Rabu, 13 Juni 2012

About Us [01] Mirip ??

About Us [01]

Duk..

Brukk..

Dengan cepat gadis itu segera berdiri, walaupun kakinya berdenyut nyeri karena tertindih badannya sendiri saat terjatuh tadi. Dengan cepat ia mengusap matanya lalu membekap mulutnya sendiri dengan tangannya. Tanpa mengucap epatah kata pun pada manusia yang masih terduduk dengan barang-barangnya yang bersererakan akibat tabrakan tadi, ia segera berlari pergi menginggalkan laki-laki itu.


Melihat tingkah gadis yang menabraknya, laki-laki itu hanya diam. Bukankah seharusnya gadis itu meminta maaf karena sudah menabraknya? Dasar! Anak muda jaman sekarang memang tak tau sopan santun! Ehh.. tapi itu tentu saja tidak dengan dirinya.

“Rio, elo kenapa?” langsung saja laki-laki itu menoleh saat seseorang menyerukan namanya. Rio- laki-laki itu- tersadar dan segera memunguti buku-bukunya yang bersarakan.

“Eh, Shilla.. gue gak papa kok. Tadi gue di tabrak orang. Jatoh deh..”terangnya pada gadis cantik yang kini ikut membungkuk dan membantunya memunguti buku-bukunya.

“Ahh..” Rio mendesah kecewa saat melihat kaca jam tangannya pecah. Mungkin saat terjatuh tadi tangannya tertimpa tubuhnya sendiri dan otomatis jam tangannya pun ikut tertimpa.

“Rio, Rio.. elo ada-ada aja sih.” Shilla menggeleng kecil. “Nih, lain kali hati-hati!” rio hanya tersenyum masam saat gadis itu menyerahkan bukunya. Bukan dia yang harus berhati-hati. Tapi gadi tadi.

“Gue ke kelas dulu ya.. Bye Rio..” Shilla melambaikan tangannya lalu pergi meninggalkan Rio. “Thanks Shill..” Shilla hanya menengok sebentar, mengangguk dan tersenyum saat mendengar Rio mengucapkan terima kasis padanya. dengan langkah riang, Shilla kembali meneruskan langkahnya menuju ruang kelasnya, seperti apa yang tadi dikatakannya pada Rio.

Rio menghela nafas, lalu menatap nanar jam tangannya dengan jarum yang tak bergerak. Jam tangan ini hadiah dari bundanya beberapa minggu yang lalu sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke-17. Bundanya adalah orang yang sangat apik dan hemat. Rio pasti kena marah kalau bundanya tau jam tangannya rusak.

“Bunda pasti marah kalau gini” Rio berpikir bagaimana caranya agar bundanya tak tau jam tangannya rusak, atau lebih bagus jamnya kembali menyala sehingga bundanya tak perlu tau tentang apa yang sebenarnya terjadi pada jam tangannya. Selain apik dan hemat, ibunya pun sangat teliti. Jadi, bila Rio membeli jam dengan merek dan model yang sama, bundanya pasti tau.

Tiba-tiba, rio tersenyum. Ia ingat Shilla pernah berkata teman sekelasnya ada yang bisa memperbaiki jam tangan. Siapa tau teman Shilla itu bisa membantunya. Rio tersenyum dan segera pergi mengikuti jejak langkah Shilla tadi.

***

Sekali lagi ia membasuh mukanya dengan air yang mengalir pada wastafel toitel sekolahnya. Sejak pergi dari rumah, perasaannya benar-benar kacau. Tadi pagi ibunya memberitahu bahwa ia akan menikah lagi. Tentu saja Ify kaget dan langsung tak setuju dengan rencana ibunya itu. Ify tak pernah mengenal siapa ayah kandungnya. Dan kini ibunya akan menikah lagi dengan laki-laki lain.

Urusannya bukan karena Ify menginginkan ibu dan ayahnya kembali. Ify benci ayahnya. Sejak kecil ia tak pernah mendapat kasih sayang dari sosok seorang ayah. Ayahnya meninggalkannya saat ia belum genap berusia 1 tahun. Sejak Ify mulai mengerti, ia mulai tak suka dengan adanya sosok laki-laki di dunia ini.

Setelah tak terlihat lagi jejak-jejak air mata di mata maupun pipinya, Ify segera mengambil tisu dan mengelap mukanya yang masah. Setelah merasa segar, gadis itu cepat beranjak pergi menuju ruang kelasnya sebelum bel masuk berkumandang.

Tak peduli dengan kegaduhan yang teman-temannya ciptakan, ify segera mesuk dan berjalan menuju tempat istimewa yang talah ia tempati lebih kurang sekitar empat bulan ini. sambil menutup hidung merahnya dengan tisu, ify berjalan menunduk.

Tiba-tiba sepasang sepatu kets hitam terlihat oleh matanya. ify mendongak, ingin mencari tahu siapa pemilik sepatu kets hitam yang telah membuatnya terpaksa menghentikan langkah kakinya.

“Sorry, gue mau lewat..” Ify malah terdiam. Wajah ini mengingatkannya pada seseorang. Laki-laki ini bukan murid baru, bukan juga teman sekelasnya.

Tak mendapat respon dari gadis yang menghalangi jalannya, Rio mendecak.

“Gue mau lewat. Bisa minggir sebentar? Elo jalannya di tengah!” katanya lagi mulai kesal. Bukannya menyingkir gadis itu malah menatapnya dengan tatapan aneh. Ify menatap rio dari ujung rambut sampai ujung kaki. Rio kembali mendecak. Gadis ini tak kunjung memberinya jalan.

“Shil, temen lo kenapa sih? Budge kali ya?” dengan suara agak keras membuat perhatian seluruh pasang mata yang ada di dalam kelas itu tertuju padanya. Rio tak peduli. Ia masih saja heran dengan gadis yang memandangnya dengan tatapan aneh itu.

“Yo apaan sih. Malu tau” bisik Shilla. Shilla tersenyum pada Ify yang masih terdiam. Kalau diperhatikan, warna mata Ify sama dengan warna mata Rio. Bukan hanya matanya, tatapannya juga tulang pipi mereka.

Kali ini Rio yang menatapnya tajam. Saat Ify kembali membekap mulutnya, Rio teringat pada gadis yang menabraknya tadi. Rio menunjuk Ify dengan jari telunjuknya.

“Ohh.. elo yang nabrak gue tadi kan?” tuduhnya. Ify pun kembali mendongak, benar. Pantas saja ia merasa taka sing dengan laki-laki di depannya ini. “Udah pergi gitu aja. Gak minta maaf. Ngalangin jalan gue lagi sekarang” Ify tak berkata barang satu katapun. Ia hanya beringsut berpindah selangkah kekanan dan membiarkan laki-laki itu pergi. Setelah rio pergi, suasana kelas pun kembali normal. Ify kembali meneruskan langkahnya menuju singgasananya di kelas itu.

“Ify, maafin dia ya. Dia emang suka kayak gitu. Suka ceplas-ceplos kalau lagi kesel.” Ify pun hanya mengangguk dan sedikit tersenyum saat mendapati Shilla tengah duduk di depan mejanya. Kenapa pula Shilla yang harus minta maaf?

Ify memang tak terlalu dekat dengan Shilla. Mereka hanya mengenal sekedar teman sekelas saja. Shilla, gadis cantik, manis, dan juga pinta ini memang sangat baik. Lihat saja, ia sampai minta maaf padanya atas kelakuan laki-laki tadi.

“Jadi, yang nabrak Rio di depan itu elo?” Ify mengangguk samar. Walaupun Ify tak kenal dengan laki-laki tadi, ia yakin laki-laki tadi itulah yang Shilla maksud dengan Rio. “Tapii.. sebenernya Rio itu baik kok. Kalau bukan karna jam tangannya pecah gara-gara dia jatoh tadi, dia itu orangnya ramah banget Fy”

“lo deket banget ya sama dia?” tentu saja Shilla mengangguk. “Gue titip pesen ya sama dia. Gue minta maaf, gue buru-buru dan gak sengaja nabrak dia. Soal jam tangannya yang pecah, gue mau ganti kok”

“Eh gak usah Fy. jangan terlalu dipikirin lah si Rio itu. lagian Ray udah mau benerin jam tangannya kok” senyum manis Shilla kembali mengambang.

“Thanks ya Shil. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan kasih tau gue” walaupun Ify tak pernah suka dengan adanya kaum pria, ia tak pernah diajarkan menjadi orang yang tak tau diri. Ia bersalah, dan ia harus meminta maaf dan bertanggungjawab dengan apa yang telah ia perbuat.

Sedangkan Shilla, semakin asyik memandangi wajah Ify. Bila di perhatikan, wajah Ify dan Rio banyak kemiripan. Cara mereka bicara pun. Dan Shilla baru sadar, Ify dan Rio sama-sama selalu mengungkapkan rasa terima kasih mereka menggunakan kata ‘Thanks’ daripada kata ‘terimaksih’ .

***

Bel pulang pun berbunyi, wajah-wajah malas yang menghiasi kelas pun sekejap sirna saat. Dengan terpaksa pak Rahmat harus berhenti menggoreskan tinta pada papan tulis hitam yang ada di kelas itu. beberapa saat kemudian, pak Rahmat keluar disusul murid-murid yang sejak tadi menunggu jam pulang sekolah.

“Fy, yuk pulang” Ify menggeleng. Menolak ajakan Prissy, teman satu mejanya itu untuk pulang bersama. Prissy mengerutkan kening. “mau kemana?” Prissy tau betul sahabatnya ini bukanlah tipe orang yang senang berdiam diri lama-lama di sekolah. Apalagi pergi jalan-jalan atau nongkrong di café café seperti kebanyakan remaja seumurannya. Ify hanya pulang terlambat bila ada pelajaran tambahan atau pergi les.

“Gue lupa bawa kunci rumah Pris. Nyokap kan pulangnya masih lama. Jadi daripada nunggu di rumah, gue nunggu disini aja” katanya meyakinkan Prissy untuk meninggalkannya di sekolah. Ify yakin, dengan alasan yang telah ia buat sapanjang pelajaran matematika tadi bisa membuat Prissy yakin.

“kenapa gak nunggu di rumah gue aja Fy?” tawar Prissy. Ify kembali menggelang.

“No, thanks Pris. Gue bisa disini kok. Gue mau liatin yang latihan karate” jawabnya sambil memamerkan deretan gigi putihnya yang dipagari kawat berwarna biru. Dan akhirnya Prissy hanya bisa mengangguk.

“Oke deh kalau gitu. Gue pulang duluan ya Fy. sorry gak bisa nemenin” Prissy melambaikan tangannya lalu melangkah keluar dari ruang kelas.

“Fy, elo mau nonton yang latihan karate?” Ify menoleh. Ternyata di kelas ini bukan hanya ada dirinya. Shilla masih sibuk mencatat apa yang tadi pak Rahmat jelaskan di papan tulis. Shilla memang anak yang rajin. Di saat murid-murid lain pulang dengan senang hati, gadis itu masih mencatat catatannya yang belum lengkap.

“Itu juga kalau elo mau sih.. gue juga mau nungguin Rio” Ify berpikir sejenak. Mungkin tak ada salahnya bila Shilla menemaninya. Jadi kan ia ada teman untuk ngobrol.

“oke” jawabnya menyetujui tawaran Shilla. Gadis itu melangkah mendekati Shilla lalu menunggu gadis itu menyelesaikan catatannya.

Nilatnya kan bukan untuk menyendiri, Ify hanya tak mau pulang. Ia ingin menghindari ibunya. Ify tak mau bertemu ibunya dan kembali memperdebatkan tentang masalah pernikahan ibunya.

***

1 komentar: