Jumat, 13 Juli 2012

About Us [06] Mawar Ungu Untuk Ify

About Us [06] Mawar Ungu Untuk Ify

“Cantik ga?” Ify melebarkan rok abu-abunya sambil menyilangkan kakinya dan sebelah tangan ia simpan di pinggangnya. Ia tersenyum genit pada mamanya yang masih sibuk dengan beberapa kertas di atas meja makan. Tak lupa ransel birunya sudah tersimpan rapi di punggungnya.


“Anak mama kan memang selalu cantik.” Shintia tersenyum. Senang sekali melihat tingkah anaknya yang mulai kembali seperti dulu sejak mereka pulang jalan-jalan kemarin. Mungkin ia memang harus merasa tak enak pada calon suaminya itu, karena tiba-tiba saja Ify muncul dengan banyak tas belanja saat sebelumnya dirinya memutuskan untuk memisahkan diri bersama Alvin untuk memberi ruang untuk Ify dan Pratama. Mungkin saja sejak saat itu Ify merasa cocok dan tak lagi menolak calon keluarga mereka.

“Om Tama sebentar lagi jemput. Kamu tunggu sebentar ya..” Masih dengan senyumnya Shintia kembali memfokuskan perhatiannya pada kertas-kertas tadi. Perubahan raut wajah Ify pun mungkin tak dilihatnya.

“Kenapa mama seneng banget deketin aku sama om tama sih?” tentunya Shintia langsung menoleh menatap Ify. Raut wajahnya tak sama seperti tadi. Tak sama sekali menampakan keceriaan.

“Lho, memangnya kenapa? Dia kan calon ayahmu!”

“Siapa yang mau punya ayah?” Sanggahnya lantang. Tangannya mulai mengepal di sisi rok abu-abunya. Ify tak suka. Tak suka punya ayah dan tak suka ada laki-laki yang mengusik kehidupan pribadinya.

“Kamu kenapa sih Fy? bukannya kemarin kamu baik-baik aja? Kamu malah enjoy belanja sama om Tama.”

Ify menghela nafas kemudaian membuang muka. “Kenapa mama gak pernah ngerti aku sih! Aku gak suka dan gak akan pernah suka dia jadi ayahku! Asal mama tau, kemarin aku belanja sebanyak yang aku bisa cuma untuk bikin dia kapok!”

“IFY !!” Shintia mulai membentak. “Mama gak suka kamu bertingkah seperti ini!” Ify benar-benar merasa tertekan. Tangannya yang sejak tadi mengepal makin kuat saja menahan kekesalannya. Bibirnya mulai bergetar. Ia tak pernah melihat mamanya seperti ini.

“Mama gak pernah ajarin kamu jadi anak yang kurang ajar!” lagi-lagi mamanya membentak Ify. Ify benar-benar tak tahan. Sebenarnya siapa yang salah disini? Mamanya yang –menurut Ify- tak bisa mengerti anaknya atau Ify tak tak bisa menerima kehadiran orang lain dalam keluarga mereka.

“Mama gak pernah bentak Ify sebelumnya..” katanya lirih. Langsung saja gadis itu berlari keluar. Meninggalkan mamanya yang masih berdiri mematung tak tau harus berbuat apa. Ify ingin pergi, kemana saja. Tak mau menemukan ibunya atau siapa pun yang selalu memaksanya untuk menerima kehadiran dua orang itu di hidupnya.

***

Prissy kembali melirik pada jam besar yang tergantung di dinding kaca halte sederhana itu. Ify telat! Ia benar-benar ingin memakan anak itu ketika Ify datang nanti. Awas aja kalau tiba-tiba Ify datang dengan cengiran khasnya yang terlihat memuakan bila diperlihatnya di saat seperti ini.

Sudah hampir sepuluh menit ia berdiri di sini. Tapi belum juga ada tanda-tanda kedatangan sahabatnya itu. Prissy jadi khawatir. Apa ada sesuatu yang membuat gadis itu begitu terlambat? Apa mungkin Ify tak akan pergi kesekolah?

Pikiran-pikiran itu lenyap begitu saja saat melihat sepatu kets Ify berjalan ke arahnya. Gadis itu tersenyum padanya, benar-benar menyebalkan. Mulutnya sudah sangat gatal ingin mengomeli sahabatnya itu. Beraninya datang terlambat masih saja tersenyum.

Namun saat Ify mendekat, mulutnya malah terkunci. Senyum itu bukan senyum jahil. Semacam senyum yang di paksakan dengan bibir bawahnya yang terlihat digigit. Dan tiba-tiba saja Ify memeluknya dan tubuh gadis ini bergetar hebat. Prissy masih menyimpan kedua tangannya di kedua punggangnya saat Ify mendekapnya erat.

Walaupun tak melihat –karena Ify menyembunykan wajahnya di pundaknya- Prissy tau Ify menangis. Apakah Ify begitu merasa bersalah padanya karena sudah membiarkannya menunggu lama? Tidak, Ify bukan orang sesensitif itu. Dan akhirnya Prissy membalas memeluk Ify, mengusap pelan rambut Ify dan membiarkan Ify meluapkan perasaannya.

Beberapa menit berselang, Prissy kembali melihat jam dinding tadi. Rasanya tak akan baik bila ia memaksakan Ify untuk pergi ke sekolah. Masih dengan Ify yang memeluknya, dengan satu tangan Prissy mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu yang akhirnya ia kirimkan pada mamanya.

“Fy, elo pulang ya? Gue temenin kok..” Prissy masih membelai rambut sahabatnya ini. Untung saja halte ini tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa orang yang bergantian datang sebantar dan akhirnya pergi bersama bus yang membawa mereka ke tempat tujuan mereka. Mungkin mereka akan menganggap Ify dan Prissy sepasang sahabat yang lama tak bertemu dan sedang melepas rindu.

Ify melonggarkan pelukannya dan akhirnya melepas pelukannya pada Prissy. “Gue gak mau pulang..”

“Kalau gitu, lo ikut ke rumah gue ya?”

“Tapi kita,, elo kan –”

“Bolos sehari gak papa kali…” Prissy tersenyum membuat sahabatnya itu ikut tersenyum. Ify sangat bersyukur memiliki sahabat sebaik dan sepengertian Prissy.

***

“Dia gak ada ya?” Shilla yang masih sibuk menyalin tulisan guru sejarahnya langsung menoleh dan mendapati Rio sedang celngukan di depan mejanya. Shilla juga baru sadar, ternyata teman-temannya tak satu pun berada di ruangan ini. Hanya ada dirinya dan Rio di ruang kelasnya itu.

“Siapa? Ify?” tembak Shilla langsung. Rio mengangguk lalu memandang adiknya itu untuk meminta jawaban. “Iya, dia gak masuk. Tadi mamanya Prissy datang kesini. Kayaknya sih buat minta ijin Ify sama Prissy.”

“Kenapa ya? Perasaan gue kok gak enak ya Shil?” kini Rio duduk di sebelah Shilla.

“Elo kan emang suka gitu. Dari dulu suka tiba-tiba punya perasaan gak enak lah.” Rio pun hanya diam. Memang sejak dulu ia seperti itu. Rio merogoh saku celananya. Disimpannya sebuah kotak kecil di atas meja. Tentu saja kotak kecil itu mengundang perhatian Shilla.

“Apa itu?” Shilla berniat memegang dan tentunya membuka kotak kecil itu untuk mengetahui isinya. Namun, baru saja tangannya ingin menyentuh, Rio malah menjauhkannya.

“Elo gak boleh pegang! Ini cuma buat Ify!”

“Isinya apa?”

“Rahasia!!”

“Rioooo….”

“Apa?” Shilla cemberut. Rio malah senang dan semakin menganggu Shilla. “Shil, elo lucu deh kalau lagi ngambek gini..” Shilla makin manyun. Ia mendorong Rio berniat mengusir anak satu ini.

“Udah sana elo keluar!! Ify kan gak ada.. sana pergii!!” Shilla mendorong pundak Rio dengan sebal. Rio malah makin terkikik dengan tingkah saudaranya itu. Akhirnya Rio berdiri, lalu membuka kotak kecil tadi.

“Bagus ga?” Shilla yang penasaran akhirnya mendongak ke dalam kotak kecil itu. Berbentuk bunga mawar, warnanya ungu. Mungkin ini jepit rambut atau semacam bros. “Kira-kira Ify suka gak ya?” Rio kembali meminta pendapat.

“Kenapa elo tiba-tiba mau kasih ini sama dia?”

“Ngasal aja sih.” Rio menggaruk tengkuk kepalanya. Bingung juga di tanya seperti itu. Entah mengapa, Rio sangat yakin Ify akan menyukainya. “Tadinya gue ke sini mau ngasih ini ke dia.”

“Gak usah lebay deh.. besok juga dia sekolah kan.”

“Iya sih..” Shilla kembali manyalin tulisan di papan tulis itu. Rio hanya termenung, memandangi jepit berbentuk mawar berwarna ungu itu. Rio geleng-geleng kepala. Ify Ify,, kenbapa elo suka banget sih nongkrong di pikiran gue?

***

Ponselnya bergetar, membuat Ify kaget dan segera merogoh saku rok abu-abunya.

1 New Massage

Ify membuka pesan singkat itu. dari Shilla.


Ify, lo kenapa gak masuk? Prissy juga. Lo main ya sama Prissy? Gak ajak ajak :(
Sender : Ashilla

Ify tersenyum membaca pesan singkat yang dikirimkan Shilla padanya. Sejak tragedi tak disengaja bertabrakan dengan Rio waktu itu, membuatnya lebih mengenal sosok Shilla. Mungkin juga karena Shilla sering menemaninya menonton latihan karete juga membuatnya mengetahui bahwa gadis yang sudah sekelas dengannya sejak tiga bulan lalu itu memang teman yang baik.


To: Ashilla
Hanya ingin menanangkan pikiran. Haha.. Gue ada di rumah Prissy kok

Ify memang sedang sendiri di kamar Prissy. Prissy tadi meminta ijin padanya untuk membeli beberapa cemilan untuk mereka. Perasaannya mulai lega setelah ia mencurahkan isi hatinya pada Prissy. Mulai dari perasaan bingung, kecewa, marah, dan rasa bersalah pada mamanya karena sempat mumbentak mamanya. Ify tau itu bukan perbuatan yang terpuji.


Lo main dong ke rumah gue.. Gue kesepian nih. Mama papa lagi pergi, lo tau kan gue males banget nungguin Rio kalau gak ada elo.
Sender : Ashilla

Ke rumah Shilla? Mungkin sebaiknya ia tak bertemu dengan mamanya dulu. Kalau ia terus ada di rumah Prissy, mamanya pasti tau, menjemputnya dan memaksanya pulang. Ify masih ingin berpikir, menenangkan pikirannya.


To : Ashilla
Boleh. Lo tunggu gue di halte deket sekolah gimana? 20 menit lagi, gue udah di sana :)

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar