About Us [01]
Duk..
Brukk..
Dengan
cepat gadis itu segera berdiri, walaupun kakinya berdenyut nyeri karena
tertindih badannya sendiri saat terjatuh tadi. Dengan cepat ia mengusap
matanya lalu membekap mulutnya sendiri dengan tangannya. Tanpa mengucap
epatah kata pun pada manusia yang masih terduduk dengan
barang-barangnya yang bersererakan akibat tabrakan tadi, ia segera
berlari pergi menginggalkan laki-laki itu.
Melihat tingkah
gadis yang menabraknya, laki-laki itu hanya diam. Bukankah seharusnya
gadis itu meminta maaf karena sudah menabraknya? Dasar! Anak muda jaman
sekarang memang tak tau sopan santun! Ehh.. tapi itu tentu saja tidak
dengan dirinya.
“Rio, elo kenapa?” langsung saja laki-laki
itu menoleh saat seseorang menyerukan namanya. Rio- laki-laki itu-
tersadar dan segera memunguti buku-bukunya yang bersarakan.
“Eh,
Shilla.. gue gak papa kok. Tadi gue di tabrak orang. Jatoh
deh..”terangnya pada gadis cantik yang kini ikut membungkuk dan
membantunya memunguti buku-bukunya.
“Ahh..” Rio mendesah
kecewa saat melihat kaca jam tangannya pecah. Mungkin saat terjatuh tadi
tangannya tertimpa tubuhnya sendiri dan otomatis jam tangannya pun ikut
tertimpa.
“Rio, Rio.. elo ada-ada aja sih.” Shilla
menggeleng kecil. “Nih, lain kali hati-hati!” rio hanya tersenyum masam
saat gadis itu menyerahkan bukunya. Bukan dia yang harus berhati-hati.
Tapi gadi tadi.
“Gue ke kelas dulu ya.. Bye Rio..” Shilla
melambaikan tangannya lalu pergi meninggalkan Rio. “Thanks Shill..”
Shilla hanya menengok sebentar, mengangguk dan tersenyum saat mendengar
Rio mengucapkan terima kasis padanya. dengan langkah riang, Shilla
kembali meneruskan langkahnya menuju ruang kelasnya, seperti apa yang
tadi dikatakannya pada Rio.
Rio menghela nafas, lalu
menatap nanar jam tangannya dengan jarum yang tak bergerak. Jam tangan
ini hadiah dari bundanya beberapa minggu yang lalu sebagai hadiah ulang
tahunnya yang ke-17. Bundanya adalah orang yang sangat apik dan hemat.
Rio pasti kena marah kalau bundanya tau jam tangannya rusak.
“Bunda
pasti marah kalau gini” Rio berpikir bagaimana caranya agar bundanya
tak tau jam tangannya rusak, atau lebih bagus jamnya kembali menyala
sehingga bundanya tak perlu tau tentang apa yang sebenarnya terjadi pada
jam tangannya. Selain apik dan hemat, ibunya pun sangat teliti. Jadi,
bila Rio membeli jam dengan merek dan model yang sama, bundanya pasti
tau.
Tiba-tiba, rio tersenyum. Ia ingat Shilla pernah
berkata teman sekelasnya ada yang bisa memperbaiki jam tangan. Siapa tau
teman Shilla itu bisa membantunya. Rio tersenyum dan segera pergi
mengikuti jejak langkah Shilla tadi.
***
Sekali
lagi ia membasuh mukanya dengan air yang mengalir pada wastafel toitel
sekolahnya. Sejak pergi dari rumah, perasaannya benar-benar kacau. Tadi
pagi ibunya memberitahu bahwa ia akan menikah lagi. Tentu saja Ify kaget
dan langsung tak setuju dengan rencana ibunya itu. Ify tak pernah
mengenal siapa ayah kandungnya. Dan kini ibunya akan menikah lagi dengan
laki-laki lain.
Urusannya bukan karena Ify menginginkan
ibu dan ayahnya kembali. Ify benci ayahnya. Sejak kecil ia tak pernah
mendapat kasih sayang dari sosok seorang ayah. Ayahnya meninggalkannya
saat ia belum genap berusia 1 tahun. Sejak Ify mulai mengerti, ia mulai
tak suka dengan adanya sosok laki-laki di dunia ini.
Setelah
tak terlihat lagi jejak-jejak air mata di mata maupun pipinya, Ify
segera mengambil tisu dan mengelap mukanya yang masah. Setelah merasa
segar, gadis itu cepat beranjak pergi menuju ruang kelasnya sebelum bel
masuk berkumandang.
Tak peduli dengan kegaduhan yang
teman-temannya ciptakan, ify segera mesuk dan berjalan menuju tempat
istimewa yang talah ia tempati lebih kurang sekitar empat bulan ini.
sambil menutup hidung merahnya dengan tisu, ify berjalan menunduk.
Tiba-tiba
sepasang sepatu kets hitam terlihat oleh matanya. ify mendongak, ingin
mencari tahu siapa pemilik sepatu kets hitam yang telah membuatnya
terpaksa menghentikan langkah kakinya.
“Sorry, gue mau
lewat..” Ify malah terdiam. Wajah ini mengingatkannya pada seseorang.
Laki-laki ini bukan murid baru, bukan juga teman sekelasnya.
Tak mendapat respon dari gadis yang menghalangi jalannya, Rio mendecak.
“Gue
mau lewat. Bisa minggir sebentar? Elo jalannya di tengah!” katanya lagi
mulai kesal. Bukannya menyingkir gadis itu malah menatapnya dengan
tatapan aneh. Ify menatap rio dari ujung rambut sampai ujung kaki. Rio
kembali mendecak. Gadis ini tak kunjung memberinya jalan.
“Shil,
temen lo kenapa sih? Budge kali ya?” dengan suara agak keras membuat
perhatian seluruh pasang mata yang ada di dalam kelas itu tertuju
padanya. Rio tak peduli. Ia masih saja heran dengan gadis yang
memandangnya dengan tatapan aneh itu.
“Yo apaan sih. Malu
tau” bisik Shilla. Shilla tersenyum pada Ify yang masih terdiam. Kalau
diperhatikan, warna mata Ify sama dengan warna mata Rio. Bukan hanya
matanya, tatapannya juga tulang pipi mereka.
Kali ini Rio
yang menatapnya tajam. Saat Ify kembali membekap mulutnya, Rio teringat
pada gadis yang menabraknya tadi. Rio menunjuk Ify dengan jari
telunjuknya.
“Ohh.. elo yang nabrak gue tadi kan?”
tuduhnya. Ify pun kembali mendongak, benar. Pantas saja ia merasa taka
sing dengan laki-laki di depannya ini. “Udah pergi gitu aja. Gak minta
maaf. Ngalangin jalan gue lagi sekarang” Ify tak berkata barang satu
katapun. Ia hanya beringsut berpindah selangkah kekanan dan membiarkan
laki-laki itu pergi. Setelah rio pergi, suasana kelas pun kembali
normal. Ify kembali meneruskan langkahnya menuju singgasananya di kelas
itu.
“Ify, maafin dia ya. Dia emang suka kayak gitu. Suka
ceplas-ceplos kalau lagi kesel.” Ify pun hanya mengangguk dan sedikit
tersenyum saat mendapati Shilla tengah duduk di depan mejanya. Kenapa
pula Shilla yang harus minta maaf?
Ify memang tak terlalu
dekat dengan Shilla. Mereka hanya mengenal sekedar teman sekelas saja.
Shilla, gadis cantik, manis, dan juga pinta ini memang sangat baik.
Lihat saja, ia sampai minta maaf padanya atas kelakuan laki-laki tadi.
“Jadi,
yang nabrak Rio di depan itu elo?” Ify mengangguk samar. Walaupun Ify
tak kenal dengan laki-laki tadi, ia yakin laki-laki tadi itulah yang
Shilla maksud dengan Rio. “Tapii.. sebenernya Rio itu baik kok. Kalau
bukan karna jam tangannya pecah gara-gara dia jatoh tadi, dia itu
orangnya ramah banget Fy”
“lo deket banget ya sama dia?”
tentu saja Shilla mengangguk. “Gue titip pesen ya sama dia. Gue minta
maaf, gue buru-buru dan gak sengaja nabrak dia. Soal jam tangannya yang
pecah, gue mau ganti kok”
“Eh gak usah Fy. jangan terlalu
dipikirin lah si Rio itu. lagian Ray udah mau benerin jam tangannya kok”
senyum manis Shilla kembali mengambang.
“Thanks ya Shil.
Kalau ada apa-apa, jangan sungkan kasih tau gue” walaupun Ify tak pernah
suka dengan adanya kaum pria, ia tak pernah diajarkan menjadi orang
yang tak tau diri. Ia bersalah, dan ia harus meminta maaf dan
bertanggungjawab dengan apa yang telah ia perbuat.
Sedangkan
Shilla, semakin asyik memandangi wajah Ify. Bila di perhatikan, wajah
Ify dan Rio banyak kemiripan. Cara mereka bicara pun. Dan Shilla baru
sadar, Ify dan Rio sama-sama selalu mengungkapkan rasa terima kasih
mereka menggunakan kata ‘Thanks’ daripada kata ‘terimaksih’ .
***
Bel
pulang pun berbunyi, wajah-wajah malas yang menghiasi kelas pun sekejap
sirna saat. Dengan terpaksa pak Rahmat harus berhenti menggoreskan
tinta pada papan tulis hitam yang ada di kelas itu. beberapa saat
kemudian, pak Rahmat keluar disusul murid-murid yang sejak tadi menunggu
jam pulang sekolah.
“Fy, yuk pulang” Ify menggeleng.
Menolak ajakan Prissy, teman satu mejanya itu untuk pulang bersama.
Prissy mengerutkan kening. “mau kemana?” Prissy tau betul sahabatnya ini
bukanlah tipe orang yang senang berdiam diri lama-lama di sekolah.
Apalagi pergi jalan-jalan atau nongkrong di café café seperti kebanyakan
remaja seumurannya. Ify hanya pulang terlambat bila ada pelajaran
tambahan atau pergi les.
“Gue lupa bawa kunci rumah Pris.
Nyokap kan pulangnya masih lama. Jadi daripada nunggu di rumah, gue
nunggu disini aja” katanya meyakinkan Prissy untuk meninggalkannya di
sekolah. Ify yakin, dengan alasan yang telah ia buat sapanjang pelajaran
matematika tadi bisa membuat Prissy yakin.
“kenapa gak nunggu di rumah gue aja Fy?” tawar Prissy. Ify kembali menggelang.
“No,
thanks Pris. Gue bisa disini kok. Gue mau liatin yang latihan karate”
jawabnya sambil memamerkan deretan gigi putihnya yang dipagari kawat
berwarna biru. Dan akhirnya Prissy hanya bisa mengangguk.
“Oke
deh kalau gitu. Gue pulang duluan ya Fy. sorry gak bisa nemenin” Prissy
melambaikan tangannya lalu melangkah keluar dari ruang kelas.
“Fy,
elo mau nonton yang latihan karate?” Ify menoleh. Ternyata di kelas ini
bukan hanya ada dirinya. Shilla masih sibuk mencatat apa yang tadi pak
Rahmat jelaskan di papan tulis. Shilla memang anak yang rajin. Di saat
murid-murid lain pulang dengan senang hati, gadis itu masih mencatat
catatannya yang belum lengkap.
“Itu juga kalau elo mau
sih.. gue juga mau nungguin Rio” Ify berpikir sejenak. Mungkin tak ada
salahnya bila Shilla menemaninya. Jadi kan ia ada teman untuk ngobrol.
“oke” jawabnya menyetujui tawaran Shilla. Gadis itu melangkah mendekati Shilla lalu menunggu gadis itu menyelesaikan catatannya.
Nilatnya
kan bukan untuk menyendiri, Ify hanya tak mau pulang. Ia ingin
menghindari ibunya. Ify tak mau bertemu ibunya dan kembali
memperdebatkan tentang masalah pernikahan ibunya.
***
Jgn2 rio sama ify kembaran...........jengjengjeng
BalasHapus