-tiba punya perasaan gak enak
lah.” Rio pun hanya diam. Memang sejak dulu ia seperti itu. Rio merogoh
saku celananya. Disimpannya sebuah kotak kecil di atas meja. Tentu saja
kotak kecil itu mengundang perhatian Shilla.
“Apa itu?”
Shilla berniat memegang dan tentunya membuka kotak kecil itu untuk
mengetahui isinya. Namun, baru saja tangannya ingin menyentuh, Rio malah
menjauhkannya.
“Elo gak boleh pegang! Ini cuma buat Ify!”
“Isinya apa?”
“Rahasia!!”
“Rioooo….”
“Apa?”
Shilla cemberut. Rio malah senang dan semakin menganggu Shilla. “Shil,
elo lucu deh kalau lagi ngambek gini..” Shilla makin manyun. Ia
mendorong Rio berniat mengusir anak satu ini.
“Udah sana
elo keluar!! Ify kan gak ada.. sana pergii!!” Shilla mendorong pundak
Rio dengan sebal. Rio malah makin terkikik dengan tingkah saudaranya
itu. Akhirnya Rio berdiri, lalu membuka kotak kecil tadi.
“Bagus
ga?” Shilla yang penasaran akhirnya mendongak ke dalam kotak kecil itu.
Berbentuk bunga mawar, warnanya ungu. Mungkin ini jepit rambut atau
semacam bros. “Kira-kira Ify suka gak ya?” Rio kembali meminta pendapat.
“Kenapa elo tiba-tiba mau kasih ini sama dia?”
“Ngasal
aja sih.” Rio menggaruk tengkuk kepalanya. Bingung juga di tanya
seperti itu. Entah mengapa, Rio sangat yakin Ify akan menyukainya.
“Tadinya gue ke sini mau ngasih ini ke dia.”
“Gak usah lebay deh.. besok juga dia sekolah kan.”
“Iya
sih..” Shilla kembali manyalin tulisan di papan tulis itu. Rio hanya
termenung, memandangi jepit berbentuk mawar berwarna ungu itu. Rio
geleng-geleng kepala. Ify Ify,, kenbapa elo suka banget sih nongkrong di pikiran gue?
***
Ponselnya bergetar, membuat Ify kaget dan segera merogoh saku rok abu-abunya.
1 New Massage
Ify membuka pesan singkat itu. dari Shilla.
Ify, lo kenapa gak masuk? Prissy juga. Lo main ya sama Prissy? Gak ajak ajak :(
Sender : Ashilla
Ify
tersenyum membaca pesan singkat yang dikirimkan Shilla padanya. Sejak
tragedi tak disengaja bertabrakan dengan Rio waktu itu, membuatnya lebih
mengenal sosok Shilla. Mungkin juga karena Shilla sering menemaninya
menonton latihan karete juga membuatnya mengetahui bahwa gadis yang
sudah sekelas dengannya sejak tiga bulan lalu itu memang teman yang
baik.
To: Ashilla
Hanya ingin menanangkan pikiran. Haha.. Gue ada di rumah Prissy kok
Ify
memang sedang sendiri di kamar Prissy. Prissy tadi meminta ijin padanya
untuk membeli beberapa cemilan untuk mereka. Perasaannya mulai lega
setelah ia mencurahkan isi hatinya pada Prissy. Mulai dari perasaan
bingung, kecewa, marah, dan rasa bersalah pada mamanya karena sempat
mumbentak mamanya. Ify tau itu bukan perbuatan yang terpuji.
Lo main dong ke rumah gue.. Gue kesepian nih. Mama papa lagi pergi, lo tau kan gue males banget nungguin Rio kalau gak ada elo.
Sender : Ashilla
Ke
rumah Shilla? Mungkin sebaiknya ia tak bertemu dengan mamanya dulu.
Kalau ia terus ada di rumah Prissy, mamanya pasti tau, menjemputnya dan
memaksanya pulang. Ify masih ingin berpikir, menenangkan pikirannya.
To : Ashilla
Boleh. Lo tunggu gue di halte deket sekolah gimana? 20 menit lagi, gue udah di sana :)
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar