About Us
[09] Kesempatan..
Ify melipat baju Shilla yang sejak tadi di pakainya. Baru
saja gadis itu mengganti pakaiannya dan kembali menggunakan seragam putih
abunya. Shilla benar, Ify harus pulang. Ify jadi khawatir pada mamanya yang
tentunya sendirian di rumah. Apa mama baik-baik saja?
Ify meraih ransel sekolahnya dan memasukan pakaian Shilla ke
dalamnya. Sebuah ponsel berwarna putih mengkilat menyembul dari bagian depan
ranselnya. Ify mengambil ponselnya. Sejak kemarin ia memang mematikan
ponselnya. Bukan karena baterainya hampir habis, tapi memang sengaja agar tak
seorangpun dapat menghubunginya.
Ragu, Ify kembali mengaktifkan ponselnya. Tak beberapa lama
setelah ponsel Ify menyala, langsung saja datang banyak sekali pesan singkat
yang masuk ke ponselnya itu. Ify membiarkan ponselnya bergetar panjang,
mengikuti banyaknya pesan yang bergantian datang menghiasi layar ponselnya itu.
389 New Massages
Ify menghela nafas, ia tak terkejut dengan angka yang
tertera di layar ponselnya. Ify memejamkan mata sebentar, lalu menbuka satu per
satu pesan yang masuk ke ponselnya.
Semua pesan singkat yang masuk mempunyai inti yang sama.
Semuanya menanyakan keberadaannya. Beberapa datang dari nomor tak di kenal dan
teman sekolah yang cukup dekat dengannya. Kebanyakan pesan itu datang dari
Prissy dan… Mama.
Ify kembali menghela nafas berat. ‘Maafkan Ify Ma..’ dalam
hatinya lirih.
Dadanya terasa sesak, apalagi setelah Ify membaca pesan
terakhir yang mama kirimkan untuknya.
Ify, pulang sayang..
Mama sayang sama kamu. Mama gak pernah punya maksud untuk mengecewakan kamu.
Mama gak pernah sekalipun berpikir untuk kehilangan kamu. Kamu harta berharga
mama satu-satunya. Kamu boleh minta apa saja, mama akan turuti. Mama gak akan
maksa kamu lagi. Mama janji Fy. mama sayang Ify.. Pulang nak.
Sender : Mama Sayang
Sender : Mama Sayang
Ify kembali memejamkan matanya. saat matanya kembali
terbuka, linangan air yang sejak tadi ditampung di pelipuk matanya pun akhirnya
mengalir. Ify benar-benar merasa jadi orang yang paling bodoh. Tentu saja ia
mengecewakan ibunya, membuat teman-temannta khawatir dan juga merepotkan
Shilla.
Aku harus pulang!
Tekadnya dalam hati. Dengan segera ia kambali membereskan barang-barangnya,
pamit pada Shilla dan tak lupa berterima kasih pada gadis itu. Ify ingin cepat
meminta maaf pada mamanya.
***
Ify ke luar dari kamar Shilla dan segera turun ke bawah.
Selama ia tinggal disini, rumah ini memang hanya di huni oleh Shilla, Rio dan
seorang pembantu. Shilla bilang, orang tuanya sedang pergi ke luar kota untuk
suatu kepentingan.
Hari memang sudah mulai gelap. Bahkan jam dinding di kamar
Shilla telah menunjukan lebih dari pukul Sembilan malam. Namun itu semua tak
urung membuat niatnya untuk pulang hilang. Masih banyak taksi di luar sana yang
bisa ia gunakan jasanya untuk pulang ke rumah.
Ify berhenti melangkah di anak tangga terakhir. Matanya
mulai celingukan mencari sosok Shilla. Ada dimana gadis itu sekarang? Seingat
Ify, tadi Shilla bilang mau mengerjakan tugas di perpustakaan. Tapi dimana
perpustakaan? Banyak sekali ruangan di rumah ini. Ify tak berani mengecek satu
per satu. Takut-takut ia salah ruangan dan masuk ke ruangan yang tak seharusnya
ia masuki.
Pucuk dicinta, ulampun tiba. Ternyata Tuhan memang memberi
jalan untuk Ify segera pulang. Dari salah satu pintu ruangan yang membuat Ify
bingung tadi, keluar lah seorang gadis cantik dengan beberapa buku di
tangannya. Nampaknya Shilla sedikit terkejut mendapati Ify di depan tangga.
Segera saja gadis itu menghampiri Ify.
“Fy, elo mau kemana?” kekagetannya bukan hanya melihat Ify
di depan tangga dengan seragam sekolah mereka saja. Shilla cukup kembali di
kejutkan dengan ransel Ify yang sudah pewe nongkrong di punggung Ify.
“Elo gak niat kabur lagi kan?” tanya Shilla penuh selidik.
Ify hanya tersenyum. Reaksi Shilla ini benar-benar berlebihan. Memangnya kalau
ia mau kabur lagi kenapa?
“Gue mau pulang Shil. Gue mau pamit, sekalian mau bilang
terima kasih. Elo udah baik banget mau nampung gue disini.” Ify tersenyum.
“Tapi Fy, ini udah malem. Elo pulangnya besok pagi aja ya?”
tawar Shilla. Shilla memang senang Ify ingin pulang dan menyelesaikan
masalahnya secara baik-baik. Tapi ya gak kayak gini juga. Ini terlalu malam
untuk Ify berkeliaran di jalanan. Apalagi masih dengan menggunakan seram
sekolahnya.
“Gue udah gak sabar pengen ketemu mama Shil. Gue gak mau
mama khawatir lebih lama lagi. Gue pengen cepet minta maaf.”
“Tapi ini udah terlalu malam.” Shilla tetap keukeh. Ify
diam. Ia tahu kenapa Shilla tak memperbolehkannya pulang. Gadis itu pasti
khawatir. Tapi Ify benar-benar ingin pulang. Mencium tangan mamanya, meminta
maaf dan tak lagi mengecewakan mamanya.
“Shilla, Please.. gue janji gak akan kabur lagi.” Ify
meminta sedikit memelas. Shilla tetap menggelang.
Ify menghela nafas. Ia jadi sedikit menyesal karena mencari
Shilla. Seharusnya ia tadi langsung pulang dan nanti ia akan mengabari Shilla
setelah sampai di rumah.
“Shil, please..” pintanya lagi sambil menggerak-gerakkan
lengan Shilla pelan.
“Oke..” Ify tersenyum. Oke? Shilla member ijin dia untuk
pulang? “Tapi dengan satu syarat!”
Ify mengerutkan dahi. Syarat? Mau pulang ke rumahnya sendiri
harus pakai syarat? “Syarat? Kenapa musti ada syarat-syarat segala sih Shil?
Gue kan mau pulang ke rumah gue sendiri.”
“Iya gue tahu. Tapi elo kan habis bertamu dari rumah gue.
Gue harus memastikan elo pulang dengan selamat dong.” Entah apa yang ada di
pikiran gadis itu Ify tak tahu. kini Ify malah melihat Shilla yang tersenyum.
Entah apa arti senyum itu. “Gimana? Elo mau pulang kan?”
“Oke lah..” Akhirnya Ify menyetujui. Senyum di bibir Shilla
kian mengembang saja. apa sih yang sebenarnya ada dalam pikiran Shilla? Aneh!
“Elo tunggu bentar ya..” Masih dengan senyum mengembang di
bibirnya, Shilla cepat naik ke lantai dua dengan langkah besar-besar. Gadis itu
memang kadang-kadang aneh. Tapi apa boleh buat? Ify sudah menyetujui dan Shilla
pun akan membiarkannya pulang. Akhirnya Ify hanya bisa diam duduk menunggu
Shilla yang entah mau melakukan apa.
Beberapa menit kemudian, Shilla kembali berdiri di
hadapannya. Gadis itu masih tersenyum. Bahkan sekarang senyumannya tadi sedah
mulai berkembang menjadi cengiran yang sama sekali tak Ify mengerti maksudnya.
“Jadi, apa syaratnya? Gue udah boleh pulang?”
“Emm Fy.. elo kan udah mau pulang. Kalau gitu, sedikitnya
elo udah mencerna apa yang ue bilang tadi sore.” Shilla tiba-tiba jadi serius.
“Gue pengen elo kasih kesempatan buat orang lain masuk ke kehidupan elo Fy.”Ify
mengerti. Pasti Shilla sedang membicarakan tentang Om Pratama. Ify hanya bisa
tersenyum. Entah menyanggupi atau hanya ingin tersenyum saja karena meresa tak
ada lagi ekspresi yang sesuai yang bisa ia berikan pada Shilla.
“Mung—”
“Yuk? Udah siap?” Ify dan Shilla menoleh ke sumber suara.
Rio masih ada di tangga, ia baru turun dari lantai dua. Ify masih tampak
bingung. Laki-laki itu terlihat cukup rapih. Jaket kulit hitamnya melekat di
tubuh kekarnya. Ify menghela nafas. Ini pasti kerjaan Shilla.
Ify melirik Shilla. Gadis itu menyengir seolah tanpa dosa.
Oke, Ify mengerti. Shilla pasti meminta Rio untuk mengantarkannya pulang.
Kenapa harus Rio? Shilla pasti tau kan kalau ify dan Rio – lebih tepatnya Ify
saja - tak pernah mau akur.
“Gue ambil motor dulu ya, gue tunggu di depan.” Shilla yang
mengangguk. Ify kembali menatap Shilla meminta penjelasan.
“Itulah maksud gue Fy. mungkin elo bisa mulai percaya sama
Rio. Kasih dia kesempatan. Gue jamin elo gak akan pernah kecewa sama Rio.”
Tapia apa harus secepat ini? walaupun memang nantinya Ify berniat untuk membuka
hatinya untuk laki-laki, itu bukan sekarang. Ia masih ragu dan keyakinannya
belum terkumpul lebih dari 50%.
“Gue tau elo gak akan bisa nerima secepat ini. tapi, kalau
elo berusaha percaya, minimalnya sama Rio lah, elo pasti bisa cepet buka hati
lo buat calon keluarga elo yang baru.” Shilla tersenyum. Ia mengelus lengan Ify
pelan.
“Rio nunggu di depan. Yuk?” Shilla menarik Ify menghampiri
Rio yang mungkin sudah siap di atas motornya. Dan memang benar, setelah mereka
sampai di depan rumah. Laki-laki itu telah siap di atas motor besarnya.
Laki-laki itu nampak bahagia.
***
Untuk kedua kalinya, Ify memencet bel yang ada di samping
pintu rumahnya. Di beranda rumahnya masih terparkir motor besar Rio. Tentu
laki-laki itu juga masih ada menemaninya. Ify kembali memencet bel. Kenama mama
tak juga membukakan pintu? Ify mulai
gelisah. Jangan-jangan terjadi apa-apa dengan mamanya?
“Fy, elo tenang sedikit ya?” Rio berusaha menanangkan Ify
yang sejak tadi terlihat gelisan dan tak sabaran memencet bel rumahnya itu.
“Tapi gue khawatir banet sama nyokap gue Yo. Kalau dia
kenapa-napa di delam gimana? Selama ini kita Cuma tinggal berdua.” Rio tak
berhasil menenangkan Ify. Namun tak lama setelah itu, pintu kayu itu terbuka
dan menampakan sosok laki-laki jangkung berkulit putih disana.
“Ify..”
“Al.. Vin?” Ify tak percaya. Alvin ada di rumahnya?
Laki-laki itu terlihat sangat kusut. Rambutnya berantakan, wajahnya kusut
seperti baru bangun tidur. Tapi yang membuat Ify heran, mengapa laki-laki ini
ada di rumahnya.
“Ify akhirnya kamu pulang..” Nampaknya Alvin baru sepenuhnya
sadar dengan keberadaan Ify di hadapannya. Ia tersenyum, manis sekali. Sesekali
ia memegang kedua bahu Ify, melepaskannya kembali lalu bertingkah aneh
dengan banyak model senyum
ditunjukannya.
“Ayo masuk fy. kamu pasti cape kan? Kakak buatkan minum ya?
Atau kamu mau kakak masakin air untuk mandi?” Alvin segera menarik Ify masuk ke
dalam rumah. Laki-laki itu begitu senang melihat kedatangan Ify yang tiba-tiba
ini. Namun sepertinya, ia tak menyadari peran penting sosok manusia yang
berjasa mangantarkan Ify sampai di rumah dengan selamat.
Ify masih bingung. Ia menurut saja saat Alvin membawanya
masuk ke dalam rumah. Ia sedikit melirik ke belakang, rio masih berdiri di
tempatnya. Laki-laki itu pun tersenyum tak kalah manisnya.
Rio yang melihat kejadian barusan merasa lega karena Ify
sudah sampai di rumahnya dengan selamat. Melihat reaksi laki-laki itu membuat
ia sedikit lebih tenang. Ternyata memang bukan hanya dirinya yang peduli pada
gadis itu. laki-laki itu Nampak sangan senang melihat Ify kembali.
Rio menghela nafas, ia mesih tersenyum. Sepertinya ia sudah
tak di butuhkan lagi. Ify juga harus itirahat. Walau sebenarnya ia ingin sekali
pamit pada Ify, rio membalikan badannya menuju motornya. Mungkin lebih baik ia
pulang.
Ify sudah duduk di atas sofa ruang tamu rumahnya. Sejak tadi
Alvin terus saja bicara, menawarkan ini itu pada Ify. Namun tak satupun ify
dengarkan. Pandangannya masih tertuju pada laki-laki yang ada di luar sana.
Rio.
“vin, sebentar..” Ify cepat berdiri saat terlihat rio membalikan
badannya dan berjalan menuju motornya. Ify cepat melangkah ke ambang pintu dan
berhenti disana.
“Rio..” Rio berhenti lalu menoleh saat tiba-tiba suara Ify
menyerukan namanya. “Makasih..” Rio hanya tersenyum dan sedikit
mengangguk-angguk. Ia kembali berbalik dan kembali melangkah untuk menghampiri
motornya.
“Rio..” Sekali lagi Ify menyerukan nama laki-laki itu. saat
Rio menoleh, Ify jadi bingung mau bicara apa. Ia hanya menunduk bingung. Rio
tersenyum dan kembali menghampiri Ify.
“Boleh gue ngobrol sama elo di telepon?” Ify mendongak.
Lagi-lagi Ify melihat Rio yang sedang tersenyum. “Ah, gak usah dipikirin. Elo
pasti gak mau ya? Gue pulang dulu ya. Elo istrahat. Supaya besok bisa sekolah.”
Entah karena gerakan reflek, Ify mengangguk. Ah… lagi-lagi Rio tersenyum. Kali
ini senyum manisnya tersampaikan.
“Eh Yo..” baru saja rio akan melangkah, laki-laki itu
kembali membiarkan badannya menghadap Ify. Ify segera melepas jaket kulit hitam
yang sejak tadi menempel di badannya. Sebelum pergi tadi, Rio memang
meminjamkan jeket tebalnya itu pada Ify. “Nanti masuk angin..” Walaupun agak
susah, Ify akhirnya bisa menyimpan jaket kulit itu di bahu pemiliknya. Rio
sedikit terkejut dengan tindakan spontan Ify barusan.
“Elo boleh tanya Shilla tentang apa pun yang mau elo tau.
hati-hati..” Rio mengangguk sekilas. Tentu saja senyum di wajahnya tak lagi
sama. sekarang senyum itu semakin terlihat manis. Apakah ify sudah bisa
manerimanya?
Kalau tak ingat ini sudah terlalu malam, Rio ingin sekali
tetap ada di sini. Melihat wajah Ify yang entah mengapa terlihat memerah. Rio
kembali melangkah menuju motornya. Kini ia benar-benar sampai dan kembali siap
untuk mengendarai motornya lagi. Rio menyempatkan kembali melirik Ify, gadis
itu tersenyum? Ini yang pertama kalinya.
Ify melambaikan tangannya saat laki-laki itu mulai pergi
dengan motornya. Entah mengapa perasaannya sedikit lega. Mungkin Shilla banar,
ia bisa mulai belajar menerima Rio untuk ada di dalam kehidupannya bukanah hal
yang buruk. Malah, ini lebih mudah daripada yang pernah dibayangkannya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar