Senin, 09 Januari 2012

Lose

“Fy, nanti sore Alvin ada acara Meet and Greet disini ya?”
“Oh ya?” tanpa berpaling sedikitpun dari sebuah buku yang sejak tadi sedang di bacanya, gadis itu berusaha sebiasa mungkin untuk menanggapi pertanyaan yang diberikannya untuk gadis itu.
Alvin, nama laki-laki itu memang sudah tak asing lagi untuknya. Bahkan untuk kebanyakan penduduk di Indonesia pun nama Alvin sudah sangat familiar dan sering menjadi bahan pembicaraan yang cukup phenomenal di kalangan para biang gossip. Alvin, seorang yang multitalent. Ia bisa bernyanyi, pandai memainkan alat music, dan tentunya ia sangat lihai untuk berakting di depan kamera. Semua itu membuatnya disukai banyak orang, termasuk gadis itu. Bahkan gadis itu sangat menyayangi Alvin. Dan bisa dibilang, ia telah jatuh cinta pada pemuda jangkung berkulit putih itu.
“Elo mau kesana gak?” tanpa memberi kesempatan otaknya untuk berfikir dua kali, ia menggeleng. Bertolak belakan dengan hatinya. Gadis bernama Ify itu hanya tersenyum. “kenapa?” dan akhirnya Ify mengalihkan pandangannya pada gadis yang sejak tadi bertanya padanya. Ia memandang sebal pada gadis yang duduk di depannya ini, Shilla sahabat dekatnya.
“Enggak papa. Emangnya gue siapa harus dateng ke acaranya Alvin? Hehe” gadis itu pun tertawa beberapa saat. Tawa yang kedengaran hambar di telinga itu tak membuat Shilla ikut tertawa bersamanya. Keduanya kembali terdiam. Ify menghela nafas, dan kembali tersenyum miring. “Dulu aja, gue gak pernah sekalipun datang ke acaranya sama fans-fansnya itu. Apa lagi sekarang? Buat apa gue kesana? Iya kan?” Shilla memandang lirih sahabatnya itu. Kembali dilihatnya senyum getir terbentuk di wajah cantiknya. Ia tak bermaksud untuk membuat sahabatnya ini kembali terpuruk. Ia hanya melaksanakan tugasnya. Ia ingin melihat senyum tulus yang tersirat dijawah gadis itu, bukan lagi senyum palsu yang terbentuk oleh bibir mungil gadis itu.
“Gue tau elo masih kecewa, tapi gak seharusnya elo jauhin dia Fy. Gue kenal elo dari SMP, gue tau elo bukan orang yang egois. Seandainya nanti elo berubah pikiran, sekitar jam empat nanti gue sama cakka mau kesana. dia masih nunggu elo Fy” Shilla menepuk pelan bahu sahabatnya itu lalu pergi meninggalkan Ify dengan segala perasaan yang berkecamuk dalam dirinya.
Ify menarik nafas dalam-dalam. Dadanya kembali tersa sesak.
gue tau elo bukan orang yang egois.
Penggalan kalimat yang Shilla ucapkan sebelum gadis itu pergi  kembali berputar di telinganya. Membuat ia harus berpikir keras dan mampu mengugah ingatannya,membuat otaknya terpaksa harus berkerja untuk mengingat kejadia itu. Saat ia bertengkar hebat dangan laki-laki itu dan membuat segalanya berubah.
*
“Fy, kamu bisa kan gak sembarangan nulis di twittermu itu?” gadis itu terkejut, tiba-tiba saja laki-laki itu dan berkata dengan suara nyaring dengan nada yang terdengar seperti membentak. Ify, menurunkan majalah yang sedang dibacanya, lalu dipandangnya laki-laki yang kini duduk tepat di sebelahnya.
“Kamu kenapa?” tanyanya begitu lembut. Alvin, laki-laki itu masih memejamkan matanya dengan tangan kanannya menurut pangkal hidungnya. Dengan hati-hati, Ify ingin menyentuh punggung tangan Alvin yang ada di pangkuannya, namun baru saja jarinya menyentuhnya, Alvin menepis kasar tangan Ify.
“Aku pusing gara-gara fans-fans aku baca tweet kamu. Bisa gak kamu gak usah tulis-tulis tentang hubungan kita di twitter kamu itu? Kamu kangen aku kamu tinggal SMS aku. Walaupun aku gak bisa kesini, aku bisa telfon kamu. Gak perlu kamu bikin tweet aneh-aneh kayak kemarin itu!”
Ify benar-benar tersentak. Ia tak menyangka reaksi Alvin akan sehebat ini. Ia kecewa. Benar-benar kecewa. Mengapa hal seperti ini saja membuat Alvin begitu marah padanya? Bukankah hal wajar jika seseorang ingin mengekspresikan apa yang sedang dirasalkannya di dunia maya?
“Kamu malu panya pacar kayak aku?” entah mendapat keberanian dari mana Ify berkata seperti itu. Ia melihat Alvin langsung menatapnya. Mencari maksud dari pertanyaan gadisnya ini. “Kenapa kamu gak mau orang tau tentang hubungan kita?” lanjutnya. Ify sudah tak perduli dengan apa yang akan terjadi nantinya. Ia hanya ingin meluapkan segala unek-unek yang bergelayut di benaknya selama ini.
“Kamu ngomong apa sih Fy. Aku sayang sama kamu!”
“tapi kamu lebih sayang fans-fans kamu itu kan?” nada bicara Ify kian meninggi. Alvin semakin tersentak. Tak menyangka gadis ini berani membentaknya dangan pertanyaan bodohnya ini.
“Kamu apa-apaan sih Fy. Aku bisa begini karna mereka. Kalau gak ada mereka aku gak akan bisa jadi seperti ini. Kamu harusnya tau itu Ify ! kamu gak boleh egois !” Ify tau, bahkan sangat mengerti tentang itu. Ini bukan kali pertama cakka berbicara betapa pentingnya orang-orang itu untuk kelangsungan karirnya.
“Tapi kenapa harus selalu aku yang ngalah? kamu terus aja belain mereka! Sedangkan aku?” Alvin membuang wajahnya. Entah ia tak tau apa yang dilakukannya ini benar atau salah. Ia sangat menyayangi Ify, namun ia tak mungkin mengecewakan orang-orang yang membuatnya bisa jadi seperti ini.
“Mereka gak suka lihat aku pacaran” ucapnya datar. Ify hanya tersenyum getir. Dadanya kembali sesak. Ia pun ikut membuang pandangannya kea rah lain, tak lagi memandang laki-laki itu.
“tapi kamu gak peduli kan sama aku yang selalu cemburu lihat foto kamu sama fans-fans kamu itu beredar dimana-mana. Aku cemburu Vin, kemu gak peduli itu kan?” Ify menarik nafas dalam-dalam. menahan agar cairan yang telah membendung di pelupuk matanya tak jatuh di depan laki-laki ini. Alvin hanya diam. Tak tahu harus berbuat apa.
“Kalau memang itu mau kamu, oke aku bisa terima. Tapi asal kamu tau Vin, walaupun aku sayang sama kamu, aku gak bisa terus-terusan kayak gini. Aku Cuma manusia biasa yang juga ingin merasakan indahnya Cinta. Aku Cuma gadis biasa mungkin beruntung bisa deket sama kamu. Dan kayaknya, hubungan kita sampai disini aja”
“Apa?” Alvin tersentak. Ditatapnya gadis yang masih duduk di sebelahnya ini.
“Karirmu akan lebih sukses dengan hilangnya aku dari kehidupanmu Vin. Itu kan yang mereka mau? Sekarang kamu boleh pulang” ia berdiri, kemudian berlali menuju sisi lain rumah yang cukup besar ini. entah apa yang terjadi setelahnya, ia tak tahu.
*
Meningat kejadian itu membuatnya serasa ditusuk langsung tepat di ulu hatinya. Sejak saat itu, Ify tak pernah –lebih tepatnya tak mau- lagi bertemu dengan Alvin. Ia masih sangat kecewa dengan kelakuan Alvin.
Namun, mengapa Shilla yakin ia bukanlah orang yang egois? Malah Alvin saja mengatakan dirinya sangat egois.
Ia kambali menghela nafas. Diliriknya jam dinding yang terjantung indah di permukaan dinding rumahnya itu. Pukul setengah empat. Kemudian, handphonenya bergetar
Fy, walaupun nantinya elo sama Alvin gak bisa kayak dulu lagi, seengganya elo jangan lari dari masalah. Elo sama Alvin masih punya banyak hal yang perlu kalian luruskan.
Gue sama cakka mau berangkat nih. Semoga gue liat elo disana :)
Sender : Shilla
***
Tak disangka langkah kakinya menuntun gadis itu untuk masuk pada sebuah café yang sudah cukup ramai. Tentu saja, siapa yang ingin melewatkan bisa bertemu langsung dengan idola mereka.
Ia menghela nafas, sebelum akhirnya ia menarikgagang besi pintu kaca itu dan masuk menerobos masuk. Ia menggerakan kepalanya kenanan dan kekiri. Bukan. Bukan untuk mencari Alvin, tapi ia mencari Shilla dan Cakka.
“Ify..” sebelum sempat menemukan sahabatnya itu, sudah ada yang menegurnya dan menyentuh pundaknya. Ify hapal suara itu. Sebelum berbalik, ia menggingit bibir bawahnya. Kembali meyakinkan dirinya bahwa niatnya dating kesini hanya untuk meluruskan apa yang terjadi padanya dan laki-laki itu.
“Aku kira Shilla bercanda bilang kamu mau dating. Tersnyata kamu benar-benar datang.” Ify hanya tersenyum. Sungguh ia rindu dengan sosok pemuda di depannya ini. Ify kembali memutar bola matanya, mencari keberadaan Shilla dan Cakka.
“Aku kangen kamu Fy”
“Ehh..” Ify cepat menoleh. Alvin tersenyum padanya.
“kamu gak kangen sama aku?”
“Emm.. aku.. aku..”
“aku tau, aku gak pantes kamu kangenin” Ify pun hanya terdiam ketika tiba-tiba Alvin memotong pembicaraannya. “Kamu tau fy, aku ini orang terbodoh yang udah mensiasiakan gadis sebaik kamu. Aku memang bodoh ya Fy?”
Entah bagaimana awalnya, kini Ify memeluk erat tubuh laki-laki jangkung berkulit putih itu. Ia menggelang. Ini bukan hanya kesalahan Alvin. Tapi dirinya pun ikut bersalah. Kalau saja ia lebih sabar dan tak emosi saat itu, mungkin semua ini tak akan seperti ini.
“Aku juga hancur tanpa kamu Vin. Maafin aku” Alvin melepaskan pelukan gadis itu. Digenggamnya dengan erat kedua telapak tangan Ify.
“Aku sayang kamu Fy. Sayanggg bangett.. aku gak bisa gak ada kamu di samping aku. Emm.. mungkin ini emang gak pantes aku bilang setelah aku ngecewain kamu, tapi kalau aku beruntung, boleh aku meminta cintamu lagi?” tanpa menjawab pertanyaan laki-laki itu, Ify kembali memeluk Alvin. Ia mengangguk walau Alvin tak akan melihatnya.
“Aku sayang sama kamu Vin” dan akhirnya sorak sorai orang-orang yang datang pada acara meet and greet Alvin pun terdengat.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar