Fy, sorry..
kamu pulang sama Cakka aja ya..
Sender : Kak Gabriel
kamu pulang sama Cakka aja ya..
Sender : Kak Gabriel
Ify kembali mendengus sebal setelah membaca pesan singkat yang dikirimkan Gabriel padanya itu. Tanpa ingin sedikitpun membalas pesan dari Gabriel, Ify mematikan handphonenya dan segera memasukan handphonenya pada ransel sekolahnya.
“hey, kenapa cemberut gitu?” Ify menepis kasar tangan yang tiba-tiba saja mencubit hidung mancungnya.
“Apaan sih??” tanyanya kesal.
“kenapa? Cantik-cantik kok cemberut gitu? Cepet tua loh..” kenapa sih Alvin selalu muncul dimana-mana? Makin membuat Ify kesal saja. Gadis itu melangkah pergi tanpa menghiraukan Alvin yang menunggu jawaban darinya.
“hey, mau kemana?” Tanya Alvin. Laki-laki itu mengikuti langkah Ify. Berjalan disampingnya, mengikuti kemana gadis itu pergi.
Ify kembali melirik samping kanannya. Sejak tadi Alvin masih saja mengikutinya. Sesekali Ify mempercepat langkahnya, lalu kembali memperlambat langkah kakinya. Sampai akhirnya ia sampai di sebuah halte bus kota terdekat dari sekolahnya, Alvin masih saja menguntit di sebelah kanannya.
“Kak Alvin ngapain sih ngikutin gue?” tanyanya akhirnya. Lama-lama kesal juga melihat tingkah aneh Alvin.
“eh?? Emmm gue gak ngikutin elo kok. Dari tadi kan gue jalan di sebelah elo” Ify menggelengkan kepalanya. Laki-laki aneh. Kenapa bisa-bisanya abangnya berteman bahkan bersahabat dengan laki-laki aneh seperti Alvin ini?
“Eh.. ikut gue yuk!!” tiba-tiba saja Alvin menarik pergelangan tangan Ify.
“Ehh mau kemanaaa?” Ify bingung. Sejak tadi Alvin mengikutinya tanpa alasan. Kini dengan tiba-tiba Alvin menariknya dan memaksanya untuk ikut bersamanya naik bus kota yang lewat di depan mereka. Ify tak tau ini bus jurusan mana.
“Kita mau kemana sih?” Tanya Ify setelah mereka duduk di dalam bus itu. Alvin tak menjawab. Laki-laki itu hanya tersenyum kecil penuh kemenangan. Diperlakukan seperti itu, akhirnya Ify diam. Cemberut sambil menyimpan tangannya di dada. Ia membuang muka kea rah jendela. “kerna elo udah culik gue, elo harus anter gue pulang!” katanya tak sedikitpun melirik Alvin yang ada di sebelahnya.
Alvin menggelengkan kepalanya. Dasar Ify! Alvin kembali tersenyum di buatnya. Entah sejak kapan, ia merasa nyaman berada dekat adik sahabatnya ini.
***
“kita dimana sih?” Tanya Ify masih bingung dimana ia berada sekarang . “kita gak keluar kota kan kak?”
“enggak. Elo tenang aja, pasti elo gak akan nyesel dateng ke sini. Kesana yu?” Alvin mengulurkan tangannya. Ify menyambutnya hangat. kedua anak manusia itu berjalan beriringan menaiki satu per satu anak tangga menuju puncak bukit itu.
Setelah sampai pada tangga terakhir, Ify memejamkan matanya. Angin berhembus begitu kencang, menerbangkan anak rambut Ify yang tak ikut terikat dengan rambut lainnya. Ify sangat menyukai suasana seperti ini. tenang, nyaman dengan udara bersih. Ify kembali membuka matanya. hamparan padang ilalang terlihat di depan matanya. menyempurnakan segala keindahan yang Ify rasakan.
Alvin tersenyum kecil, melihat tingkah gadis di sebelahnya ini. Alvin melangkah mendahului Ify, lalu duduk di rerumputan.
“gue baru tau ada tempat gini di kota ini” Alvin menoleh sebentar, gadis itu masih saja asik sendiri.
“gak nyesel kan elo gue culik kesini?” Ify menggeleng walau sebenarnya tak akan terlihat oleh Alvin. Ify melangkah menghampiri Alvin lalu duduk di sebelahnya.
“coba elo bilang dari tadi mau ajak gue ke tempat kayak gini. Pasti elo gak perlu repot-repot seret-seret gue supaya ikut” lagi lagi Alvin tersenyum kecil. Ditatapnya gadis di sebelahnya ini. matanya, hidungnya, pipinya yang kemerahan sangat menarik perhatiannya. Dengan gemas, di usapnya pelan puncak kepala Ify.
“Kenapa sih, gak di novel, sinetron atau di cerita-cerita lain, cowok ko suka banget ngacak-ngacak rambut cewek?”
“ hahaha..” Alvin tertawa renyah. Gadis ini memang sangat istimewa. “itu tandanya, cowok itu sayang sama cewek itu” jawabnya santai. Ify menoleh, sedikit tersentak dengan kalimat yang baru saja Alvin lontarkan. Namun Alvin sama sekali tak merubah ekspresi wajahnya. Dengan santai ia masih tersenyum lalu membaringkan tubuhnya dengan kedua tangannya ia simpan di bawah kepalanya.
“gue suka awan. disini, gue bisa dengan mudah liat awan dengan jelas. Karena itu juga gue suka tempat ini” Ify hanya bisa memperhatikan Alvin yang mulai memejamkan matanya. dak sedikitpun ada niat untuk menyela perkataan Alvin.
“gue suka awan. Menurun gue, awan itu indah. Walaupun hanya titik embun yang menyatu di udara, awan bisa melindungi apa saja yang ada di bawahnya dari sinar matahari. Gue juga pengen jadi awan” Alvin kembali membuka matanya. dilihatnya gadis di sebelahnya ini tengah serius memperhatikannya. Ia tersenyum, lalu kembali duduk.
“gue pengen jadi awan buat seseorang yang gue sayang. Gue pengen banget jagain dia. Cewek manis yang juga baik. Dia …” Alvin menggantungkan kalimatnya. Membuat Ify penasaran.
“Dia siapa?” Tanya Ify akhirnya. Entah mengapa terselip rasa tak rela saat Alvin mengatakan ia ingin melindungi seorang gadis.
“dia.. cewek itu.. elo Fy” Ify terhenyak tak percaya. Ify menggelengkan kepalanya. Tak mungkin kan sahabat kakaknya ini menyukai dirinya? Melihat senyum tulus di wajah laki-laki itu membuat ia yakin, Alvin tak main-main.
“gue sayang sama elo Fy. Bukan sebagai sahabat ataupun seorang kakak menyayangi adiknya. Gue sayang elo sebagai Alvin” lagi-lagi Ify tak bisa menerima kenyataan ini. mengapa harus sekarang? Mengapa harus setelah Ify menerima Gabriel menjadi kekasihnya? Mengapa ia tak lebih dulu diberi pilihan? Mengapa Alvin harus menyukainnya?
Dering handphone Alvin berbunyi dan menghentikan seluruh pikiran tentang ‘mengapa’ yang tak terlalu banyak dalam otak gadis itu. Yang ia sendiri tak bisa menjawabnya.
“Ya, kenapa Gab?” Ify mengerutkan kening. Gab? Gabriel kah? Mengapa kedua laki-laki ini selalu hadir dalam waktu yang sama?
“Ohh.. iya Ify sama gue. Kenapa emangnya? ……. Apa?” tiba-tiba saja raut wakah Alvin berubah. Suaranya tadi pun sedikit terdengar meninggi. mau tak mau Ify menoleh, memlihat perubahan mimic wajah Alvin. Apa yang dibicarakan dua laki-laki itu?
“ohh.. engg.. gak papa kok Gab.. ya pasti. Sebentar lagi kita pulang kok. Elo tenang aja. Byee..” kali ini suara Alvin terdengar berbeda dari sebelumnya. Setelah Alvin menurunkan handphonenya dari telinganya, tak terlihat senyum di bibir laki-laki itu.
“siapa?” Tanya Ify. Walaupun ia yakin yang menelfon tadi adalah Gabriel, apalagi seletah ia mendengar namanya juga di sebut dalam pembicaraan mereka.
“handphone lo mati?” Tanya Alvin tak menghiraukan pertanyaan Ify tadi. Ify pun segera merogoh tasnya. Ia lupa, sejak tadi ia memang mematikan handphonenya.
Alvin melirik Ify sebentar, lalu tersenyum kecut. “Nyalain deh” tanpa disuruh dua kali, Ify menyalakan handphonenya itu. Ia kembali melirik Alvin. Tak lama setelah handphonenya aktif, muncul sebuah nama di layar handphonenya.
12 New Massage
kak Gabriel
kak Gabriel
Kamu dimana?
Kamu dimana? Cakka bilang gak pulang sama kamu?
Kamu dimana Fy?
Fy, kamu dimana?
Kamu dimana? Aku khawatir
Ify kamu dimana?
Fy, jangan buat aku khawatir gini dong..
Kamu dimana sayang?
Please Fy, kasih tau aku kamu dimana?
Ify, kamu marah?
Kamu marah sama aku?
Ify, kamu marah? Maaf..
sekarang kamu dimana?
sekarang kamu dimana?
“sejak kapan?” Ify medongak. Ia mengerutkan dahinya. Sejak kapan? Maksudnya?
“sejak kapan?” tanyanya balik. Alvin kembali tersenyum pahit. Ia melirik Ify sebentar, lalu kembali menatap padang ilalang di depannya ini.
“ya, sejak kapan elo sama Gabriel?” Ify tertohok. Ia hanya bisa menunduk. Entah mengapa ia tak suka Alvin tau hubungannya dengan Gabriel. “sejak kapan Fy?” Tanya Alvin lagi.
“Dua hari yang lalu” jawab Ify lirih. Alvin mendengus, lalu tertawa hambar.
“dua hari yang lalu. Selamat ya..” katanya tiba-tiba mengulurkan tangannya di depan Ify.
Ify hanya bisa menenggelamkan kepalanya, tak mampu membalas uluran tangan Alvin.
Alvin kembali menarik tangannya, setelah lama uluran tangannya tak di balas Ify.
“pulang yuk?” ajak Alvin. Namun tak seperti tadi. Alvin berdiri lalu melangkah begitu saja meninggalkan Ify yang masih diam terpaku. Alvin menoleh, saat sadar Ify tak mengikutinya.
“gue mau elo lupain semuanya. Anggap aja kejadian ini gak pernah terjadi. Termasuk semua kata-kata gue” Alvin kembali berbalik, lalu melanjutkan langkahnya menuruni anak tangga dengan perasaan hancur. Perkataan Gabriel di telfon tadi masih terngiang di telinganya.
‘Syukurlah. Gue pikir cewek gue kemana..’
***