“Hai Fy. Sendiri aja?” Ify mendongak. Ify tersenyum walau masih sedikit gondok dengan kelaluan Gabriel. Ternyata yang dilihat Gabriel itu Alvin? Mengapa pacarnya itu cemburuan sekali? Tiba-tiba jadi aneh dan bertingkah seolah-olah dia dan Alvin telah selingkuh di belakangnya.
“tadi gue liat ada Gabriel? kemana dia?”
“mau jemput mamanya”
“kenapa dia gak anterin elo dulu?”
“mamanya tadi minta cepet di jemput. Tadi Gabriel juga pengennya nganterin gue balik dulu. Tapi karna gak searah, gue gak mau mamanya nunggu” ify berbohong, masa iya Ify harus bilang ‘Gara-gara dia ngeliat elu tau’ . bisa jelak nama Gabriel di mata Alvin. Setidaknya Ify tak banyak berbohong. Tadi kan sebelum Gabriel melihat Alvin, laki-laki itu ngotot ingin mengantarnya pulang kan?
“heh..” Alvin tersenyum miring. Ify melihat senyum Alvin itu jadi merasa ada sesuatu yang aneh dari sahabat kakaknya itu. Mangapa ia merasa senyum Alvin itu seperti senyum melecehkan?
“kalau gitu, ayo gue anter pulang” Alvin kembali menutup kaca helm nya. Sebenarnya Ify bingung harus menolak atau menerima tawaran Alvin itu. Kalau ia menolak, Alvin sudah siap dengan posisinya untuk mengantar Ify. Tapi, kalau Gabriel tau gimana? Urusannya akan tambah runyam dan pastinya Gabriel mengira Ify memang benar-benar menunggu Alvin.
“Ayo.. kok diem? Mau pulang kan?” melihat Ify yang diam saja, Alvin menarik pergelangan tangan Ify, dan menariknya untuk duduk di boncengan motornya. Ya sudahlah, tak ada salahnya ia ikut pulang bersama Alvin. Toh sebenarnya memang tak ada apa-apa antara dirinya dan Alvin. Soal Gabriel, biarlah laki-laki itu akan bicara apa nantinya.
***
Sepuluh menit Ify menunggu Gabriel di teras rumahnya, tapi Gabriel tak kunjung datang. Bahkan, Cakka sudah berangkat sejak setengah jam yang lalu karena ada tugas yang belum sempat ia selesaikan. Yang membuat Ify heran, mengapa tugas belum selsai abangnya itu malah pergi pagi-pagi sekali? Ify kembali melirik jam tangannya. oke, kalau lima kedepan Gabriel gak juga muncul, gue pergi naik angkot.
Ternyata lima menit sudah terlewati. Ify mendengus. Apakah Gabriel masih marah padanya? tapi kalau dipikir-pikir kenapa Gabriel mesti marah? Kenapa juga Ify jadi merasa bersalah? Dia kan tak melakukan apa-apa?
Akhirnya ifu berdiri. lalu mulai melangkah keluar dari beranda rumahnya, dan berjalan sendiri ke depan gapura untuk mencari angkot yang akan membawanya ke sekolah.
TINN !! Ify tersenyum. Suara mesin motor itu terdengar seperti suara motor Gabriel. Ify berharap itu motor Gabriel dan Gabriel tetap menjemputnya walaupun agak telat. Ify mendongak dan sangat kecewa saat dilihatnya bukan Gabriel yang ada di belakangnya.
“kak Alvin..” ya, itu memang Alvin. Sepertinya Alvin baru membeli motor baru. Motor yang digunakannya kali ini persisi sekali dengan motor yang biasanya Gabriel pakai.
“gak di jemput Gabriel Fy? Berangkat bareng gue aja yuk?” Ify agak heran sebenarnya melihat Alvin ada di sini. Mengapa laki-laki itu tak pergi bersama Sivia? Bukankah Sivia pacar Alvin? Ify kembali melirik jam tangannya. kurang dari seperempat jam lagi gerbang sekolahnya akan di tutup, tak ada waktu untuk meminta penjelasan Alvin. Segera Ify duduk di boncengan motor Alvin dan melesat pergi ke sekolah.
***
Shilla masih sulit mengontrol tawanya saat Zahra terus saja memberinya teka-teki garing yang malah membuat mereka berdua asyik tertawa. Tanpa membawa tas mereka, Shilla dan Zahra ikut keluar melewati gerbang utama. Mereka hanya akan membeli makanan ringan untuk menamani kerja kelompok mereka. kanapa gak beli di kantin? Alasannya Cuma satu. Makanan di kantin itu MAHAL ! dan biasanya kantin sekolah mereka sedang beres-beres akan tutup.
Namun, seketika tawanya hilang saat Shilla melihat sosok pemuda tinggi dengan seragam putih abu-abunya. Shilla cepat berbalik, dan tentunya membuat Zahra bingung.
“Kenapa Shil?” Shilla menggigit bibir bawahnya. Kenapa Cakka harus datang kesini? Bukankah kemarin ia sudah mengatakan ada kerja kelompok? Kenapa laki-laki itu nekad sekali?
“Ada Cakka Ra,, ayoo pergi..” namun ternyata, Cakka telah melihat keberadaan Shilla dan Zahra sebelum mereka pergi dari tempat itu.
“Shilla..” panggil Cakka dengan senyum merekah di bibirnya karena telah berhasil menemukan orang yang sejak tadi ia cari. Karena posisi mereka yang memang tak jauh dari Cakka, Cakka meraih pergelangan tangan Shilla dan menahannya pergi.
“Udah aku bilang kan kka, hari ini gue ada kerja kelompok” katanya, sambil menarik kasar tangannya dari genggaman Cakka.
“Iya, gue tau. tapi bisa kan kita ngomong sebentar aja”
“sorry,, gue udah di tungguin sama yang lain. Ayo Ra,..” tanpa bisa berkutik, Zahra mengikuti Shilla. Cakka memandang sendu kepergian Shilla. Ia hanya bisa melihat punggung gadis itu menjauh. Apa benar Shilla sedang berusaha menjauhi dirinya?
Shilla membuang nafas lega. Ia melirik jam tanganya. Ternyata sudah jam setengah enam sore. Untungnya tugas kelompoknya sudah selsai. Karena kalau saja tugas kelompoknya belum selsai, mungkin Shilla akan susah mendapat angkutan umum yang akan membawanya pulang ke rumah.
Shilla segera membereskan barang-barangnya ke dalam tas dan segera pamit pada teman-temannya yang lain.
“Udah kan? Gue pulang duluan ya? Takut gak ada angkot. Hehe..” katanya sambil melangkah keluar dari kelasnya.
“lu pulang sendirian Shil?”
“Iya. Tenang aja Ko, gue bisa pulang sendiri. Hehe..”
“Hati-hati..” walaupun terdengar samar, ia masih bisa mendengar dengan jelas suara Riko yang menyuruhnya berhati-hati. Langkah Shilla lebar dan cepat. Selain takut ketinggalan angkot, Shilla juga lapar. Pasalnya, ketika ia ingin membeli makanan ringan tadi, ia malah melihat Cakka dan akhirnya tak satupun makanan ringan dibelinya untuk mengganjal perutnya.
Saat tiba di pos satpam sekolahnya, Shilla terkejut melihat Cakka duduk di bangku panjang yang ada di depan pos satpam sekolahnya itu. Cakka berdiri, lalu mendekati Shilla yang masih berdiri mematung tak jauh dari Cakka sambil membawa kantung kresek putih di tangannya.
“lo belum makan kan?” Cakka mengangkat kantung kresek putih itu ke hadapan Shilla, lalu diberikannya kresek yang berisikan makanan.
Shilla masih terpaku. Cakka masih disini? Cakka masih memakai seragam putih abu-abunya, tas sekolahnya pun masih bertengger di pundaknya. Apakah Cakka sengaja menunggunya? Berarti sejak jam dua tadi Cakka disini? Ya ampun.. tiga setengah jam Cakka menunggu untuk Shilla.
“Gue tau elo laper kan? Gue tau elo belum makan. Sejak tadi gue gak liat elo keluar dari sini”
Sebenarnya ingin sekali Shilla menatap Cakka dengan tatapan hangat, mengucapkan terima kasih dan menerima kresek putih berisikan makanan itu. Karena sesungguhnya ia juga memang lapar. Namun, mengingat kata-kata Zahra untuk tidak tergantung pada Cakka, membuat Shilla menepis kresek itu. Mengembalikannya pada Cakka.
“gue udah makan di kantin”
“Bohong”
“Gue udah makan” tegasnya. Kenapa Cakka bisa tau ia berbohong? Apakah suara cacing-cacing di perutnya ini terdengar sampai ke telinga Cakka?
“Shil, kantin kan tutup setengah jam setelah bubaran sekolah. Ambil ini, elo pasti belum makan kan?” Cakka kembali menyodorkan makanan yang dibelinya itu pada Shilla. Shilla menghela nafas. Kenapa Cakka begitu baik padanya?
Merasa terlalu jahat, akhirnya Shilla menerima kresek putih itu. Cakka tersenyum.
“Tadinya gue mau ngajak elo makan di luar. Tapi kayaknya elo gak mau, yaa emang elo gak mau kan? Gue beli roti aja di depan”
Gue mau makannn!!! .teriaknya dalam hati. Sudah lama sekali ia tak pergi berdua bersama Cakka.
“Elo pulang sendiri? Gue nater yuk?” Shilla melotot. Tidak. Ini tak boleh terjadi. Shilla tak mau terus bergantung pada Cakka. Shilla cepat menggeleng.
“kenapa?” Tanya Cakka kecewa.
“Gue.. emm.. gu..gue pulang sama .. emm.. Riko.. ya gue pulang sama Riko” katanya. Saat motor Riko melewati mereka, Shilla cepat menghadangnya. Duduk di boncengan motor Riko dan meninggalkan Cakka yang nampak kecewa.
Sorry..
***
Semakin hari, Ify dan Alvin semakin sering terlihat bersama. kalau pinjem gaya bicaranya Anang Hermansyah sih ‘aku bilang’ Ify dan Alvin lebih bisa dibilang sepasang kekasih daripadan Ify dan Gabriel atau Alvin dengan Sivia.
Hubungan Ify dengan Gabriel makin merenggang. Entah mengapa Ify merasa Gabriel sudah tak lagi memperhatikannya. Sepertinya laki-laki itu sudah masa bado dengan apa yang dilakukan Ify. Berbeda dengan Sivia. Ia makin curiga. Selain karena Alvin terlihat lebih akrab dengan Ify daripada dengan dirinya. Pecarnya itu kini sering menolak ajaknannya untuk pergi berdua. Dan makin kesini, Ify merasa penampilan Alvin hampir meniru gaya Gabriel. ada apa sih sebenarnya?
“Fy, nanti ada film baru di 21. Kayaknya seru. Mau nonton gak?”
“Boleh”
“jam tiga gue jemput ya” Ify mengacungkan jempolnya, lalu pergi. Sedangkan Alvin mengepalkan langannya dan mengangkatnya ke udara dan kembali menariknya. Ia tersenyum senang. Sepertinya, ia berhasil membuat gadis itu berpaling padanya.
“Kak..”
“ehh..” Alvin terkejut saat melihat siapa yang kini berdiri di depannya. “em.. Sivia, ada apa?” tanyanya semanis mungkin.
“hari ini bisa temenin aku ke toko buku?”
“emm.. hari ini ya Vi? Emm.. gak bisa besok aja? Aku terlanjur punya janji”
“Janji? Sama siapa?” Alvin menggarung tengkuk kepalanya.
“sama mama. Janji mau temenin mama belanja” lagi-lagi Alvin berbohong. Ya mau bagaimana lagi? Masa mau bilang mau jalan sama Ify?
“kalau gitu, kakak bisa bawa mobil kan? Sekalian nganter mama kakak belanja, aku bisa ikut ke toko buku”
“emm gak bisa Vi” Alvin langsung tidak setuju dengan usul Sivia. Sebenarnya bisa sih seperti itu. Tapi masa iya? “mama belanjanya di pasar. Kamu mau beli novel kan? Di pasar gak ada toko buku kayak gitu. Gimana kalau besok aja? Janji aku anter deh”
Sivia menggelang pelan. “Gak usah. Aku bisa pergi sendiri kok” Sivia pun berlalu. Alvin merasa kasihan juga melihat ‘gadisnya’ itu. Tapi, mau gimana pun hatinya hanya untuk Ify. Ia janji akan memutuskan Sivia dan bicara baik-baik dengan gadis itu.
***
“Dia pergi lagi… sama Alvin kali” Cakka merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Tangannya menggenggam handphonenya yang ia simpan di telinga. “kenapa elo gak telfon ke hpnya aja sih?.... kalau kayak gini gimana Ify gak berpaling. Inget kata-kata gue. Alvin itu lebih dulu kenal Ify disbanding elo……gue tau ini udah jam tujuh, elo datang aja ke rumah. Supaya elo tau gimana kabar cewek lo dan gak perlu telfon-telfon gue terus” Cakka mematikan sambungan terfonnya. Ia menggengeng. Dasar Ify !
Sementara di tempat lain, Alvin dan Ify baru saja keluar dari salah satu studio bioskop itu.
“Kak, gue ke toilet sebentar ya?” Alvin mengangguk.
“Gue tunggu di bawah aja ya..” setelah Ify meninggalkannya, Alvin pun turun dengan lift menuju lantai dasar. Ia menunggu Ify di depan sebuah toko buku.
“Lho? Kak Alvin? Katanya mau nganter mama ke pasar?” Alvin benar-benar terkejut saat melihat Sivia ada di hadapannya. Ia salah tingkah. Aduh bagaimana ini?
“Iya,, mama tadi emang dari pasar Vi. Tapi, mama nyuruh mampin kesini juga” katanya laki-laki berbohong. Mengapa Alvin samapi lupa Sivia sering beli buku di toko buku yang ada di mal ini?
Sementara Ify baru saja keluar dari lift. Ia melihat Alvin berdiri di depan sebuah toko buku. Sepertinya Alvin sedang mengobrol? Dengan siapa? Karena Ify tak dapat melihat siapa lawan bicara Alvin karena terhalang badan Alvin yang membelakanginya.
“Kak, ay.. Lho, Sivia? Sama siapa?”
“Ify?” Alvin benar-benar terkejut. Ini yang sejak tadi mengganggu pikirannya saat ia melihat Sivia. Ify dan Sivia benar-benar bertemu?
“jadi mama kakak berubah jadi semuda ini?” Ify mengerutkan dahi? Mama kakak? Alvin menggaruk tengkuk kepalanya. Benar-benar tak tau harus mencari alasan apa lagi. Sedangkan Ify yang bingung malah bertanya. Membuat suasana tambah runyam .
“Maksud lo mama kak Alvin?”
“Iya. Tadi siang gue ajak dia ke sini. Tapi gak bisa, katanya mau nganter mamanya ke pasar. Ternyata mamanya kak Alvin itu elo ya?” Sivia tertawa hambar. “Oke, selamat jalan-jalan ya..” Sivia pun pergi. Meninggalkan Alvin dan Ify.
***
“makasih ya pak..” setelah menerima kembalian dari supir taksi itu Ify cepat memasuki rumahnya. Karena sudah terlalu malam, walau masih pukul setengah delapan, Ify takut untuk naik angkot. Setelah Sivia pergi, Abeberapa saat kemudiia Alvin menyusulnya dan tak kembali. Ify tak mengerti dengan apa yang terjadi di antara Alvin dan Sivia. Mendengar kata-kata Sivia tadi, membuat Ify juga merasa bersalah.
Ify membuka pagar rumahnya. Ia ingin segara mandi dan tidur. Namun, melihat sebuah motor yang sangat ia kenali terparkir di halaman rumahnya membuat ia sedikit terkejut. Ini motor Gabriel kan? Tanyanya dalam hati.
Ify segera masuk, untuk memastikan itu benar-benar motor Gabriel tau bukan. Ternyata dugaannya benar, Gabriel kini tengah duduk di sofa ruang tamu di dalam rumahnya.
“Udah pulang? Kalau gitu, aku pulang dulu” Gabriel beranjak dari duduknya. Ify yang masih terkejut, belum bisa mencerna kata-kata Gabriel. ia pun membiarkan Gabriel dengan dinginya melewatinya. Setelah beberapa detik, barulah ia sadar. Bahwa sejak tadi Gabriel menunggunya pulang.
“Gab..” Gabriel tak menoleh. Ify ikut kembali keluar. “Gabriel..” panggilnya lagi. Gabriel tetap tak menggubris panggilannya. Ia malah duduk di motornya dan segara menggunakan helmnya.
“Gab..” kali ini Ify melangkah. Menahan Gabriel dengan memegangi stang motor Gabriel.
“Ify, tolong. Aku mau pulang. Ini udah malem..” Ify menggelang. Tiba-tiba saja air matanya menetes. “Kamu kenapa nangis segala sih? Bukannya seneng abis jalan-jalan?” Ify memukul lengan Gabriel kesal. Kenapa Gabriel mencemaskannya? Mangapa Gabriel peduli padanya?
“Kamu kenapa sih Fy? Sakit!” Gabriel menahan kedua tangan Ify yang memukuli tangan kirinya.
“Kamu jahat !!”
“Aku jahat? Bukannya kamu yang selingkuh, huh?” Ify benar-benar tak menyangka Gabriel bisa bicara seperti itu. Dadanya sesak. Ify menutup mulutnya dengan tangannya, menahan agar isakannya tak sampai terdengar ke dalam.
Saat tangan Ify sudah tak menahannya pergi, Gabriel cepat memundurkan motornya dan pergi. Sebenarnya, ia tak bisa melihat Ify menangis. Ingin sekali ia menghapus air mata yang jatuh dari mata bening gadisnya itu.
Gabriel pergi bukan karena ingin pergi dari masalah. Ia hanya ingin menemangkan diri.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar