Minggu, 11 Maret 2012

Destiny (Cerpen)


“Jangan pulang terlalu malam sayang…” segera ku tutup pintu kayu itu. Tak ku jawab imbawan dari ibuku tadi, bukan berarti tak ku dengarkan. Aku baru sampai ke tempat ini tadi pagi. Aku hanya ingin menyendiri. Menikmati dinginnya hembusan angin malam di tempat ini.

Tak terasa langkah kakiku membawaku kembali ke pantai ini. pantai yang terletak tak jauh dari rumahku. banyak yang ku alami di pantai ini. termasuk menemukan cinta pertamaku. Di tempat ini aku bertemu dengan seorang laki-laki sederhana dengan segala perhatian yang ia miliki.


***

Aku berhenti berkeliling. Dengan cepat ku arahkan bidikan kameraku pada seorang pemuda yang sedang berdiri di sebelah pohon kelapa besar. Setelah ku ambil gambarnya, ia melirik padaku lalu tersenyum. Rupanya ia sadar ia menjadi objek bidikanku. Aku pun tersenyum membalas senyuman laki-laki itu. Tak lama, aku membalikan badan. Mencari objek lain yang bisa ku abadikan dengan lensa kameraku ini.

“hey, boleh aku lihat fotoku yang kau ambil tadi?” aku menoleh. Rupanya laki-laki tadi menghampiriku dan kini tengah berdiri di belakangku. Aku berbalik lalu tersenyum.

“Boleh..”kataku sembari mengangkat kameraku. Ku perlihatkan hasil bidikanku pada laki-laki itu. Laki-laki itu hanya tersenyum saat ia malihat fotonya di kameraku.

“bagus..” katanya, ia menjauhkan kepalanya dari kameraku. “kamu suka fotografi?”

“ya, aku suka”

“aku juga. Sepertinya sudah lama kamu menekuni hobimu ini..”

“ya,, memang. Sejak kecil ayahku sudah mengajarkanku cara mengambil gambar dan  membelikanku kamera” laki-laki itu tiba-tiba duduk di samping kakiku. Ia tersenyum sambil menatap matahari yang nyaris tenggelam sore itu. Mau tak mau aku ikut duduk di sebelahnya.

“kenapa kamu suka fotografi?”

“aku hanya ingin mengabadikan setiap waktuku. Aku ingin membungkus segala keindahan yang pernah ku lihat dan ku rasakan. Aku ingin mengabadikan semua itu”

“termasuk mengabadikanku dalam kameramu?” laki-laki itu tersenyum jahil. Aku hanya membuang muka, malu. “Hahahaa.. sudahlah. Aku tau, aku memang tampan” katanya. Aku ikut tertawa bersamanya. Pemuda ini memang terlalu percaya diri.

“Aku hanya ingin semua yang pernah ku lihat ada dalam kamereku ini.  karena mungkin, suatu saat nanti aku tak akan pernah bisa meresakan lagi setiap detik berharga yang pernah ku lewati”

“kamu benar! Kata-katamu tadi membuat aku menyesal”

“menyesal? Kenapa?”

“ya.. kerena mengapa tak dari dulu aku suka dengan fotografi? Setidaknya, mungkin bila sejak kecil aku suka fotografi, aku bisa mengabadikan keharmonisan keluargaku” aku mengerutkan kening. Apa maksud dari perkataan laki-laki ini?

“Ahh.. maaf aku jadi membawa masalah keluargaku” aku hanya diam. Aku baru mengenal laki-laki ini beberapa menit yang lalu. Tapi, nampaknya laki-laki ini sudah percaya padaku.

“Aku Rio, Maio” laki-laki itu mengulurkan tangannya padaku.

“Ify..”balasku sambil menyambut uluran tangannya. Sedetik kemudian ia menarik tangannya. Lalu menumpukan kedua tangannya pada pasir belakang tubuhnya. “Aku baru melihatmu disini. Kamu orang baru? Atau hanya sekedar berjunjung ?”

“Aku baru saja datang dari Manado. Ayahku tinggal disini. Sejak kecil aku tinggal bersama ibuku di Manado” aku hanya mengangguk-angguk sambil membulatkan mulutku. Pantas saja aku tak pernah melihatnya sebelumnya. “Kau tinggal disini?” aku kembali mengangguk.

“itu rumahku..” aku menunjuk sebuah rumah sederhana tak jauh dari tempat kami duduk. Ia mengikuti arah jariku menunduk.

“kamu teman pertamaku di sini. Kapan kapan boleh aku main ke rumahmu?”

“tentu saja. Aku akan senang kamu menjadi teman baruku”

***

Aku hanya tersenyum  kecut mengingat saat pertama kali aku bertemu dengan laki-laki itu. Rio. Cinta pertamaku. laki-laki pertama yang berhasil merebut perhatianku.

***

“Rio aku mau pulangg…” nampaknya laki-laki ini sama sekali tak mendengar rengekanku padanya. dengan senyum lebar di bibirnya, ia malah kian mengeratkan cengkramannya pada pergelangan tanganku dan menariku menuju bibir pantai.

“duduk..” aku diam. Bingung. Begitu kami sampai di bibir pantai, ia malah menyuruhku duduk di hamparan pasir putih yang basah tersapu ombak.

“besok kita masih pake putih abu Yo.. mending ganti baju dulu ayoo..”aku menarik tangannya. Bermaksud mengajaknya pulang. “nanti kesini lagi deh janji. Ayo Rioo kita pulang”

“ehh.. aaa Rioooo turunin akuu!!!” tiba-tiba saja Rio menggendongku. Aku hanya bisa berontak. Memukuli punggungnya agar ia menurunkanku.

“eh eh.. Ify sakit..” aku terus memukuli punggungnya. Tak peduli dengan rintihan Rio yang merasa sakit dengan pukulanku di punggungnya.

“turunin aku Riooo!!!”

“Ehh.. diem dong Fy..  nanti jatoh” aku pun berhenti. Benar juga, kalau jatoh aku juga yang merasa sakit.

“Nah, kan enak kalau gini. Kita jalan-jalan kesana yu?” tanyanya sambil membetulkan gendongannya padaku.

“tapi tas kita?” tanyaku. Tasku dan tas Rio tergeletak seenaknya di bawah pohon kelapa di bibir pantai itu.

“Ahh.. gak papa kali. Lagian isinya Cuma buku pelajaran. Gak ada yang mau buku pelajaran kan? Mau ya jalan-jalan kesana?” akhirnya aku mengangguk juga. Ku lingkarkan kedua tenganku di lehernya. Entah mengapa tiba-tiba saja aliran darahku naik, tak seperti biasanya. Jantungku berdegup lebih kencang. Aku gugup. Namun, aku sangat merasa nyaman berada di sampingnya.

***

Aku hanya tersenyum mengingatnya. Entahlah. Mungkin saat itu aku menyadari bahwa aku menyayanginya bukan sekedar sebagai sahabat. Melainkan sebagai seorang perempuan menyayangi seorang laki-laki

***

Aku membetulkan letak jaket kebesaran yang membatut tubuhku. Angin di pantai ini memang selalu berhembus kencang. Rio, yang duduk di sebelahku juga Nampak kedinginan. Ia menyimpan tangannya di depan dada dengan badan yang sedikit mengigil.

“kamu kedinginan Yo” ia hanya menoleh lalu tersenyum. “mending kita pulang yuk?”

Ia menggelang. “jangan. Sebentar lagi sunsetnya”

“tapi kamu udah menggigil gitu. Atau kamu pake aja jaket kamu. Bajuku udah mulai kering kok”

“ udah Fy. Aku gak papa. Lagian ini juga ulahku kan?” memang, saat menggendongku tadi, Rio membawaku lari kesana kemari. Menembus ombak sambil tertawa. Namun, aku jadi tak tega melihatnya. Bibirnya kian memucat.

Tiba-tiba aku tersentak. Rio menyandarkan kepalanya di pundakku. Jantungku kembali berpacu cepat. Ku lirik laki-laki ini dengan ekor mataku. Ia memejamkan mata sebentar, membukanya kembali dan tersenyum.

“kayaknya mataharinya sebentar lagi tenggelam” aku pun mengalihkan pandanganku lurus ke depan. Nampak sebuah cahaya kemerehan di depanku.

“aku suka sunset. Lebih tepatnya aku suka matahari. Aku ingin seperti matahari. Yang bisa menyinari dunia. Walaupun ia harus tenggelam di sore hari, ia pasti datang lagi esok pagi”

Hening. Tak ada yang bicara di antara kami. Mungkin Rio sedang menikmati indahnya matahari yang hampir tenggelam dengan matanya. Namun, ada yang lebih menyita perhatian mataku. Diam-diam aku melirik Rio dengan ekor mataku. Memperhatikan setiap lekuk dari wajahnya. Matanya yang tajam, hidung kecilnya yang indah, dan senyum manisnya yang selalu menghiasi wajahnya membuatku tenang. Yang membuat ku nyaman berada di sampingnya.

“fy..”

“yaa?” aku sedikit tersentak, lalu mengalihkan pandanganku kembali ke depan. Hari sudah mulai larut. Matahati sudah tenggelam.

“Aku ingin menjadi matahari untukmu” aku hanya diam. Walaupun jantungku sudah tak seperti biasanya, aku mencoba tenang. Tak ingin terlalu percaya diri. Aku tak ingin kecewa.

Rio mengangkat kepalanya dari pundakku. Ia manarik tanganku, lalu menggenggamnya erat.

“aku ingin terus berada di sisimu. Menyinari hidupmu dengan segala yang aku punya”

“Aku sayang sama kamu. Aku cinta kamu Ify” tak menunggu reaksi dariku, Rio menarik tubuhku. Ia mandekapku erat. Aku hanya bisa diam. Tak bisa dipungkiri, hatiku berbunga-bunga. Rio menyayangiku.

Aku juga menyayangimu..

***

Aku memeluk tubuhku dengan kedua tanganku. Angin malam di pantai ini berhembus lebih kencang dari sebelumnya. Sebenarnya aku tak mau datang lagi ke kota ini. lebih tepatnya pantai ini. karena semua ini hanya akan membuat lukaku kembali.

***

Kembali ku lirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Aku kembali mendengus. Satu setengah  jam sudah aku menunggunya di pantai ini, menunggu Rio menepati janjinya menemuiku di pantai ini. Rio berjanji aku mengatakan sesuatu setelah kelulusan kami di pantai ini.

Langit sudah mulai tak bersahabat. Mendung. Gemuruh petir pun terdengar dimana-mana. Tapi aku yakin, Rio akan datang. Ia akan datang untuk menemuiku. Ia pasti menepati janjinya.

tak terasa, butiran air langit mulai mengguyur sebagian belahan dari bumi. Aku mundur, merapatkan tubuhku pada pohon kelapa besar yang ada di belakangku. Kembali ku lihat jam tanganku. Dua jam sudah aku menunggu laki-laki itu.

Terasa getaran dari dalam saku celanaku. Segera kuraih handphone di saku celanaku ini.

1 new massage
Rio

Walaupun hujan, tetap ku buka pesan singkat yang Rio kirimkan padaku. Perlahan bukan hanya air langit saja yang turun. Butiran-butiran bening lain pun turun lewat ekor mataku.  Aku mencoba menghubungi
laki-laki itu. Khawatir.

Aku menjatuhkan handphoneku. Tubuhku merosot. Nomornya tak bisa di hubungi. Aku menangis. Rio tak datang. Ia mengingkari janjinya.  Tanpa alasan, tanpa kepastian. Ia mangecewakanku setelah ia mengambil hatiku.

Maaf aku tak bisa datan. Lebih baik kamu pulang.
Sender : Rio

***

Lima tahun telah berlalu. Sejak hari itu aku pergi. Ayahku ingin aku melanjutkan pendidikanku di Jogja. Aku tak pernah lagi bertemu dengan Rio . sekedar berkomunikasi pun tidak. Aku benar-benar tak pernah lagi berhubungan dengannya.

“Ify..” aku menoleh ke arah sumber suara yang tadi memanggilku. Suara itu sangatku kenal. Aku tersenyum saat melihat siapa yang menghampiriku.

“kamu ngapain disini?” laki-laki itu menyampaikan sebuah sweater di pundakku. Sweater milikku memang.

“cari angin aja ” Jawabku . ku benarkan letak sweater yang disampaikan laki-laki ini untukku.

“kanapa gak aja aku? aku juga kan mau jalan-jalan disini” aku hanya diam dan tersenyum. Laki-laki itu merangkul pundakku, membawa tubuhku lebih dekat dengannya.

“eh emm maaf, boleh kami disini?” Alvin lebih dulu menoleh.

“tentu saja. Ini pantai umum kok”

“ya, siapa tau kami mengganggu kalian . hehe ” Sepertinya aku kenal dengan suara ini. dengan rasa penasaran, aku pun ikut menoleh.

“Ify..” betapa terkejutnya aku mendapati seorang laki-laki dengan seorang perempun tengah berdiri di depanku. Rio.. aku bertemu dengannya kembali. Ia bersama seorang perempuan.

“kamu kenal dia fy?”

“eh.. ha?” Alvin membuyarkan pikiranku. Aku mencoba biasa saja. “eh.. iya,. Ini Rio, teman SMA ku dulu” Rio tersenyum. Aku kembali memperhatikan dua orang di depanku ini. tangan Rio menggenggam perempuan di sebelahnya ini. siapa dia?

“Aku Alvin” Alvin mengulurkan tangannya.

“Rio..” Alvin dan Rio tersenyum. Nampaknya memang tak ada perasaan bersalah di dalam diri Rio satelah ia mengabaikanku tempo hari. Melihat genggaman tangan Rio yang kian erat menggenggam perempuan di sebelahnya ini, aku mendekatkan diri dengan Alvin yang kembali merangkulku setelah berjabat tangan dengan Rio tadi.

“Lama ya gak ketemu. Kamu apa kabar?”

“baik” jawabku seadanya.” Aku sama Alvin duluan yo. Sampai ketemu lain hari”

***


Maaf, aku tak bisa menemuimu tempo hari. Aku tau, aku sudah membuatmu kecewa.

 Kalau boleh aku membela diri, hari itu keluarga Sivia, perempuan yang tadi bersamaku, datang ke rumah. Ayah Sivia adalah sahabat ayahku. Itu yang membuatku pulang lebih dulu dari sekolah. Itu juga yang membuatku tak bisa menemuimu. Aku bingung. Aku ingin sekali menemuimu. Aku ingin sekali mengatakan, bahwa aku cinta padamu. Tapi ayahku melarang aku pergi. Aku harus menemani Sivia.

Setelah keluarga Sivia pulang, tepatnya sehari setelah hari dimana aku berjanji akan menemuimu, aku ke rumahmu. Tapi aku tak menemukan seorangpun di rumahmu. Aku menyesal. Sangat menyesal. Maafkan aku Fy.

aku senang bisa malihatmu lagi kemarin malam. Tapi, kamu gak sendiri. Alvin.  Sepertinya laki-laki itu bukan laki-laki biasa untukmu. Aku yakin, kau mempunyai hubungan khusus dengan Alvin. Ahh dia pasti laki-laki beruntung yang berhasil mendapatkanmu. Semoga saja ia tak sepertiku. Yang telah menyianyiakan perempuan sebaik dan secantik dirimu.

Mungkin, bila hari itu aku datang menemuimu, cerita kita tak akan berakhir seperti ini. karena sebenarnya yang ingin ku katakan padamu saat itu. Aku ingin memintamu untuk menjadi pacarku.

Jangan terlalu dipikirkan. Sekarang Alvin sudah menemanimu, dan begitupun dengan aku. aku menikahi Sivia beberapa bulan yang lalu.

Sekali lagi maaf aku Fy. Aku senang bisa beretemu denganmu lagi.

Mario..

“ternyata memang benar, laki-laki tadi bukan laki-laki biasa untukmu” aku mendongak. Terkejut mendapati Alvin tengah berdiri di belakangku.

“vin,, dia .. Rio Cuma masa laluku. Kamu ga..”

“Iya Fy aku tau kok. Semua orang punya masa lalu. Rio masa lalumu, dan aku masa depanmu” Alvin tersenyum. Membuatku lega. Tak salah aku memilih laki-laki ini. Alvin sangan dewasa. “ayo balas e-mailnya. Bilang, kamu juga bentar lagi mau nyusul dia”

Dengan semangat ku balas e-mail yang Rio kirimkan padaku. Ditemani Alvin, laki-laki yang kini mengisi kekosongan yang pernah Rio ambil dariku.


Aku sudah tak mempermasalahkan itu Rio. Aku sudah memaafkanmu sejak jauh-juh hari. aku sekeluarga memang pundah ke jojga hari itu juga.

Aku dan Alvin ingin mengucapkan selamat untuk pernikahanmu dengan Sivia. Kalau saja dari dulu kau kirim e-mail untukku, pasti aku dan Alvin akan datang ke pesta pernikahanmu. Sekali lagi selamat ya.. :)

Oh ya, aku juga ingin meminta doa darimu, aku dan Alvin juga akan menyusulmu bulan depan. Undangannya memang belum di sebar. Nanti aku kirimkan undangan untukmu dan Sivia.

***

Yeee… selsai..
cerita ini terinspirasi dari lagunya Anggun yang judulnya mimpi. Tadinya bukan kayak gini ceritanya. Tapi saat proses pembuatan, ideku malah begini. Hehehe
Gak jelas ya ceritanya :D boleh dong aku minta komentar dan sarannya. Kalau memang suka, boleh di like.  Makasih :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar