Rabu, 13 Juni 2012

About Us [02] Tiga Huruf Untuk Seratus kata Lebih ..

About Us [02]

Hari ini Ify dan Shilla kembali duduk di pinggir lapangan indoor sekolah mereka. Karate. Sejak dulu, olah raga bela diri ini memang sudah mencuri perhatian Ify. Bukan karena ada seseorang yang ia taksir di club karate itu, Ify tertarik pada cara-cara melindungi diri yang diajarkan di dalam club karate. Sempat Ify berniat mengikuti club karate ini. Namun, setelah melihat kebanyakan anggota club karate ini –yang kebanyakan laki-laki-, ify mengurungkan niatnya. Ia tak mau terlalu banyak berurusan dengan laki-laki. Seperti yang pernah dikatakannya dulu. Sebisa mungkin, ia akan menghindari kontak langsung dengan makhluk yang bernama laki-laki.


“Shilla..” tiba-tiba wajah seorang laki-laki menyembul di antara dua pintu jarring yang membatasi lapangan dengan daerah luarnya. Konsentrasi Ify yang sedang memperhatikan orang-orang yang sedang berlatih pun buyar. Panggilan itu memang tertuju pada Shilla. Namun, karena suara itu cukup keras untuk sampai ke telinganya, Ify pun ikut mendongak. Melihat siapa yang mengganggunya.

“Eh, elo yang nabrak gue waktu itu kan?” lagi-lagi Rio mengatakan kalimat itu. setelah peristiwa tabrakan antara Rio dan Ify, tak sengaja Ify sering bertemu Rio. Dimana pun di sekolah ini. di kantin, di koridor, di depan gerbang, di dekat toilet perempuan pun kadang mereka bertemu. Tak bosan, setiap ia Rio bertemu Ify pasti itu kalimat pertama yang dilontarkannya pada gadis cantik ini. Ify hanya melengos saat mendengar rio mengucapkan kalimat itu lagi.

“Apaan sh Yo. Udah deh gak usah mulai. Ify kan udah minta maaf, lagian Ify juga gak sengaja. Ya kan Fy?” Ify hanya menarik tipis salah satu ujung bibirnya. Malas menanggapi laki-laki macam begini.

“Iya deh Shilla.. gue juga kan Cuma bercanda.”

Dengan tangannya yang kekar, ia memisah bahu Ify dan bahu Shilla yang sebenarnya tak tertempel itu. dengan seenaknya Rio duduk di antara mereka dan membuat dua gadis cantik itu harus menggeser duduk mereka karena Rio memaksa duduk di tengah-tengah Ify dan Shilla.

“Ihh.. Rio apaan sih!!” Brukk.. pukulan pun dilayangkan Shilla di punggung Rio. Seeaknya saja duduk sembarangan. Rio hanya tertawa. Puas melihat Shilla yang sepertinya kesal.

Sedangkan Ify hanya diam. Pandangannya kembali tertuju ke lapangan. Memperhatikan              orang-orang yang ada di dalam lapangan. Bedanya, kali ini orang-orang yang tadi ada dalam barisan rapih sambil mempraktekan berbagai gerakan, kini mereka duduk dimana pun sesuka hati karena mereka sedang beristirahat. Begiru pun dengan Rio yang seenaknya duduk diantara dirinya dan Shilla.


Disebelahnya, Rio dan Shilla malah asik bercanda, meneruskan obrolan mereka yang menurut Ify sama sekali tak lucu. Seolah Rio sengaja memisahkan dirinya dengan Shilla yang tadinya duduk disampingnya.

Ify heran, mengapa Shilla bisa sedekat ini dengan Rio? Apa Shilla tak pernah meresa ketakukan Rio akan meninggalkannya?

“Ify, gue ke kantin bentar ya?” Ify yang menoleh buru-buru mengangguk dengan senyum di bibirnya saat Shilla menepuk pundaknya dan melangkah pergi menuju kantin.

“Kayaknya, kita dulu sering ketemu deh” Ify menoleh. Tiba-tiba teringat ternyata Shilla hanya pergi sendiri. Ify juga baru sadar ternyata ia hanya berdua saja dengan Rio.

“Permintaan maaf elo udah gue terima. Tapi.. kenapa elo titip ke Shilla? Kenapa elo gak langsung aja bilang sama gue?” Ify melengos. Sepertinya keputusan membiarkan Shilla pergi ke kantin bukanlah keputusan yang baik. Ify akan lebih senang Shilla berada disini dan mereka berdua –Shilla dan Rio- asik berdua dan tak mempedulikan dirinya ketimbang harus berdua dengan laki-laki cerewet bertanya ini itu padanya. atau mungkin lebih baik Rio tak ada disini saja sekalian. Itu pasti akan lebih baik.

“Lo malu ya ketemu sama gue? Atau elo grogi mau ngomong sama gue?” Rio tersenyum jahil, membuat Ify melotot. Apa tadi dia bilang? Grogi? Huh.. yang benar saja! semasa hidupnya, bahkan sampai detik ini pun Ify tak pernah grogi saat harus berbicara pada seorang laki-laki. Mau Mario Maurer sekali pun Ify menjamin dirinya tak akan grogi bila harus berbicara dengan actor Thailan yang –memang- tampan itu.

“Oh ya.. kita belum sempet kenalan kan? Secara resmi maksudnya.. yaa walaupun gue yakin elo sebenernya udah kenal gue. Ya kan?” Ify mendelik, lalu melengos. Laki-laki ini bener-benar menyebalkan bukan? Sudah selalu berkata –elo- yang-nabrak-gue-waktu-itu-kan-?- padanya, ditambah mulutnya yang sepertinya tak pernah berhenti mengoceh hal-hal tidak penting yang sebenarnya tak perlu keluar dari mulutnya.

“Gue Rio. Mario Stevano” katanya dengan senyum andalan yang biasanya bisa melelehkan siapa saja yang melihatnya. Ia mengulurkan tangannya di depan Ify.

Ify kembali mendelik. Ia melirik tangan Rio yang terjulur di depannya. “Ify..” jawabnya singkat tanpa sama sekali menyentuh –apalagi menjabat- tangan Rio yang terulur di depannya.

Dengan ragu, Rio menarik kembali tangannya. Ia menggeruk tengkuk kepalanya. Apakah senyumnya tadi kurang menawan? Atau kurang lebar sampai Ify tak sama sekali ingin menjabat tangannya? biasanya kan senyum itu paling manjur untuk menunjukan keramahannya di depan semua orang.

Rio jadi mati gaya. Melihat Ify yang lurus lurus menatap ke arah lapangan membuatnya seperti orang yang sedang melucu tapi tidak lucu. Mengerti kan? Garing..

***

“Shil, Ify itu emang pendiam ya?”

“Huh?” Shilla mendongak. Shilla mencabut sedotan susu yang tadinya ada di dalam mulutnya. “ Enggak juga. Kenapa emangnya?”

“tadi gue ngomong sama dia sepanjang  yaa… kira kira.. satu dua .. emm  lebih dari seratus kata Cuma dijawab tiga huruf doang” Shilla mengangkat kedua alisnya, perlahan tersenyum dan akhirnya tertawa. “Ye.. elo malah ngetawain gue sih?”Rio mendorong bahu Shilla yang sedang tertawa. Pura-pura kesal. Masa Mario ditertawakan?

“Seriusan? Emang elo ngomong apa aja?”

“Banyak sih.. ya elo tau kan gue itu orangnya kayak gimana”

“Terus Ify jawab apa?”

“Pas gue ajak kenalan, ya dia jawab namanya Ify. Dia ngomong sama gue Cuma tiga huruf coba. I eF dan Ye” Shilla makin ingin tertawa. Baru kali ini ia mendengar ada yang bicara sependek itu dengan Rio. Shilla akui, Rio memang orang yang asik-walaupun sering kepedean dan ceplas-ceplos-. Mana mungkin ada yang bisa hanya mengeruarkan tiga huruf saja untuk menaggapi cowok –cerewet- macam Rio.

“Di kelas, Ify gak sependiem itu. apalagi kalau udah sama Prissy”

“Siapa Prissy?” potong Rio.

“temen sebangkunya. Sahabatnya Ify gitu. Ify juga pinter. Dia aktif di kelas. Sama sekali gak pantas disebut pendiam”

Rio membulatkan bibirnya. Apa gadis itu punya kepribadian ganda? Saat melihat gadis itu bersama Shilla di pinggir lapangan pun, Ify memang tak terlihat pendiam. Ia sering melihat Ify dan Shilla tertawa berdua. Tapi kenapa gadis itu terlalu kaku padanya? apa karena tabrakan itu?

“Eh tapi Yo,, kayaknya Ify gak pernah keliatan deket sama cowok”  Rio mengangguk-angguk. Entah apa maksud anggukannya. “Eh, tapi tumben banget elo tanya ini itu soal cewek?” Shilla tersenyum jahil. Membuat Rio tiba-tiba melengos membuang muka. Mulai deh sifat Shilla yang selalu menggodanya bila ia menanyakan seorang perempuan padanya.

“Elo suka Ify Yo?? Ciee…”

“Apaan sih elo Shil” kalau saja Rio perempuan, ia pasti sudah menutup mukanya dengan kedua tangannya. Rio tau, mukanya pasti sedang memerah sekarang. Shilla tertawa renyah sekali. Membuat Rio makin sebal dengan gadis cantik yang satu ini.

“Jadi beneran elo suka Ify?” Rio menggaruk tengkuk kepalanya. Mau bagaimana lagi? Ia memang tak pernah menyembunyikan apapun dari Shilla.

“Dari dulu, gue emang udah naruh perhatian sama dia. Selagi ada kesempatan gue bisa kenal sama dia, kenapa enggak?” mati-matian Rio menyembunyikan segela perhatian yang selama ini ia berikan pada gadis itu dari Shilla. Kalau memang harus ketahuan, ya sudah lah. Toh Shilla juga bukan siapa-siapa. Mungkin saja Shilla bisa member jalan untuk dirinya berkenalan dengan Ify.

“ohh.. jadi sekarang Ify ya? Haha.. tenang, nanti gue bantuin deh supaya elo bisa deket sama dia” Shilla kembali tertawa. Geli sendiri melihat muka kemerahan Rio saat ia menanyakan apakah Rio menyukai Ify atau tidak. Entah mengapa Shilla sendiri sangat ingin akrab dengan Ify. Gadis itu seperti memiliki sesuatu yang membuat Shilla tertarik untuk berteman dengannya. Mungkin itu juga yang dirasakan Rio.

***

“Ify…” Ify memejamkan matanya sejenak. Baru saja ia menjatuhkan dirinya di atas kasur empuk di dalam kamarnya, suara ibunya terdengar memanggil. Dengan –sedikit- malas, Ify kembali bangun, kemuar kamar dan mendongak ke bawah dari tangga . terlihat ruang keluarga dari tempat ia berdiri.

“Apa ma?” Tanya Ify. Ibunya mendongak. Ternyata anaknya memang sudah ada di rumah.

“Mama dengar ada yang membuka pintu. Ternyata kamu memang sudah pulang” ify pun hanya tersenyum singkat, lalu kembali berniat pergi menuju kamarnya. Sejak ibunya memberitahu tentang rencana perenikahannya, Ify jarang sekali berkomunikasi dengan ibunya.

“Eh Fy..” Ify mengurungkan niatnya lalu kembali mendongak ke bawah.

“Kenapa ma?”

“Besok kamu pulang jam berapa?”
“Sampai sore mungkin” katanya.

“Kamu ngapain aja sampe sore begitu?”

“Memangnya kenapa? Mama udah gak percaya sama aku?”

“bukannya begitu Fy. mama Khawatir..” Ify diam. Memang tidak baik berlaku seperti itu pada orang tua. Terlebih pada ibunya sendiri. “Besok kamu bisa langsung pulang kan?”

“tergantung. Kalau mama suruh aku pulang cepet buat ketemu sama laki-laki itu, aku gak akan pulang secepat itu” Ify melengos. Ia segera masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintunya keras-keras.

Wanita parus baya itu menarik nafas dalam. bagaimana caranya meyakinkan Ify?

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar